Bisakah

"Alhamdulillah.." Suara ku bersyukur, aku menyeka keringat yang mengalir lembut di atas kening ku. Lalu melirik pergelangan tangan ku dimana terdapat jam tangan mungil yang bertengger manis di sana. Ah, ternyata ini sudah menunjukkan hampir pukul 9 pagi.

"Annisa, apa kau menanam bunga baru lagi, Nak?" Panggil Abi yang kini sedang berdiri memandang bunga mawar hitam setinggi pahaku. Bunga ini baru beberapa waktu yang lalu aku tanam.

Aku tersenyum dan membawa langkah kaki ku berjalan mendekati Abi, diumur yang sudah tidak muda lagi Abi terlihat sangat masih bugar dan bersemangat, aku kagum.

"Iya, Abi. Annisa menanam bunga baru lagi." Jawab ku sopan seraya berjongkok untuk mengamati bunga mawar yang lain. Di sini aku menanam berbagai macam warna bunga mawar karena sejujurnya aku pribadi sangat menyukai bunga mawar. Mereka mempunyai arti yang menarik untuk ku.

"Setelah warna merah dan merah muda, sekarang kau menanam bunga mawar berwana hitam?" Heran Abi membuat ku tidak bisa tidak tersenyum.

"Iya, Abi. Warna hitam ini sangat langka, ini dikarenakan rekayasa genetik yang dilakukan tidak terlalu mudah untuk dilewati dan jujur ini sangat menarik." Ya, selain proses rekayasa genetik yang sulit mawar hitam juga mempunyai arti yang sangat sesuai dengan apa yang aku rasakan. Jika mawar merah berarti sebuah cinta yang tulus dengan keberanian dan warna merah muda yang berarti sebuah cinta yang tulus serta lembut, maka bunga mawar hitam berarti sebuah perasaan yang dalam. Mawar ini melambangkan sebuah penderitaan yang tidak bisa digambarkan

dan dikatakan dengan kata-kata. Mawar hitam sangat misteri dan tertutup, itulah mengapa aku sangat ingin menanam bunga ini di taman belakang rumah, karena ketika melihatnya aku akan merasa bahwa, ya, inilah rasanya.

"Ck, dasar maniak bunga mawar." Decak Safira yang kini sudah berdiri bersedekap dada di belakang aku dan Abi. Abi hanya menanggapi Safira dengan gelengan kecil seraya pamit berlalu meninggalkan aku dan Safira berdua.

Rasanya saat ini aku tidak bisa lagi menyembunyikan senyum ku, aku tahu satu hal dan menyadarinya bahwa sedari tadi Safira pasti menyimak pembicaraan ku dan Abi. Dengan begitu aku bisa menyimpulkan bahwa Safira selalu memperhatikan dan tidak membenci ku, mungkin, ya semoga saja.

"Berhentilah tersenyum tidak jelas, kau terlihat idiot." Suara Safira cuek, aku terkejut dan langsung mulai mengembalikan ekspresi awal ku.

"Maaf." Suara ku meminta maaf, mendengar permintaan maaf ku ekspresi Safira terlihat berubah jadi aneh, ia seperti sedang bersedih?

Ah, itu pasti hanya pemikiran dan perasaan ku saja.

"Apa kau tidak bersiap? Bukankah hari ini kau ada janji dengan Puspa?" Peringat Safira membuat ku langsung tersadar akan sesuatu. Ya, hari ini aku ada janji dengan Puspa, aku akan menemani puspa ke toko buku untuk membeli beberapa buku yang ia cari dan astaga aku benar-benar melupakan hal ini.

"Ah, ya benar. Kenapa bisa-bisanya aku melupakan hal ini." Sesalku. Segera aku membereskan semua peralatan yang ku gunakan untuk menanam dan membersihkan taman. Setelah semua peralatan yang pernah ku gunakan telah aku kembalikan pada tempatnya, aku langsung bersiap meninggalkan taman. Akan tetapi sebelum aku

benar-benar pergi, aku berbalik menatap Safira. Safira terlihat terkejut melihat pergerakan ku, ia seperti ketahuan telah melakukan sesuatu.

"Safira, terima kasih untuk hari ini." Ucap ku tulus seraya memberikannya sebuah senyuman tulus. Safira tidak tersenyum dan membalas senyuman ku dengan gumaman kecil.

