Pelukan Jay

"Adek, kamu dimana?" teriak Roseta sesaat setelah mendapati ruang tengah dimana biasanya di jam ini Bryna bersantai sambil menonton TV.

Roseta telah mampu menata hatinya untuk memberanikan pulang ke rumah, mencoba untuk mengendalikan kesakitan setelah beberapa jam yang lalu bertemu kembali dengan Theo. Apa jadinya jika dirinya berantakan di depan buah hatinya sendiri, tidak membayangkan berbagai macam pertanyaan apa yang akan ditanyakan oleh Bryna mengingat tingkat kepekaan putrinya itu sungguh luar biasa.

"Adek, kamu dimana sih?" teriak Roseta lebih keras lagi.

Pintu terbuka dari lantai dua, itu dia anaknya, Bryna berlari ke arah Roseta dengan hati-hati, kaki mungilnya menuruni tangga, senyuman merekah itu mampu membuat Roseta merasa sedikit lega, mungkin itulah obat paling manjur yang ada di dunia ini.

"Mana kue pesanan Bryna, Mom?" tanyanya polos dan juga bingung, matanya mengarah mencari-cari disekitar jemari Roseta, namun nihil, ibunya yang berstatus menjadi Dokter itu tidak membawa apapun kecuali tas slempang yang disampirkan pada tubuh rampingnya.

Roseta menepuk jidatnya pelan. "Ya ampun Dek, Mommy lupa, bagaimana dong?"

Betapa bodohnya Roseta, bukannya lupa, tapi wanita yang masih penuh dengan penyesalan itu memang tidak sengaja menjatuhkannya tadi, pikiran yang kalang kabut telah membuat gadis kecilnya kecewa.

Bryna menggedikkan bahunya. "Ya sudah, apa boleh buat, tapi Bryna lapar, Mom," ucapnya tanpa protes.

Sungguh aneh, biasanya Bryna akan cemberut dan marah-marah, tapi ini justru kebalikannya, bukankah Roseta sedang beruntung kali ini—ya anggaplah begitu.

Roseta tersenyum bersamaan itu mengelus kepala putrinya. "Baiklah, Adek mau makan apa? Biar Mommy masak buat kamu?"

Bryna sedikit berpikir, seolah-olah itu adalah pilihan yang sulit seperti mengatur strategi untuk memenangkan pertarungan.

"Nasi goreng seafood saja bagaimana?" rasanya Bryna sudah sangat kelaparan, tidak banyak protes dan berkata begitu tenang, lagi-lagi sangat aneh menurut Roseta.

Bryna menopang dagunya dengan kedua telapak tangan yang diletakkan di atas meja, kakinya juga bebas mengayun karena saat ini dirinya sedang duduk di kursi yang terbilang cukup tinggi, dari arah ini, Bryba dapat melihat punggung ibunya yang sedang sibuk untuk membuatkannya makan malam.

Sedangkan Roseta sendiri masih sangat heran dengan sikap gadis yang setiap harinya cerewet mengalahkan burung beo itu menjadi diam dan tak banyak tingkah, biasanya Bryna tidak akan lupa untuk merecoki dirinya dan ikut nimbrung menyiapkan bumbu dan semacamnya. Sekali lagi, mungkin Bryna sedang kelaparan, itulah kesimpulan yang dapat diambil oleh Roseta.

"Nah, sudah jadi. Adek cepat makan ya, Mommy mau mandi dulu. oke," perintahnya setelah piring berisikan nasi goreng seafood yang sangat menggoda karena masih hangat-hangatnya, terbukti banyaknya kepulan asap menari-nari di atasnya telah sampai tepat di depan mata Bryna.

Bryna mengangguk dengan senyum tipisnya, Roseta memiringkan kepala seraya berpikir, masih sama semenjak tadi, ada apa dengan putri tercintanya itu, Roseta geram sendiri dalam hati, apa mungkin karena kue yang tidak jadi terbawa pulang?

"Adek marah ya?" tanya Roseta pada akhirnya.

