Bagi sebagian pekerja atau bisa dibilang semua orang, hari minggu adalah hari terbaik di Dunia, hari dimana ketika bangun tidur bisa tidur lagi, atau tidak usah bangun sekalipun juga tidak masalah.
"Perlu banget ya kamu kerja di hari minggu?" Pertanyaan itu muncul dari mulut Jay untuk Roseta yang ada di dapur.
Pria itu sibuk di lantai, duduk bersimpuh di ruang santai samping kanan dapur, tidak ada sekat tembok di area itu, lantas tangannya pun mengobrak abrik komponen skateboard.
"Banyak yang belum aku beresin Jay, seminggu disini aku masih keteteran. Tumpukan kertas menggunung di mejaku. Belum lagi masalah pengembangan dan obat terbaru yang perlu di meetingin besok Rabu, dan satu lagi, Kak Jack belum balik dari Negara J.” jawab Roseta menggebu.
Roseta juga tak kalah repot saat ini, dia berbicara tanpa mengalihkan pandangannya dari berbagai peralatan di dapur dan sekawannya. Roseta juga sebal dengan Jack Marveen yang bukan kebetulan lagi adalah Kakak kandung Roseta sendiri yang sama sekali belum muncul batang hidungnya semenjak ia berada di Negara ini dan meninggalkan Eumah Sakit tanoa menyambut Roseta saat wanita itu baru saja masuk kerja.
luoakan dulu soal Jack, yang harus Roseta lakukan saat ini hanya harus menyelesaikan masakannya sebelum berangkat ke Rumah Sakit.
"Seandainya aku paham, bakalan aku bantu." Jay menanggapi dengan cengiran bodoh.
"Ada-ada saja kamu ini," timpal santai Roseta dengan sedikit senyuman.
"Good morning Daddy, Mommy." ya Tuhan pagi-pagi nyaring sekali suara Bryna.
"Morning," jawab kompak keduanya.
Bryna yang sedang berlari seketika langsung menubruk punggung Jay dari belakang, tak lupa mengalungkan ke dua lengannya ke depan leher Ayahnya.
*"Muaaaaach, morning kiss*, Dad," ucapnya setelah mencium pipi Jay dari samping. Pria itu tersenyum lalu segera saja lengannya menarik tubuh Bryna untuk dipangku di depan.
"Waaaah, ini skateboard baru punyaku ya, Dad?" pekiknya luar biasa gembira saat matanya menangkap komponen-komponen skateboard yang berserakan di depannya.
"Iya dong, suka nggak?"
Bryna mengangguk. "Suk…ka….," jawabnya, lalu gadis itu menjeda kalimat dan diam sebentar. "Daddy, kok warnanya pink sih!" protesnya tatkala menyadari warna yang sangat-sangat dia hindari dalam hidupnya, Bryna salah satu dari sekian anak perempuan yang membenci warna pink.
"Memangnya kenapa? Kamu 'kan cewek, Adek?" sanggah Jay dengan senyum menggoda, sekali-kali mengerjai Bryna tidak ada salahnya.
*Bryna mengerutkan bibir. "Kan Daddy* tahu, Bryna nggak suka warna pink."
"Tapi itu dari Maria Auntie. Masih nggak mau juga?"
*"Beneran dari Maria Auntie*?" tanyanya terkejut sampai berdiri meloncati komponen skateboard lalu menghadap pada Ayahnya.
Mana bisa sih Bryna menolak pemberian dari Maria Auntie kesayangannya, sama sekali tidak bisa.
*"Iya, Daddy* nggak bohong, ini dari Maria Auntie," jawab Jay meyakinkan dengan telunjuk jari membentuk V.
"Yaudah biar Bryna yang ngerakit," putus Bryna seolah perakit handal, Jay sampai begidik melihat muka sok bisanya Bryna.
"Nggak boleh," tolak Jay.
"Kok nggak boleh?" dengan muka melongonya Bryna bertanya.