"Mn." Gumam Safira. Dengan begitu aku langsung pergi meninggalkan pekarangan belakang dan bergegas masuk ke dalam rumah untuk bersiap dan membersihkan diri.

                                                                                         ***

Safira P. O. V

Semilir angin pagi yang segar dan sejuk bergerak teratur menerbangkan tirai jendela kamar ku. Namun, seberapa pun besar angin sama sekali tidak dapat mengganggu atau menghalangi pandangan ku. Di sana, tepatnya di belakang rumah ini ku lihat dia beberapa kali mengusap keringat mengalir di dahi dengan tangan kanan berlumpurnya. Terkadang ia menghela nafas lelah lalu kembali lagi menggali tanah, menanam bunga. Terkadang juga ia terlihat mengaduh dan secepat kemudian menatapi salah satu jari ditangannya yang terlihat berdarah. Menatap dan hanya menatap, tidak melakukan tindakan cepat apapun untuk menutupi atau mengobatinya.

"Ceroboh." Desis ku tidak suka.

Ini sudah hampir 8 bulan setelah kejadian itu, kejadian yang membuatnya menjadi gadis yang lain. Dulu saat semuanya belum terjadi ia adalah gadis yang ceria dan periang, bahkan semua orang juga sangat menyukainya. Tidak ada yang bisa menolak kehadiran Kakak ku ini. Akan tetapi tiba-tiba kejadian itu terjadi begitu saja, merenggut kehidupan Kakak ku dimata semua orang, termasuk dimata Umi ku sendiri.

Sebenarnya jauh dalam diriku merasa terluka mendapati kenyataan bahwa Kakak ku adalah salah satu pengantin yang tidak begitu beruntung di dunia ini, bahkan menjadi janda dalam waktu beberapa jam saja diumurnya yang masih muda.

Sejak saat itu pula orang-orang terus saja membicarakan Kakak ku yang tidak beruntung, memandangnya sebelah mata sehingga membuat Kakak ku mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan semua ini. Ia harus berpura-pura kuat dan tegar, bersikap seolah tidak ada yang pernah terjadi. Tapi sekali lagi semua itu hanya topeng bukan?

Ia tetaplah manusia terlebih ia adalah seorang wanita. Mendapatkan guncangan sebesar ini bukan tidak mungkin membuatnya merasa lemah dan tidak berdaya. Aku tau bahwa ia tidak sekuat itu.

Sejujurnya jauh dalam diriku aku mempercayai bahwa Kakak ku tidak bersalah sama sekali saat kejadian itu karena aku mengenal kakak ku, ia tidak akan pernah bertindak sebodoh itu. Akan tetapi yang membuat ku selalu bersikap tajam kepadanya adalah karena diriku sendiri. Aku tidak bisa menerima bahwa semua yang terjadi pada Kakak ku adalah karena kesalahan kami semua. Jika saja saat itu kami tidak memaksanya menikah dengan laki-laki kurang ajar itu, mungkin ia tidak akan seterluka ini. Ia tidak akan sekurus ini dan tidak akan menggunakan topeng di setiap harinya. Tapi bodohnya semua telah terlambat, kami yang telah melukainya. Sejujurnya aku terluka melihat Kakak ku seperti ini dan begitu kecewa kepada diriku sendiri.

Aku menghela nafas dan memutuskan untuk turun kebawah, menemui dan mencoba membantunya di sana.

Akan tetapi setelah aku tiba di sana sudah ku dapati Abi sedang berbicara dengannya. Ia terlihat antusias menjawab dan menjelaskan apa yang ia lakukan di sini. Kemudian ia menjelaskan bunga mawar yang ia tanam adalah bunga mawar yang langka. Ah, aku tau bunga mawar hitam ini.

Bunga mawar hitam ini mempunyai arti yang sangat dalam dan menyentuh. Bunga ini adalah gambaran sebuah luka yang dalam. Yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata dan aku tau mengapa ia menanam bunga ini, bunga ini adalah gambaran untuk dirinya sendiri, betapa mudah ditebak.

"Ck, dasar maniak bunga mawar." Suara ku berdecak di belakang Abi dan dia. Abi hanya menanggapi ku dengan gelengan kecil seraya pamit berlalu meninggalkan aku dan Annisa berdua.

