Kebetulan yang aneh

"Jadi, siapa itu Mas Gio?" Tanya Annisa dengan senyuman menggodanya. Saqila terlihat terkejut, ada rona merah di kedua pipinya.

"Kak Annisa tau darimana tentang Mas Gio?" Tanya Saqila malu-malu. Saqila sebenarnya tidak bermaksud lain dengan pertanyaannya, itu karena ia bermaksud basa-basi dengan obrolan mereka.

Berbeda dengan pikiran Saqila, Annisa justru ketika mendengar ini warna wajahnya langsung berubah. Tatapannya kini menyendu, ia tau mungkin Saqila tidak bermaksud lain akan tertapi pertanyaan ini justru membuat Annisa merasa jatuh dan menyadari bahwa, ya, obrolan ini adalah obrolan untuk keluarga yang hangat, sedangkan ia bukanlah bagian dari hal tersebut. Jadi, pantas jika Saqila mempertanyakan ini karena Annisa sadari sendiri ia tidak pernah dilibatkan dalam obrolan keluarga.

"Apa Kakak diberitahu oleh Safira tentang hal ini?" Saqila bertanya lagi karena belum mendapatkan respon apapun dari Annisa.

"Tidak, itu tidak terjadi." Jawab Annisa canggung karena mendapatkan pertanyaan yang lebih sulit dari sebelumnya. Annisa berpikir sejenak, apakah ia akan menjawab Saqila bahwa selama ini ia selalu menguping pembicaraan mereka. Bukankah itu bisa saja membuat ia tersinggung? Mencuri informasi yang seharusnya ia tidak ketahui.

"Lalu, apakah dari Abi?" Tanya Saqila terdengar bersemangat dengan topik obrolan mereka kali ini. Annisa terdiam cukup lama, menatap kosong sebuah vas bunga yang berdiri apik ditengah-tengah meja.

"Tidak, itu juga tidak terjadi." Jawab Annisa dengan tatapan miris. Faktanya memang benar bukan bahwa tidak satu pun dari yang Saqila sebutkan memberikannya kesempatan untuk mendengar informasi ini. Bahkan walaupun Abi adalah pihak yang selalu membela Annisa di sini, akan tetapi untuk sesuatu sepenting ini Abi tidak memberikannya kesempatan. Jadi apa sekarang, apa benar jika kehadiran Annisa benar-benar dihargai di sini?

Saqila mengernyitkan dahinya bingung, jika Annisa tidak mendapatkan informasi dari Safira dan Abi lalu dari mana ia mendapatkan informasi tentang Mas Gio? Apa Umi yang telah memberitahunya?

Jika, iya, maka Saqila akan merasa sangat bahagia mendengarnya.

"Jika bukan dari salah satu mereka, apakah itu Umi?" Saqila bertanya dengan tatapan rasa ingin tahunya yang tinggi. Lagi, Saqila tidak menyadari jika pertanyaan kali ini kembali menyakiti perasaan Annisa. Karena bagi Annisa jika itu menyangkut tentang Umi maka semuanya akan sangat tidak mungkin. Annisa tau betul betapa marahnya Umi kepadanya, berbicara sedekat ini dengan Umi adalah sebuah mimpi yang indah bagi Annisa. Namun sayang, sekali lagi itu hanya mimpi bukan?

"It-"

"Tentu saja itu tidak akan terjadi."

Deg

Annisa langsung mengatupkan bibirnya, menutupnya serapat mungkin agar tidak mengeluarkan suara. Suara dingin itu perlahan bergerak mendekat, berjalan dan ikut mendudukkan dirinya di samping Saqila. Annisa perlahan mengalihkan pandangannya, menatap penuh rindu kepada Uminya. Tapi apa yang didapatkan Annisa adalah berbanding terbalik dengan apa yang diharapkannya. Seperti suaranya, tatapannya pun kini berubah dingin menatap Annisa enggan. Lalu, Umi memalingkan wajahnya menatap Saqila dengan tatapan keibuan, sangat lembut. Ah, betapa rindu Annisa dengan tatapan tersebut.