"Tangan kamu nggak cukup kuat sweety, nanti kalau masangnya nggak kenceng, hardware sama trucknya bisa lepas saat kamu pakai. Kamu mau jatuh?" jelas Jay yang memang benar adanya.
"Tapi 'kan."
"Dengerin Daddy, Dek," saut Roseta geram dari dapur, tahu betul keras kepalanya Bryna.
Roseta berjalan lebih mendekat. "Lebih baik kamu mandi, nggak malu dilihat Daddy, belekan gitu matanya, itu lagi bekas iler juga masih ada," ejeknya.
Bryna memandang Ibunya datar. "Kenapa malu?" lalu gadis itu beralih memandang Ayahnya. "Daddy, Bryna malu-maluin ya?" tanyanya polos.
"Enggak lah, anak Daddy nggak mungkin malu-maluin," bela Jay semakin membuat Roseta jadi geram dan melotot.
Bryna yang merasa dibela pun kegirangan minta ampun, isi kepalanya pun rasanya akan meledakkan kembang api. "Tuh, Mommy denger 'kan." sombongnya dengan mengibaskan rambut tergerainya ke belakang.
Roseta yang mendengarpun menggelengkan kepalanya, minta ampun deh ini anak, berbeda dengan Jay yang ingin cepat menuntaskan perdebatan Ibu dan Anak ini, termasuk dirinya juga sih.
"Tapi bener kata Mommy, lebih baik adek mandi, sebentar lagi Daddy ajak ke arena skate. Gimana?"
Seketika itu juga Bryna berlari menuju kamar mandi dan tak lupa juga berteriak, "Okeeee."
Sedangkan Jay memandang Roseta dengan menggidikkan bahunya bangga, tak lupa dengan senyum yang menyebalkan bagi wanita yang memandang.
Roseta melepas celemeknya, menaruh di samping lemari es. "Heran deh, begitu nurutnya Bryna sama kamu, Jay," ketusnya dengan mendengus.
"Enggak tuh, biasa aja," tanggapannya acuh karena kembali sibuk pada benda seluncur beroda milik Bryna.
"Kamu sih terlalu manjain dia, jadi nggak nurut 'kan sama aku," kekeh Roseta tidak terima.
"Mananya yang manjain sih? Ketemu Bryna aja jarang lho akunya, sibuk terus. Kamu cemburu ceritanya?" jawab Jay apa adanya, sekarang netranya pun memandang Roseta yang tengah duduk di salah satu meja makan.
Jay memang terlalu sibuk, perusahaannya memang lagi gencar-gencarnya meluncurkan mobil sport terbaru. Sebagai CEO muda dia sampai jarang bertemu dengan Bryna. Untung saja mulai hari ini sampai seminggu ke depan Jay ambil cuti, tidak peduli dulu dengan urusan perusahaan.
Roseta terdiam akibat dibrondong pertanyaan oleh Jay. Jujur akhir-akhir ini Roseta lebih banyak memikirkan Bryna. Apalagi pesan dia hari yang lalu dari Liliana yang tidak lain dan tidak bukan adalah Ibu dari Swan.
Liliana:
Gila banget, baru kali ini aku lihat Bryna bisa kalah main basket dari Swan. Tapi aku sedih, Kak Matheo ngasih tahu aku, Bryna nangis.
^^^Roseta:^^^
^^^Matheo?^^^
Liliana:
Oh, Kak Matheo, kamu nggak tahu? Kak Matheo itu temen Jeko, atau kalau bisa aku sebut Coach basket cadangan sekolah. Tapi kalau kamu sering baca berita atau nonton TV, Matheo Ranu Pandega, Ceo Vante Group.
Dan nama Matheo Ranu Pandega lah yang membuat Roseta tidak bisa tidur.
Liliana Manobano adalah teman Roseta, mereka berteman sejak kecil, namun saat umur sepuluh tahun, mereka harus berpisah karena Liliana kembali ke Negara T, Negara kelahirannya. Keduanya kembali dipertemukan lagi tanpa sengaja tiga tahun yang lalu. Saat itu Liliana menghabiskan liburan musim dingin bersama John Jeko Aditama suaminya dan John Swan Aditama putranya di Negara A, Rumah Nenek Jeko yang kebetulan satu komplek dengan rumah Roseta.