Setelah kepergian Abi, Annisa terus saja menatap ku dengan mata berbinarnya. Bahkan sedari tadi bibirnya terus saja tersenyum. Aku sedikit lega melihatnya hari ini.

"Berhentilah tersenyum tidak jelas, kau terlihat idiot." Suara ku cuek, dia terlihat terkejut dan langsung mulai mengembalikan ekspresi awalnya. Itu sangat lucu melihatnya menjadi seperti ini. Sejujurnya aku tidak bermaksud berbicara tajam seperti ini kepadanya, akan tetapi entah mengapa aku tidak bisa menahan kekesalan diriku kepada diriku sendiri.

"Maaf." Suaranya meminta maaf, aku tertegun mendengar permintaan maafnya. Tidak, seharusnya tidak begini. Ia sama sekali tidak bersalah di sini jadi untuk apa dia meminta maaf?

"Apa kau tidak bersiap? Bukankah hari ini kau ada janji dengan Puspa?" Peringat ku membuatnya langsung tersadar akan sesuatu. Ya, hari ini dia ada janji dengan Puspa, dia akan menemani Puspa ke toko buku untuk membeli beberapa buku yang Puspa cari, dia benar-benar ceroboh jika melupakan hal penting ini.

"Ah, ya benar. Kenapa bisa-bisanya aku melupakan hal ini." Sesalnya. Segera dia membereskan semua peralatan yang dia gunakan untuk menanam dan membersihkan taman. Setelah semua peralatan yang pernah ia gunakan telah dikembalikan pada tempatnya, ia langsung bersiap meninggalkan taman. Akan tetapi sebelum ia benar-benar pergi, langkahnya terhenti kemudian berbalik menatap ku. Aku sedikit terkejut melihat pergerakannya, karena sedari tadi terus saja memperhatikan pergerakannya aku sangat malu sudah ketahuan mengamatinya.

"Safira, terima kasih untuk hari ini." Ucapnya terlihat tulus seraya memberikan ku sebuah senyuman tulus. Aku tidak tersenyum dan membalas senyumannya dengan gumaman kecil. Entah mengapa bibirku terasa kaku untuk membalas senyumannya dengan senyuman yang sama.

"Mn." Jawab ku kaku.

Setelah itu  ia langsung pergi meninggalkan ku dan masuk ke dalam rumah. Aku menghela nafas pelan, berbicara dengannya membutuhkan kekuatan yang besar.

                                                                                            ***

Author P. O. V

Annisa dan Puspa kini sedang berjalan-jalan mengelilingi sebuah toko buku. Dalam keadaan diam mereka terlihat sangat fokus memandangi semua deretan buku di atas rak.

"Puspa, lebih baik kita berpisah saja. Aku akan ke utara untuk mencari buku yang ku inginkan, kita bertemu lagi di depan kasir." Suara Annisa yang membuat Puspa mengangguk setuju.

"Kurasa, iya. Baiklah sampai jumpa lagi, An." Suara Puspa memutuskan seraya pergi berjalan ke arah barat. Melihat kepergian Puspa, Annisa pun bergerak ke arah rak-rak buku sebelah utara.

Annisa menggeser sedikit demi sedikit langkah sambil terus memperhatikan deretan buku tersebut. Bahkan Annisa tidak memperdulikan atau memperhatikan keadaan sekitarnya dan terus saja fokus pada deretan buku tersebut hingga-

"Astagfirullah!"

"Astagfirullah!" Kaget mereka berdua bersamaan. Annisa langsung menggeser tubuhnya sejauh mungkin dengan orang tersebut. Ia bahkan memastikan bahwa jarak mereka berdua sangatlah jauh.

Sambil menunduk tidak berani menatap sang korban, Annisa mengucapkan sebuah permintaan maaf yang menandai bahwa betapa menyesalnya ia. Annisa bahkan berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama di masa depan nanti.

"Afwan, saya minta maaf atas ketidak sopanan saya terhadap Anda. Sungguh saya tidak bermaksud sengaja untuk melakukan itu kepada Anda. Saya minta maaf." Ucap Annisa menyesal.

"Tidak apa-apa, sungguh saya tidak apa-apa. Hanya saja lain kali tolong berhati-hati." Jawab pemuda tersebut.