"Wanita ini sekarang mempunyai hobi baru lagi selain merusak keluarganya, ia kini senang sekali menguping pembicaraan orang. Benar-benar tidak sopan." Ucap Umi tajam.

Annisa memejamkan matanya, kedua tangannya kini telah bergetar hebat dan tanpa disadarinya bahwa kedua tangannya sudah meremat pakaiannya kuat. Ia sangat terluka rasanya ketika melihat seseorang yang melahirkannya kini menatapnya asing. Umi seakan-akan berbicara pada seseorang yang tidak pernah ia lahirkan dari rahimnya. Ah, Annisa benar-benar begitu miris mendapati kenyataan ini.

"Umi-"

"Saqila." Panggil Umi memotong ucapan Saqila. Saqila terdiam menunggu lanjutan ucapan dari Uminya.

 

 

"Umi meridhoi mu, Nak, bersama laki-laki yang kau mau. Kau tidak perlu meminta izin darinya atau pun berpikir ceroboh lagi tentang menunda kebahagiaan dan memilih menunggu wanita ini menikah lagi."

Umi mengucapkannya dengan suara yang lembut dan perhatian. Bahkan ia tidak pernah mengalihkan tatapannya dari sang putri.

Melihat ini, Saqila merasa sangat bersalah dengan ucapan Umi terhadap Annisa. Ia merasa jika ini sudah sangat menyakiti perasaan Annisa.

"Wanita ini tidak akan pernah diterima oleh laki-laki yang cerdas. Ia tidak akan mudah menikah, maka dari itu jika kau ingin menikah, maka menikahlah dengan izin dan ridho Umi dan Abi. "

Annisa semakin meremat pakaiannya. Ia rasa kali ini ia tidak cukup kuat mendengar kata-kata yang lebih jauh lagi. Oleh karena itu, Annisa memutuskan untuk angkat kaki dari ruang santai yang sedang mereka tempati saat ini.

"Umi, Saqila, sebaiknya Annisa ke atas dulu. Ada sesuatu yang harus Annisa selesaikan, Assalamualaikum." Pamit Annisa seraya berjalan pergi menuju ke arah tangga. Annisa bahkan langsung bergegas keluar tanpa menunggu jawaban salam dari mereka berdua. Ini mungkin terlihat sangat kurang ajar, akan tetapi Annisa sudah tidak mempunyai semangat lagi. Bagi Annisa ucapan Umi sudah terlalu menyakiti hatinya, sebuah kasih sayang pilih kasih yang Umi berikan kepadanya.

"Dasar wanita kurang ajar. Umi tidak ta-"

Samar, Annisa mendengar suara cemooh dari Uminya. Akan tetapi Annisa tidak perduli, mengabaikan dan mencoba melupakan hal tersebut dengan bergerak cepat menaiki tangga. Berjalan masuk ke kamar dan segera mengunci pintu kamarnya. Setelah dipastikan terkunci, Annisa langsung berbalik dan melemparkan dirinya dalam

pelukan kasur hangat.

Annisa terisak dalam diam, ia berpikir betapa bancinya sang Umi kepada dirinya sendiri. Apakah ini adalah hal yang wajar di saat ia dipaksa menikah tanpa mendengar suaranya untuk memilih?

Lihatlah Saqila, ia dengan bebasnya dapat memilih seorang pendamping yang baik untuk dirinya. Lalu, mengapa itu juga tidak berlaku pada Annisa?

 Lihat sekarang akhirnya pun adalah sesuatu yang sangat mengecewakan, di saat Annisa ditinggalkan tanpa alasan yang jelas tiba-tiba semua orang menatapnya sebagai pelaku dibalik semua itu. Mereka menganggap bahwa semua yang terjadi saat itu adalah kesalahan Annisa.

Lalu, apakah itu adil untuk Annisa?

                                                                                                    ***

Dia melihat semuanya, namun lagi-lagi ia bertindak diam. Ia tidak bertindak dengan apa yang diinginkan hatinya. Menghela nafas, gadis itu pun memilih melangkah ikut bergabung dengan dua orang yang sedang asik mengobrol di sana.

"Umi." Panggil gadis itu seraya ikut bergabung dengan mereka.

