Bunga Pengantin
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
"Janganlah kamu lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, karena kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman" (QS.Ali Imran: 139).
***
Annisa, gadis itu tak pernah berhenti tersenyum sedari tadi. Wajah cantiknya yang tertunduk anggun disertai rona merah di kedua pipi mulusnya turut menghiasi kegugupan malam ini. Ia gugup bercampur bahagia karena hari ini atau tepatnya beberapa waktu yang lalu ia telah resmi menjadi milik seseorang. Benar, ia resmi naik tahta menjadi istri seorang pemuda yang mengkhitbahnya satu minggu yang lalu.
"Annisa." Panggil sang suami lembut. Mereka saat ini sedang berada di dalam kamar pengantin mereka berdua, dihiasi dengan beraneka ragam bunga yang indah lagi menebarkan wangi yang menggelitiki dan menenangkan. Inilah mengapa Annisa merasa sangat gugup dan yah..kalian bisa pikirkan itu.
"I-iya Mas." Jawabnya lembut lagi malu-malu. Mendengar jawaban sang istri, sang suami pun tak bisa menahan senyum kebahagiaannya lagi. Ah, wajah malu-malu sang istri juga rona merah yang kontras dengan kulitnya yang indah lagi putih dan mulus membuat nya tak bisa berkata lain selain manis, yah Annisa adalah gadis yang manis.
"Apakah diri mu ridho dengan diri ku sebagai suami, mu?" Tanya sang suami berucap lembut, membuat Annisa semakin tertunduk malu. Ah, betapa manisnya gadis ini pikir sang suami.
"Tentu saja aku ridho terhadap mu, Mas." Jawab Annisa lembut lagi malu-malu.
Sang suami tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya mengerti. "Baiklah Annisa, setelah malam ini kita akan memulai hidup bersama, membuka lembaran yang baru dengan jalan kehidupan kita berdua sebagai tintanya. Maka dari itu, ayo kita jalani semua yang akan Allah gariskan kepada kita
dengan bersama-sama dan saling mengingatkan." Perlahan ia raih wajah Annisa, ia angkat perlahan sehingga kedua mata mereka bertemu.
Dengan gugup sang suami pun menegakkan tubuhnya tepat berada diatas ubun-ubun sang istri yang membuat Annisa memejamkan matanya bahagia. Maka dengan penuh pengharapan ia pun mulai membisikkan sebuah doa yang akan terus mengikat mereka dengan rahmat dan ridho Allah.
اللَّهُمَّإِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
"Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiat yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa."
"Aamiin." Harap mereka tulus. Sang suami pun mengecup puncak kepala Annisa singkat namun dilakukan beberapa kali secara perlahan hingga turun ke kening, kemudian ke kedua matanya, hidung, dan-
Kring~
Kring~
Kring~
Suara dering handphone sang suami mengintrupsi kegiatan manis mereka. Sang suami menatap mata Annisa lembut meminta persetujuan untuk menjawabnya. Annisa tersenyum lembut dan mengangguk pelan, memberikan sang suami kesempatan untuk menjawab sang penelpon.
Suaminya pun meraih handphonenya, menatap nama sang penelpon yang tidak diketahui namanya. "Hallo, assalamualaiku-" Ucapan salam sang suami terpotong dan entah mengapa raut wajah sang suami tiba-tiba berubah mengeras, yah Annisa tau ada emosi di sana.
"Mas-" Belum selesai ucapan Annisa sudah dipotong dengan tatapan tajam sang suami. Annisa takut, ia tak pernah melihat orang yang semarah ini dalam hidupnya. Ah, dia pun mulai mempertanyakan kemana suaminya yang hangat dan lembut beberapa waktu yang lalu.
Selama suaminya menelpon, Annisa hanya diam mengamati. Ada perasaan takut dan gelisah yang ia rasakan tiba-tiba memeluknya erat.
Ada apa ini? Batin Annisa gelisah.