Deg

Annisa memejamkan matanya spontan. Mencoba mengingat siapakah gerangan pemilik suara ini hingga akhirnya ia menyadari bahwa ia pernah mendengar suara ini beberapa hari yang lalu dibutik. Untuk meyakinkan dirinya perlahan Annisa mengangkat wajahnya-

"Kalau begitu saya permisi dulu, Assalamualaikum." Pamit pemuda tersebut karena tidak mendapatkan respon dari Annisa.

Annisa terkejut dan kembali menunduk.

"Waalaikumussalam." Jawab Annisa menjawab salam yang diikuti dengan suara langkah kaki menjauh. Kembali, Annisa mencoba mengangkat kepalanya hati-hati. Menatap teliti kearah punggung kokoh yang sedang berjalan tegap di sana.

"Ternyata benar." Gumam Annisa kepada dirinya sendiri. Annisa menatap penasaran terhadap laki-laki tersebut hingga ia tanpa sengaja melihat ada buku terselip ringan di tangan kanan laki-laki tersebut. Jika dilihat lebih jelas lagi, buku itu terlihat lebih feminim untuk ukuran seorang muslimah.

"Barangkali itu untuk Adiknya." Lagi, Annisa bergumam kepada dirinya sendiri. Ini seakan ia sedang menyemangati dirinya untuk sesuatu yang hanya dirinya sendiri yang tau.

Setelah bayangan tubuh kokoh itu benar-benar hilang dari pandangan Annisa, tanpa ia sadari tangan kanannya kini sudah terangkat menyentuh dadanya. Ada debaran kuat yang bergema keras di dalamnya, itu tidak terasa sakit justru perasaan manis yang ia dapatkan di sana.

 "Ya Allah, apa aku bisa berharap untuk ini?" Gumam Annisa penuh harap. Ia tidak tahu mengapa, namun kali ini terasa berbeda. Sebelumnya ia tidak pernah memikirkan hal seperti ini, namun sejak hari itu ia entah mengapa menjadi orang yang suka melamun.

Ia tau, rasa sakit ditinggalkan tanpa alasan yang jelas masih teringat jelas dalam pikirannya. Namun, ia juga tidak ingin berbohong lebih jauh lagi bahwa ia mendambakan seseorang yang mau membawa dan membimbingnya ke jalan yang lebih baik.

Untuk itu kali ini, apakah ia bisa melabuhkan harapannya terhadap laki-laki tersebut?

Jika, iya. Annisa akan menunggu dengan cukup sopan untuk kebaikan Allah, menunggu hari itu datang.

                                                                                        ***

Annisa langsung masuk ke dalam rumah setelah ia memberikan salam, namun lagi-lagi tidak ada yang menjawab salamnya. Untuk menuntaskan keitahuannya, Annisa pun langsung berjalan ke arah ruang keluarga. Benar seperti apa yang dipikirkannya bahwa sekarang keluarganya sedang berbincang hangat di sana. Seperti kemarin sore mereka sedang asik berkumpul, terlihat damai dan menyenangkan.

"Jadi, bagaimana dengan Mas Gio?" Samar-samar Annisa bisa mendengar suara Uminya.

"Umi-"

"Mas Gio membelikan Saqila sebuah buku Umi, bukankah ini mempunyai maksud yang lain?" Suara Safira terdengar bersemangat kali ini. Perlahan Annisa memberanikan dirinya untuk melihat apa yang mereka sedang perbincangkan hingga mata Annisa tanpa sengaja jatuh pada sebuah buku yang masih terbungkus rapat di atas sebuah meja.

"Ini seperti buku yang laki-laki itu bawa." Gumam Annisa tidak percaya. Annisa berusaha mengenyahkan pikirannya dan menggeleng pelan. Lalu memilih mundur untuk berjalan ke kamarnya. Annisa tidak ingin menduga-duga apa yang terjadi, karena ia tidak ingin menghancurkan sesuatu yang ia bangun sendiri.

"Bukankah buku itu tidak hanya satu di toko buku?"

Bersambung..

Terpopuler

Comments

🍀 chichi illa 🍒

🍀 chichi illa 🍒

andai posisi Nisa kembali pada mu masih bisa kah kau bersuara Fira .... judes kok kebangetan ...sodara sendiri juga

2022-12-03

1

Ummi Alfa

Ummi Alfa

eh.... iya ini anisa kakaknya safira tapi gio akhirnya emang jodoh anisa.