Umi mengalihkan pandangannya, menatap sosok gadis yang baru saja masuk kemudian dengan lembutnya ia memberikan sebuah senyuman yang hangat dan keibuan.

"Kemarilah, Safira." Pinta Umi membua Safira membawa langkahnya untuk ikut bergabung di samping Uminya.

"Kebetulan sekali kita berkumpul, Umi ingin membicarakan sesuatu tentang Kakak mu yang labil ini." Suara riang Uminya. Safira hanya menanggapinya dengan sebuah senyuman tipis.

"Umi, tolong dengarkan Safira dulu." Pinta Safira dengan suara yang lembut dan rendah. Umi tersenyum dan memberikan gestur mendengarkan. Hal ini pun berlaku terhadap Saqila yang sedari tadi hanya tersenyum malu-malu mendengar godaan Uminya.

"Umi, maaf sebelumnya. Safira tidak bermaksud lain mengungkit hal ini akan tetapi Umi, bisakah Umi berbicara lebih lembut kepada Kak Annisa?"

Mendengar Safira menyebut nama Annisa, senyuman hangat penuh keibuan yang sempat mendominasi wajahnya kini langsung hilang digantikan dengan wajah marah menahan emosi.

"Annis-"

"Ah, rasanya Umi masih belum menyiapkan makan siang bukan? Umi ke dapur dulu ya, kalian lanjutkan saja mengobrolnya." Pamit Umi memotong ucapan Safira. Umi langsung berdiri dari duduknya dan berjalan keluar. Seperti yang ia katakan, ia menuju dapur. Safira tidak bisa mengatakan apapun lagi. Ini bukan sekali dua kali Uminya seperti ini, sudah biasa baginya. Ketika sesuatu yang menyangkut tentang Kakak pertamanya itu, maka semuanya akan terasa canggung dan menegangkan. Menghela nafas, Safira memilih menutup mata dengan bantalan sofa. Ia cukup pusing dengan masalah keluarga ini.

                                                                                        ***

Annisa P. O. V

Aku melangkahkan kaki ku dengan semangat yang cukup terkontrol untuk memulai hari ini. Aku tidak berjalan menuju ke arah butik karena memang Mbak Yana sengaja meliburkan butik. Aku tidak tau alasan pastinya akan tetapi yang pasti Mbak Yana meliburkan butik selama satu minggu full. Karena itulah aku hanya berusaha menyibukkan diri dengan menanam dan merawat bunga di taman, beres-beres rumah, dan mencoba sesekali keluar bersama Puspa. Seperti hari ini tepatnya.

Aku menaiki sebuah taksi yang memang sengaja aku pesan melalui sebuah aplikasi berbayar. Di dalam taksi aku hanya menatap tanpa minat pemandangan luar. Tidak menarik namun aku tidak mempunyai kegiatan lain yang dapat membunuh rasa bosan ku. Sambil menatap luar, aku kembali teringat dengan sosok laki-laki yang baru beberapa waktu menarik perhatian ku. Sekilas, dia memang terlihat sangat berwibawa dan berpandangan. Ah, jika dipikirkan dia memang sesuatu yang sangat jauh untuk ku gapai. Namun, aku tidak berputus asa. Bukan kah Allah itu adil?

Aku tidak akan membuat pikiran yang membuat ku lemah lagi, aku yakin ia akan menjadi milik ku. Setelah sampai pada tujuan, aku langsung bergegas menuruni taksi dan berjalan masuk ke sebuah kafe santai.

"Puspa!" Panggil ku semangat setelah mengucapkan salam. Seperti yang terlihat, ia tidak cukup mendengar apa yang aku ucapkan beberapa waktu yang lalu. Ia hanya fokus pada seseorang yang sedang bicara bersamanya melalui via telpon. Akan tetapi ada yang aneh, Puspa terlihat menyembunyikan sesuatu dari ku. Karena ketika

melihat ku di depannya ia langsung menutup telpon tersebut, ini seperti ia sedang merahasiakan sesuatu dari ku.

"Ada apa?"

"Bukan apa-apa." Puspa terlihat memasang sebuah senyuman palsu.