Roseta dan Liliana bertemu saat sama-sama menjemput anak-anaknya di lapangan karena terlalu lama bermain basket sampai lupa waktu. Saat itulah keduanya saling melepas rindu, berhubungan sangat baik sampai sekarang, namun pertemanan mereka masih dirahasiakan, karena Roseta yang meminta.
Sedangkan Jeko adalah pemilik Roses Revolution Elementary School, yaitu sekolah berbasis Internasional yang dipilih langsung oleh Bryna tanpa perantara. Roseta tahu putrinya memilih sekolahan juga karena fasilitas basket yang ada, tapi Roseta tidak pernah menduga ada nama Matheo yang berhubungan dengan hobby olahraga putrinya.
Melihat keterdiaman Roseta, akhirnya Jay memutuskan untuk berdiri, pikirnya Roseta terlihat aneh, tak tinggal diam, Jay mengambil salah satu kursi makan lalu menggesernya untuk diduduki tepat di depan wanita itu.
"Kamu kenapa?" tanya Jay dengan menyondongkan wajahnya.
Roseta memandang Jay, memukul pelan lengannya. "Nanti gimana jadinya kalau kamu udah nggak ada? Gimana caranya bilangin ke Bryna biar dia nggak bandel lagi. Ha?" tanyanya menggebu dengan satu tarikan nafas.
Jay tampak menangkap kekawatiran dari sorot mata Roseta. Pria itu jadi tidak tega, dengan pelan Jay meraih telapak tangan wanita didepannya. "Siapa yang mau ninggalin kamu dan Bryna? Aku nggak ada rencana tuh?"
Roseta mendelik kesal. "Nggak usah ngaco, Jay. Nanti ada waktunya."
"Enggak."
"Jay."
"Enggak."
"Please."
"Enggak, enggak dan enggak."
Akhirnya Roseta hanya diam dan menundukkan kepalanya.
"Dengerin aku ya, tapi harus kamu inget juga," pinta Jay, tangannya pun meraih dagu Roseta. "Lihat dong, aku mau ngomong nih," pintanya sekali lagi.
Mata Roseta sudah berkaca-kaca, hati Jay rasanya teriris saat melihatnya. Jay memilih untuk berdiri dan meraih kepala Roseta untuk dipeluk di perutnya. Tidak akan pernah bisa bagi Jay untuk melihat mata Roseta penuh peluh seperti itu.
"Gini nih yang nggak aku suka dari kamu. Aku sudah bilang 'kan, jangan pernah nangis di depanku, gimana caranya aku nurutin kamu kalau kamu masih kayak gitu, bagaimana caranya aku pergi dan bahagia bersama orang lain sedangkan kamu masih kayak gini?”
Roseta sesegukan, baju Jay bagian perut pun sudah basah akibat ulah airmata yang terjun bebas dari manik miliknya. Sepertinya Roseta enggan menanggapi.
"Coba jelasin ke aku. Ada apa sebenarnya? Apa yang nggak aku tau? Aku tahu kamu pasti nyembunyiin sesuatu 'kan dari aku?" pertanyaan bertubi-tubi lagi pun dilayangkan oleh Jay.
Roseta akhirnya mendongakkan kepalanya keatas lalu mengeleng pelan. Jay menaikkan alisnya. "Aku nggak percaya, please jangan bohong."
Roseta mendengus pelan masih dengan linangan air matanya. "Aku mau bilang, tapi nggak disini."
"Kenapa?"
"Bryna," jawab singkat Roseta.
Jay menarik napasnya pelan, seakan paham pembahasan macam apa yang akan di dengar nanti. "Oke, kapan kita bicara? Dimana?"
Roseta melepaskan pelukannya dari Jay, mengusap cairan yang sudah membasahi pipinya dengan kedua telapak tangan, membuat pria itu gemas dengan mengukir senyuman.