2021-08-17

1

Aqila Zidny Zidny

Aqila Zidny Zidny

masya allah ini cerita ania kakaknya safira seneng banget pasti seru ini ceritanya semamgat thor

2021-08-15

0

lihat semua
Episodes
1 Di Malam Pengantin
2 Ainalllah
3 Awal
4 Bisakah
5 Kebetulan yang aneh
6 Celah
7 Masih Abu-abu
8 Langkah Pertama
9 Mimpi Buruk
10 Sapaan yang Hangat
11 Seringai
12 Kunci
13 Alur
14 Hancur
15 Hilang
16 Sandiwara
17 Bukan Ilusi
18 Terasa Manis
19 Surat
20 Alunan Yang Indah
21 Tikus Kecil
22 Namanya Reina
23 Kehangatan
24 Busuk
25 Dia menyesal
26 Sebelum Badai Bertiup
27 Badai itu Datang
28 Mereka Bilang Aku Kotor
29 Biarkan Aku Membayarnya
30 Si Kecil Berlemak
31 Sahabat
32 Berkunjung ke Rumah Umi
33 Bawang
34 Racun
35 Dia Marah
36 Jangan Menangis
37 Gadis Iblis
38 Dia Menatapku Dingin
39 Keluar dari Rumah Sakit
40 Hukuman
41 Pulang ke Rumah
42 Tamu
43 Lamaran itu Pesta?
44 Cerita Saqila
45 Menjemput Kebahagiaan
46 Bunga Pengantin
47 Season II: Part 1
48 Season II: Part 2
49 Season II: Part 3
50 Season II: Part 4
51 Season II: Part 5
52 Season II: Part 6
53 Season II: Part 7
54 Season II: Part 8
55 Season II: Part 9
56 Season II: Part 10
57 Season II: Part 11
58 Season II: Part 12
59 Season II: Part 13
60 Season II: Part 14
61 Season II Part 15
62 Season II: Part 16
63 Season II: Part 17
64 Season II: Part 18
65 Season II: Part 19
66 Season II: Part 20
67 Season II: Part 21
68 Season II: Part 22
69 Season II: Part 23 End
70 Dear My Dion
71 Aku Bukan Perawan Tua
72 Calon Adikku Menjadi Suamiku
73 Hallo?
Episodes

Updated 73 Episodes

1
Di Malam Pengantin
2
Ainalllah
3
Awal
4
Bisakah
5
Kebetulan yang aneh
6
Celah
7
Masih Abu-abu
8
Langkah Pertama
9
Mimpi Buruk
10
Sapaan yang Hangat
11
Seringai
12
Kunci
13
Alur
14
Hancur
15
Hilang
16
Sandiwara
17
Bukan Ilusi
18
Terasa Manis
19
Surat
20
Alunan Yang Indah
21
Tikus Kecil
22
Namanya Reina
23
Kehangatan
24
Busuk
25
Dia menyesal
26
Sebelum Badai Bertiup
27
Badai itu Datang
28
Mereka Bilang Aku Kotor
29
Biarkan Aku Membayarnya
30
Si Kecil Berlemak
31
Sahabat
32
Berkunjung ke Rumah Umi
33
Bawang
34
Racun
35
Dia Marah
36
Jangan Menangis
37
Gadis Iblis
38
Dia Menatapku Dingin
39
Keluar dari Rumah Sakit
40
Hukuman
41
Pulang ke Rumah
42
Tamu
43
Lamaran itu Pesta?
44
Cerita Saqila
45
Menjemput Kebahagiaan
46
Bunga Pengantin
47
Season II: Part 1
48
Season II: Part 2
49
Season II: Part 3
50
Season II: Part 4
51
Season II: Part 5
52
Season II: Part 6
53
Season II: Part 7
54
Season II: Part 8
55
Season II: Part 9
56
Season II: Part 10
57
Season II: Part 11
58
Season II: Part 12
59
Season II: Part 13
60
Season II: Part 14
61
Season II Part 15
62
Season II: Part 16
63
Season II: Part 17
64
Season II: Part 18
65
Season II: Part 19
66
Season II: Part 20
67
Season II: Part 21
68
Season II: Part 22
69
Season II: Part 23 End
70
Dear My Dion
71
Aku Bukan Perawan Tua
72
Calon Adikku Menjadi Suamiku
73
Hallo?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!