"Kenapa tidak mengucapkan salam?" Tuntut Puspa seraya meletakkan handphonenya di atas meja.

Aku  memutar bola malas. "Aku sudah mengucapkan salam, akan tetapi kau tidak mendengar dan lebih sibuk dengan seseorang itu." Jawab ku malas seraya membawa buku menu kedepan ku.

"Benarkah, jadi kau juga mendengar apa yang aku bicarakan?" Puspa terlihat gelagapan, ia seperti ketakutan. Ternyata benar, ada yang dia sembunyikan dari ku, mungkin aku belum cukup baik untuk mendengarnya atau itu mungkin privasi yang memang cukup terlarang untuk diumbar.

"Ya, aku mendengar beberapa." Jawab ku acuh tak acuh, aku sengaja mengujinya. Akan seberapa panik ia saat aku mengungkapkan sesuatu yang cukup sensitif untuk disentuh.

"Apa..yang kau dengar?" Benar bukan, bahkan ia terlihat ragu saat mempertanyakan sesuatu yang aku ketahui. Melirik sekilas, wajahnya bahkan terlihat sangat tegang saat ini.

"Aku bercanda, aku baru saja datang. Tidak mendengar apapun, sungguh." Suara ku mengakhiri permainan ku. Ku lirik lagi, sekilas mimik wajahnya kini mulai menyurut tenang. Ah, ini sesuatu yang sederhana sebenarnya. Jika ini adalah sesuatu yang terlarang dan privasi, mungkinkah ini adalah sesuatu yang menyangkut tentang diri ku?

"Itu adalah privasi mu, jadi akan sangat sopan jika aku mendengarnya tanpa izin mu." Akui ku jujur. Walaupun terlihat mencurigakan, aku tau diri. Aku tidak akan berhak mengetahui apapun tanpa seizinnya, ini cukup ber-etika mengingat kami adalah keluarga yang dibesarkan dengan kedisiplinan yang baik.

"Baiklah, ayo kita mulai pesan sesuatu untuk dimakan. Aku sangat lapar." Putus ku untuk mengubah dan mencairkan topik pembicaraan.

                                                                                      ***

Setelah selesai makan dan membayar sejumlah administrasi, aku dan Puspa pun memutuskan untuk keluar dan langsung pergi ke taman dengan berjalan kaki. Sambil berjalan kaki kami sesekali mengobrol ringan. Hingga tanpa kami sadari kami telah  akhirnya sampai pada sebuah taman yang cukup ramai, mungkin karena ini sudah memasuki waktu sore sehingga mereka yang ingin bersantai pasti memilih tempat ini.

"Ann, aku pergi membeli air minum dulu. Kau bisa menunggu di tempat biasa." Suara Puspa membuatku mengangguk patuh dan melanjutkan langkah ku. Aku berjalan sendiri, tidak terlalu terbururu-buru karena ingin menikmati sejuknya angin sore yang menerpa wajah ku. Ah, betapa sejuk dan indahnya suasana sore ini. Begitu damai dan menenangkan, membuat saraf ku yang terbiasa tegang kini mulai terasa rileks dan nyaman.

Berjalan santai, aku mencoba bersikap ramah pada pejalan kaki yang juga sedang menikmati waktu sore. Mereka tidak acuh saat berpapasan dengan ku. Terkadang mereka memberikan ku sebuah senyuman ringan bahkan ada yang sampai menyapa ku dengan sapaan selamat sore.

Sejujurnya tempat yang biasa aku dan Puspa datangi cukup sepi dan terisolir dari perhatian keramaian. Itu karena kami menyukai ketenangan, terutama aku pribadi. Taman ini memang tidak luas, akan tetapi seperti tempat pada umumnya pasti selalu ada bagian yang tidak diminati pengunjung atau tidak tersentuh keramaian. Tempat itu kini adalah tujuan ku. Terus berjalan, perlahan orang yang berpapasan dengan ku sedikit demi sedikit berkurang. Tempat yang sepi memang jarang pemina-

"Sendiri aja, Neng. Mau Abang temenin gak?" Tiba-tiba laki-laki asing menghampiri ku, membuat ku takut setelah mendengar suaranya yang berniat menggoda. Laki-laki itu kini mensejajarkan langkah kaki lebarnya dengan langlah kaki ku yang sudah tidak karuan. Berniat menjauhinya, aku mempercepat langkah ku secepat mungkin agar ia tidak mengganggu ku lagi. Namun sekali lagi itu hanya angan ku saja, karena nyatanya laki-laki itu masih saja mengikuti ku dan tidak mau menyerah. Aku semakin takut, berpikir apa yang harus aku lakukan untuk terlepas dari laki-laki ini.