"Annisa." Panggil suaminya, namun suaranya tak sehangat beberapa waktu lalu.
"I-iya, Mas." Suara Annisa gugup. Bahkan air mata yang kini mengalir lembut dari kedua matanya tidak pernah ia setujui akan kehadirannya. Ini terlalu tiba-tiba dan menegangkan.
"Ayo kita bercerai." Ucap sang suami dingin tanpa raut bersalah.
Annisa membeku, mendengarnya membuat Annisa seakan mati rasa. Ia mencoba menampik dan berharap ini hanya mimpi buruk namun faktanya ini nyata.
"Mas Dimas-"
"Aku akan mengirimkan mu surat perceraian kita. Aku pikir kita tidak bisa bersama lagi.." Cecar Dimas, ya suaminya yang tidak berhati itu bernama Dimas. Laki-laki yang beberapa waktu lalu bersikap hangat itu adalah suaminya yang kini bersikap dingin kepadanya. Annisa tidak tau seperti apa sifat sang suami akan tetapi melihatnya seperti ini membuat Annisa mau tidak mau terjebak dalam pikiran negatif.
Terdiam, ia meremas kuat pakaian pengantin yang masih ia gunakan dengan perasaan terluka. Menutup matanya kuat, ia berharap ketika ia membuka matanya lagi semua yang ia dengar dan lihat tadi hanya khayalan semata. Annisa berharap tapi apa yang ia harapkan sesungguhnya hanya angan-angan saja.
"Kenapa, Mas? Padahal kita belum memulai semuanya." Tuntut Annisa ingin tau, yah mereka baru saja resmi menikah 3 jam yang lalu. Tapi mengapa Dimas ingin berpisah dengannya di saat mereka belum memulai apapun, apa lagi membuat sebuah kesalahan rasanya itu tidak mungkin karena mereka sebelumnya tidak saling
mengenal dan tidak pernah bertemu.
"Kau tidak perlu tahu Annisa, hanya saja maaf Mas telah mengecewakan mu." Maka dengan begitu Annisa seakan kosong, dari ekspresi yang Annisa lihat, permintaan maaf Dimas tak lebih dari sekedar bualan semata. Karena baik ucapan dan ekspresi sangat berbanding terbalik dengan apa yang Annisa lihat.
"Mas, pergi. Assalamualaikum." Ya, itu adalah kata terakhir yang Annisa dengar darinya. Seharusnya salam itu adalah sebuah doa keselamatan untuk semua orang tapi bagi Annisa itu tidak berlaku. Salam itu adalah sebuah pembuka untuk awal hidupnya yang hancur.
Dimas melangkah pergi seraya membawa sebuah koper yang berisikan seluruh pakaiannya. Koper yang
belum sempat Annisa buka dan di tata rapi ke dalam lemari mereka kini telah ia bawa pergi kembali.
Annisa menatap pintu kamar pengantinnya kosong, ia edarkan seluruh pandangan kebingungannya keseluruh area kamar. Kamar pengantin yang seharusnya menjadi awal yang indah kini malah berakhir dengan sebuah perpisahan yang buruk dan melukai perasaannya.
Bahkan bunga pengantin yang seharusnya menjadi saksi bisu kebahagiaannya kini malah menjadi saksi bisu dari kekejaman takdir. Ya, ia ditinggal di malam yang pertama tanpa alasan yang jelas dan tanpa penjelasan yang berarti.
Annisa terduduk lemas menyentuh dadanya sakit. Ada rasa sesak dan nyeri yang menjalar keseluruh tubuhnya. Tiba-tiba suara ribut dan teriakan terdengar dari luar, dan dengan begitu rumor bahwa Annisa yang ditinggal oleh Dimas langsung menyebar luas. Membuat orang-orang menatap Annisa dengan pandangan sebelah mata, mereka
berpendapat bahwa Annisa adalah gadis yang sudah tidak suci lagi, mereka meragukan kebenaran yang coba Annisa jelaskan bahkan oleh keluarganya sendiri.