Bryna meghentikan pergerakan tangannya yang sedang memegang sendok untuk menyuapkan suapan pertama, bersamaan itu kepalanya mendongak melihat kebingungan di wajah Ibunya. "Marah kenapa, Mom?" tidak menjawab, Bryna jutru balik bertanya dengan lugunya.

"Adek aneh, biasanya banyak tingkah, ini kok kalem-kalem aja."

"Aaaa," Bryna mengangguk, memahami kebingungan wanita bersurai pirang dengan kunciran kuda itu. "Bryna hanya mencoba menjadi seorang gadis yang sebenarnya, Mom. Memang Mommy mau ya seandainya nanti Bryna tumbuh menjadi wanita semi laki-laki yang hanya suka main basket dan skateboard saja?" Gadis itu menjelaskan dengan tangannya yang menari-nari di udara.

Roseta meringis saja mendengar itu semua, sampai dirinya sangat lelah memikirkan kata-kata lagi. Namun, putrinya itu tetap aneh menurutnya, ya sudahlah terserah Bryna saja, anak satu itu memang sangat sulit di tebak. Roseta sebaiknya segera mandi, badannya sudah sangat remuk sekali.

...\~\~\~ ...

"Mommy."

Bryna masuk kedalam kamar Roseta, gadis itu mendapati Ibunya yang mengenakan piyama motif polkadot sedang termanung di atas ranjang, setelah panggilan yang sangat dikenali oleh Roseta itu merayap memasuki telinganya, lantas Roseta menoleh, saat itu juga Bryna menghampiri Roseta dan ikut naik ke atas ranjang.

Saat ini sudah pukul sepuluh malam. "Daddy mana, Mom?" tanya Bryna yang tidak mendapati Ayahnya sama sekali.

"Sedang menyelesaikan pekerjaannya, itu di ruang kerja," jawab Roseta dengan kepala mengarah pada pintu di dalam kamarnya. "Adek mau masuk?" tanyanya melanjutkan dengan jemari mengelus surai hitam buah hati.

Bryna nampak berpikir. "Enggak, takut ganggu," putusnya dengan raut muka yang sulit diartikan.

Selalu saja, jawaban itu selalu sama, setiap kali Bryna masuk untuk menanyakan dimana Ayahnya berada, Roseta akan menjawab sedang menyelesaikan pekerjaan di ruang kerjanya, atau sedang keluar dan masih banyak lagi alasan yang mampu dibuat.

"Bryna mau tidur dulu ya, Mom."

Setelah berpamitan dan dapat anggukan dari Roseta, langsung saja gadis kecil itu turun dari ranjang dan meninggalkan kamar Ibunya menuju kamarnya sendiri.

Roseta meremat baju bagian depan dada. "Kenapa dadaku sakit sekali." tiba-tiba wanita itu teringat kembali dengan kejadian hari ini.

"Ya Tuhan kenapa kau menyiksaku, kenapa aku aku masih merindukan dia," ucapnya lirih sembari mengelus dan menepuk-nepuk pelan dadanya yang menyesakkan.

Roseta semakin tersiksa walau harus rapat-rapat untuk menyembunyikan agar tidak muncul ke permukaan. Roseta teringat kembali pada kenangan menyakitkan yang pernah di alaminya waktu dulu, sebuah penghianatan terbuka lebar dimatanya, penghancur kepercayaan yang sangat handal talak membuat hidupnya berantakan.

Jiwa itu telah mati, tidak bisa merasakan cinta dari siapapun yang mencoba memasukinya. Roseta meringkuk pilu dibawah selimut, tak habis-habisnya membayangkan wajah tampan tambatan hati yang beribu-ribu kali ingin dimusnakan dari bumi. Namun Tuhan sangat kejam padanya, sampai tak mengijinkan walau sedetikpun memburamkan ingatan.

Roseta menyibak selimut, berdiri dan berjalan terhuyung menuju kamar mandi. Tubuh dengan buntelan piyama hitam itu bersandar pada tembok dalam bilik, tangan kanannya memutar kran hingga air dingin berjatuhan dari shower.

“Sayang, aku ingin punya anak lima.”

Percuma.

Ingatannya kembali lagi ke masa lampau dimana bibir kekasihnya dulu dengan kekanakannya meminta hal yang menurutnya sangat menggemaskan jika didengar.