*"Nanti sore di cafe* pastry deket Rumah Sakit, gimana? Sekalian aku mau beliin cake cokelat buat Bryna," jawabnya.
"Oke." Jeffry menarik Roseta ke pelukannya lagi.
...\~\~\~...
Mereka berdua saat ini sudah ada di skatepark daerah Kota Mawar Merah dekat Rumah Sakit Marveen. Sesuai janji yang diberikan oleh Jay tadi pagi, jadilah mereka berdua terdampar di sini. Bryna sangat bahagia saat baru sampai tadi, tanpa aba-aba, setelah turun dari mobil langsung saja bocah tomboy itu berlari ke tengah arena.
Sedangkan Jay menyusul dengan membawa berbagai perlengekapan khusus untuk Bryna pakai sebagai penunjang keselamatan. Safety First. Harus. Dari belakang Jay tersenyum lebar mana kala manik mata sehitam jelangga itu melihat Bryna yang sedang berlonjak-lonjak kegirangan.
"Dek sini dulu, Daddy bantu pakai perlengkapan."
Menoleh ke arah Ayahnya, dengan berlari kecil pun Bryna menghampiri. "Cepat Daddy." pintanya tak sabar.
Dengan cekatan, Jay mengganti sepatu Bryna dengan sepatu khusus untuk pemain Skate, lalu memasangkan Knee Pads, Elbow Pads dan Wrist Guard (Pelindung Siku, lutut dan pergelangan tangan) dan langkah terakhir memasangkan helm.
"Sudah selesai."
*"Yas, yuhuuuu*." duh bahagianya Bryna, dengan tidak sabar tangannya meraih papan skate.
Bryna melakukan gerakan yang sama dan berulang-berulang, dari sini pun Jay nampak sedang mengamati Bryna yang tengah sibuk menghentakkan salah satu kakinya ke papan skate disusul kaki satunya sehingga menghasilkan sebuah lompatan yang terbilang perfect, Jay boleh bangga pada dirinya sendiri karena ini hasil dari ajarannya.
"Dek, kok main Olie terus sih, sini berhenti dulu. Daddy ajarin trik Shove."
"Kan pemanasan dulu, Dad," jawab Lily.
*Benar, dari tadi Bryna sedang melakukan teknik Olie, sebuah trik dasar dan paling simple* yang harus dikuasai oleh para skaters.
"Ok. Ok. Mau lanjut? Teknik Shove?" tanya Jay.
"Siap."
"Adek lihat Daddy baik-baik ya!" Bryna mengangguk.
Disini Jay juga tidak lupa membawa papan skatenya sendiri, perlu diketahui, Jay adalah salah satu Skaters handal pada masanya, walaupun sekarang sudah sibuk dengan urusannya sebagai CEO, tidak dapat menghalanginya untuk tetap bermain skateboard, alhasil menurun pada putrinya Bryna.
Jay mulai beraksi, pria itu menempatkan posisi kaki kanannya tepat di atas roda bagian depan dengan ujung kaki mengarah keluar. Kemudian posisi kaki kirinya berada pada bagian belakang papan. Selanjutnya Jay melakukan gerakan inti, sekali hentakan papan skate dengan menggerakan kedua kaki ke arah yang berlawanan.
"Waaaaah, Daddy the best," teriak Bryna dengan mata berbinar tak lupa dengan tumbs up juga.
"Sini, sekarang giliran Adek," pinta Jay, sedangkan Bryna mengangguk antusias dan bergegas.
"I'am ready, Dad."
Tak butuh waktu lama Bryna dengan mudahnya dapat menguasai teknik baru itu, walaupun di percobaan pertama sampai ketiga gagal dan sempat terjatuh. Tapi yang namanya Bryna mana ada kata pantang menyerah sih, tidak ada dalam kamusnya. Sesi latihan pun berlanjut dengan Jay tanpa henti mengajari berbagai macam teknik lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Arunika
Bryna keren
2022-12-18
0
Arunika
Siapa niiih kok dibahas
2022-12-18
0
Merita
Nah loooh. Matheo muncul di hidup Roseta
2022-12-16
0