Maka dengan begitu Annisa menyadari satu hal bahwa orang-orang di luar sana menganggap dia manusia yang paling jahat dan ternoda. Mereka menatapnya seakan-akan ia adalah gadis dengan noda dosa yang paling besar dan mengerikan, lantas apakah ini wajar ia dapatkan di saat kebenaran yang coba ia sampaikan ditolak mentah-mentah oleh mereka semua?
***
"Annisa?" Tegur seorang gadis yang terlihat seumurannya. Ia menatap khawatir wajah Annisa. Annisa tersadar dari alam bawah sadarnya dan beralih menatap wajah Puspa, sepupunya yang juga merangkap sebagai sahabatnya.
"Kau melamun lagi, apa ada masalah?" Khawatir Puspa. Bagaimana ia tidak merasa khawatir jika ini sudah kesekian kalinya ia mendapati Annisa melamun. Ia tidak bodoh jika tidak menyadari bahwa Annisa masih terbayang masa lalunya.
"Maaf." Pinta Annisa menyesal, yah Annisa memang menyadari betapa cerobohnya ia karena melamun di tempat kerjanya, bahkan ini bukan pertama kalinya tapi ini untuk yang kesekian kalinya.
"Ini sudah 7 bulan berlalu, ayo lupakan malam itu. Lagipula aku tetap mempercayai mu sebagai gadis yang baik-baik jadi jangan dipikirkan." Suara Puspa khawatir, walaupun ia berkata seperti itu tapi ia tau betul jika luka dan
trauma yang didapatkan oleh Annisa sangatlah dalam, bohong bila Annisa dapat melupakannya semudah itu.
Annisa tersenyum hangat, sangat manis. "Tentu saja aku akan melakukannya." Jawabnya bersemangat, Puspa tau jika Annisa tidak benar-benar melakukannya. Ia tau bahwa senyuman dan semangatnya adalah topeng.
Jika kalian menjadi Annisa apakah kalian masih bisa tersenyum di saat baru beberapa jam pernikahan, kalian sudah ditinggalkan dan diceraikan tanpa alasan yang jelas?
Apa kalian masih bisa tersenyum?
Apa lagi sejak saat itu orang-orang mulai menatapnya ragu, seakan-akan sebuah kebenaran yang coba Annisa sampaikan adalah sebuah dongeng pembawa tidur. Mereka bahkan mulai berbisik-bisik siapakah gerangan yang membuat Annisa melepaskan kesuciannya. Ini memang sulit dipercaya mengingat bahwa Annisa tidak pernah keluar dari rumah atau sekedar bertemu seseorang yang jelas-jelas bukan muhrimnya, namun kepergian Dimas seakan mematahkan semuanya bahwa ya, mana mungkin sang suami meninggalkan istrinya apalagi dimalam pertama mereka jika tidak bahwa fakta sang istri tidak suci lagi.
"Aku akan melihat stok yang baru datang, Mbak Yana bilang stok untuk satu minggu ke depan sudah datang." Suara Annisa memecahkan keheningan di antara mereka. Ia berjalan melewati Puspa menuju gudang penyimpanan.
Jangan heran, karena setelah kejadian itu Annisa memilih untuk bekerja disebuah cabang butik milik keluarganya. Ini ia lakukan untuk mengalihkan pikiran dan mencoba menyibukkan diri dari baying-bayang masa lalunya. Bagi Annisa ingatan akan malam itu masihlah sangat segar dan fakta bahwa dirinya menjadi seorang janda diumur semuda ini membuat Annisa merasa telah gagal. Yah, umur Annisa masih 19 tahun dan bulan depan sudah dipastikan Annisa akan memasuki usia yang kedua puluh. Usia yang bisa dikatakan dewasa dan matang.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
adning iza
baru singgah thoorrr
2023-03-17
0
Hasrie Bakrie
Aq ijin mampir ya thor
2023-01-02
0
🍀 chichi illa 🍒
mampir
2022-12-03
0