Anak lima? Jika saja semua berjalan dengan semestinya, sisanya bisa diusahakan.

Sore dulu, masih sangat terpatri jelas di ingatan Roseta, wanita itu membawa malaikat kecil, buah dari tanda cinta yang baru berkembang sangat kecil di dalam perut ratanya. Sampai kenyataan yang dilihat membunh hatinya perlahan, orang yang seharusnya menjadi sosok pahlawan dari janin yang tengah ia kandung sedang mengucap janji suci dengan wanita lain di ujung dalam sebuah gedung pernikahan.

"Aku membencimu, Theo. Sangat membencimu," ucapnya parau ditemani gemricik air disela rangkuman peristiwa bak film yang berputar secara otomatis, dan berulang.

Theo dulu sangat berarti, tapi nyatanya saat ini pria itu satu-satunya bisa membuat Roseta hancur berkeping-keping, pria itu pula yang membuat Roseta akhirnya menutup hati untuk orang lain. Bahkan, bayangan Theo saja tidak mampu menghilang dari pandangan.

Theo telah handal membuat Roseta berantakan.

Bagaimana?

Roseta tidak bisa berbuat apa-apa selain rela hatinya merindu pun membenci secara bersamaan.

Jika bisa memilih. Sudah sedari dulu ia berpaling ke pelukan pria lain. Tapi nyatanya hati menolak sangat tegas.

Cukup Bryna, hanya Bryna saja yang Roseta butuhkan saat ini.

Jika Bryna tidak ada. Cukup sudah. Hidupnya tak berarti apa-apa.

Tapi.

Sekali lagi Tuhan begitu tega menyiksa batin Roseta. Disaat ia merasa semua baik-baik saja. Memori yang seharusnya lenyap seakan dimunculkan tanpa sebab, membuat hati yang masih membiru akibat pukulan bertambah lebam melebar.

Tapi Roseta harus kuat bukan?

Disaat sakit hati tiba-tiba menyerang, hanya sakit fisiklah yang mampu menahan. Hanya itu yang bisa dilakukan.

Setelah mengguyur tubuh dengan air dingin, Roseta merasa sudah jauh lebih baik. Roseta berganti baju tidur lagi dan mengeringkan rambutnya, setelah itu ia mencoba untuk mengetuk ruang kerja Jay.

Tidak ada jawaban.

Akhirnya Roseta membuka pintu ruangan itu. Wanita itu tersenyum, tumben Jay langsung tidur diranjang, biasanya pria itu akan ketiduran di meja kerjanya, terkadang Roseta yang melihatnya merasa prihatin dan kasihan.

Roseta menghampiri Jay dengan langkah berjinjit agar tidak menimbulkan kebisingan, niat Roseta hanya ingin membenahi selimut yang sudah jatuh dari ranjang, kan kasihan, hari ini sangat dingin.

Sepertinya usaha Roseta sia-sia, Jay terbangun saat tangan Roseta memungut selimut yang mendarat di lantai.

"Ehm, Roseta," lirihnya dengan suara khas orang bangun tidur, bersamaan itu tubuhnya berusaha untuk bangun dan mendudukkan diri, punggungnya ditempelkan di headboard.

"Aku ganggu ya?" Roseta meringis setelah memegang selimut penuh di tangannya. "Ini selimut kamu jatuh."

Jay menggeleng. "Enggak," jawabnya masih dengan suara serak.

Roseta ikut duduk di ranjang milik Jay. "Tadi Bryna nanyain kamu."

"Hah!" Jay tersentak seperti mendapatkan kejutan di acara ulang tahunnya. "Terus kamu bilang apa?" tanyanya penasaran dan tidak tenang.

Roseta terkikik geli. "Tenang, aku bilang kamu lagi sibuk kerja, untungnya dia nggak penasaran buat nengok kamu kesini," jawabnya membuat Jay lega.

Jay memegang dadanya dramatis, berlebihan sekali memang. "Huh, untung saja."

"Jay, ada baiknya kamu pikirin permintaanku sore tadi."

"Maksud kamu buat nikahin Maria?"

Roseta mengangguk mantap.

"Enggak, aku mau tunggu Bryna sampai dewasa," jawabnya santai tidak penuh emosi seperti yang terlihat saat di cafe sore tadi.

"Iya, sampai kamu tua dan keriput, itu maksud kamu?" terlalu heran, kenapa juga Jay terlalu memikirkan Beyna sampai sebegitunya. "Bryna masih delapan tahun lho, Jay."

"Justru itu."

Roseta mengrenyit.

"Ya justru Beyna masih kecil, aku belum siap ninggalin dia," ucap Jay melanjutkan.

Roseta menarik napasnya dalam, tangannya mengulur untuk memberikan selimut pada Jay dan diletakkan di atas paha pria itu. "Aku cuma berharap kamu bahagia, Jay."

"Seandainya dulu kamu mau menikah denganku, aku yakin nggak akan serumit ini." tiba-tiba hawa canggung datang tak di undang setelah kalimat itu mengudara di kesunyian malam yang teramat dingin ini.

Roseta mendekat ke arah Jay, mungkin kali ini dirinya akan mencari kehangatan dari pria baik hati yang selama ini menemaninya, jujur Roseta sangat membutuhkan dekapan hangat.

Tangan Roseta mengulur menyusup sisi pinggang Jay, lalu mengaratkannya sampai sampai melingkar, kepalanya disenderkan di dada bidang yang sudah terpampang siap menjadi sandaran.

"Maaf." ucap Roseta setelah mendarat sempurna di pelukan Jay.

Jay tidak mau ketinggalan bagian, ditariknya lebih dalam tubuh Roseta dalam dekapnnya, dan sekarang hanya diam yang menjadi teman mereka.

Setelah beberapa saat, Roseta mendongak untuk mengintip wajah yang nampak tetap tampan walaupun hanya dengan cahaya temaram di sekelilingnya.

"Aku udah nggak denger dag dig dug keras lagi di sini," ucap Roseta setelah telapak tangan kanannya menempel di dada Jay. Roseta tersenyum sangat lebar, "Aku yakin, Maria sudah mengambil alih semuanya," ucapnya melanjutkan.

"Apa kamu senang?" tanya Jay datar dengan tatapan malas.

"Tentu," jawab yakin Roseta.

Jay memainkan lidahnya ke kanan ke kiri di dalam mulutnya. "Apa? Bilang sekali lagi!"

"Hei! Jay, apa yang kamu lakukan!! Lepaskan aku!!" pekik Roseta dengan meronta setelah merasakan pelukan Jay semakin erat.

Alih-alih takut dan melepaskan, bersenandung lirih dan mengabaikan yang dilakukan oleh Jay, menyebalkan bukan, dan itu berhasil membuat Roseta semakin kesal.

Daripada lelah karena sudah sangat yakin tak mampu melawan kekuatan milik laki-laki menyebalkan ini, Roseta berhenti dari gerakannya yang brutal.

"Huh, kamu menyebalkan, aku ngantuk, Jay," lirihnya tak berbohong dengan wajah yang super memelas.

Jay tersenyum, setelah itu dengan suka rela melepas pelukannya. "Yaudah cepat tidur." tangannya mengelus lembut pucuk kepala Roseta.

Roseta segera beranjak dari ranjang milik Jay, dengan langkah tanpa bebannya dia kembali ke ranjang miliknya.

Kamar yang disulap menjadi ruang kerja di mata Bryna itu sebenarnya hanyalah alibi saja, sesungguhnya itu adalah kamar tidur milik Jay. 

Jay akan tidur di ranjang Roseta hanya apabila Bryna meminta tidur bertiga. Tidak mungkin kan pasangan yang nyatanya bukan lah suami-istri tidur di ranjang yang sama tanoa adanya alasan mendesak seperti Bryna yang memaksa karena anak gadis itu tidak tahu apa-apa mengenahi permasalahan orang dewasa?

Tapi hal itu bisa terjadi, Kecuali, Roseta bersedia membuka hati untuk Jay.

Mungkinkah?

Terpopuler

Comments

Dara

Dara

Lihat ketulusan Jay rosita...buka hatimu

2023-01-23

0

Arunika

Arunika

Sampai segininya

2022-12-18

0

Arunika

Arunika

Lucu bgt si

2022-12-18

0

lihat semua
Episodes
1 Masa Lalu dan Sekarang
2 New Season
3 Gundah
4 Dia Dengan Umpatannya
5 Pelukan Jay
6 Apa Boleh?
7 Penasaran Yang Terkubur
8 Theo dan Kenangan
9 Bertemu Bryna
10 Sial
11 Dongkol
12 Musibah
13 Basket Sebelum Fajar
14 Khawatir
15 Akal Bulus
16 Buruk
17 Rahasia
18 Kacau
19 What?
20 Mencari Tahu
21 Vante
22 Mencurigakan
23 Pertemuan Tak Terduga
24 Jackpot
25 Jebakan
26 Jalan Yang Benar
27 Bryna, Oh Bryna!
28 Takut
29 Pemaksa
30 Bryna Bingung
31 Tegang
32 Canggung
33 Bryna and Daddy
34 Sebuah Rencana
35 Miss but Sad
36 Biarkan Aku Memelukmu
37 Berlutut
38 Ada Yang Salah
39 Waktunya Bermain
40 Sedikit Saja
41 Dewasa
42 Anderson
43 Terjebak
44 Time
45 Kesalahan Yang Harus Ditebus
46 Bola Basket
47 Bingung
48 Panik
49 Roseta Datang
50 Sengit
51 Cerdik
52 Meet
53 Berpisah?
54 Twin
55 Masa Lalu
56 Roseta Terganggu
57 Jealous
58 Bercanda?
59 Dengan Benar
60 Berita Apa?
61 Maaf
62 Marah
63 Keras Kepala
64 Dilema
65 Ungkapan
66 Save Us
67 Kembali
68 Tidak Bisa Berkata-Kata
69 Siasat
70 Difficult
71 Kejutan
72 Secret
73 Mimpi
74 Marah
75 Feeling
76 Promise
77 Makan Malam
78 Sampai Jumpa
79 Ringkus
80 Pergi
81 Not Same
82 Kembali
83 Proposal
84 Lagi?
85 Wedding
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Masa Lalu dan Sekarang
2
New Season
3
Gundah
4
Dia Dengan Umpatannya
5
Pelukan Jay
6
Apa Boleh?
7
Penasaran Yang Terkubur
8
Theo dan Kenangan
9
Bertemu Bryna
10
Sial
11
Dongkol
12
Musibah
13
Basket Sebelum Fajar
14
Khawatir
15
Akal Bulus
16
Buruk
17
Rahasia
18
Kacau
19
What?
20
Mencari Tahu
21
Vante
22
Mencurigakan
23
Pertemuan Tak Terduga
24
Jackpot
25
Jebakan
26
Jalan Yang Benar
27
Bryna, Oh Bryna!
28
Takut
29
Pemaksa
30
Bryna Bingung
31
Tegang
32
Canggung
33
Bryna and Daddy
34
Sebuah Rencana
35
Miss but Sad
36
Biarkan Aku Memelukmu
37
Berlutut
38
Ada Yang Salah
39
Waktunya Bermain
40
Sedikit Saja
41
Dewasa
42
Anderson
43
Terjebak
44
Time
45
Kesalahan Yang Harus Ditebus
46
Bola Basket
47
Bingung
48
Panik
49
Roseta Datang
50
Sengit
51
Cerdik
52
Meet
53
Berpisah?
54
Twin
55
Masa Lalu
56
Roseta Terganggu
57
Jealous
58
Bercanda?
59
Dengan Benar
60
Berita Apa?
61
Maaf
62
Marah
63
Keras Kepala
64
Dilema
65
Ungkapan
66
Save Us
67
Kembali
68
Tidak Bisa Berkata-Kata
69
Siasat
70
Difficult
71
Kejutan
72
Secret
73
Mimpi
74
Marah
75
Feeling
76
Promise
77
Makan Malam
78
Sampai Jumpa
79
Ringkus
80
Pergi
81
Not Same
82
Kembali
83
Proposal
84
Lagi?
85
Wedding

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!