Mengedarkan pandangan, aku mencoba mencari keberadaan Puspa di sini akan tetapi hasilnya nihil. Sosok Puspa tidak terlihat dimana pun, jangankan Puspa, bahkan para pejalan kaki satu pun tidak ku temukan di sekitar sini.

"Pelan-pelan atuh Neng." Suara laki-laki itu kini semakin dekat. Bahkan aku bisa merasakan jika salah satu tangan ku coba ia genggam.

"Lepas!" Tepis ku kasar. Aku takut, ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Pertama kalinya dalam hidup ku mendapatkan perlakuan tidak sopan seperti ini, laki-laki ini bersikap seolah aku adalah wanita tidak baik yang terbiasa akan sentuhan orang asing. Padahal ini adalah pertama kalinya aku mendapatkan pengalaman ini, dilecehkan ternyata rasanya sesakit ini.

"Woo..cantik-cantik kok galak, makin gemes deh." Suara laki-laki terdengar menikmati kemarahan ku. Bahkan laki-laki ini kini menghadang jalan ku, bertindak berani ingin menyentuh dagu ku namun lagi-lagi aku menepis tangannya sebelum ia benar-benar dapat menyentuhnya. Aku berjalan mundur mencoba menjauh dari gapaiannya. Sikap ku ternyata kali ini membuat air wajah laki-laki ini berubah menjadi semakin buruk, menggeram tidak suka ia berjalan mendekati ku dengan senyumnya yang terlihat mengerikan. Membuat punggung ku terasa dingin dan gemetar, bahkan aku bisa melihat kedua tangannya mengepal erat dan kedua matanya yang berkilat

hasrat.

"Kau!" Laki-laki itu mencengkram lengan ku dengan kasar, aku tidak bisa mengelak dari serangannya kali ini. Aku tidak bisa menepis bahkan melakukan perlawanan agar laki-laki tersebut menjauh dari ku. Aku hanya bisa meringis kesakitan menahan rasa sakit akibat dari cengkraman kasar laki-laki ini. Mataku pun tidak bisa berbohong, mereka menangis karena ketidak berdayaan ku terhadap tubuh lemah ini.

"Jangan sok jual mahal, Neng. Masih untung Abang datang nemenin si Neng, kalo gakkan Neng bakal kesepian." Suara laki-laki itu mengejek.

Ya Allah, Annisa takut..

"Tolong..jangan." Aku mencoba mencari belas kasihnya. Ia adalah manusia, pasti mempunyai hati. Ia lahir dari seorang Ibu dan pasti mempunyai Adik seorang perempuan, jika kedua orang ini berada diposisi ku apakah ia akan tega melihat mereka ketakutan seperti ini?

Aku yakin ia tidak akan sejahat itu.

"Iya sayang, iya." Tapi nyatanya laki-laki ini bersikap acuh tak acuh terhadap permohonan ku. Hatinya benar-benar tertutup oleh kabut hasrat.

"Ain-nallah." Suara ku putus asa. Aku tidak tau harus mengatakan dan berharap kepada siapa selain kepada Sang Kuasa. Aku yakin Allah selalu ada di samping ku. Ia tidak pernah meninggalkan ku dan selalu melindungi ku dimana pun aku berada. Hanya pasrahkan semuanya kepada Allah, serahkan semuanya kepada Allah. Cukup percayakan semua ini kepada Allah karena Allah adalah Maha dari segalanya.

"Hahaha..kamu sa-"

"Lepaskan istri ku!" Suara dingin seseorang membuat ucapan laki-laki itu terpotong. Terkejut, spontan aku langsung mengalihkan perhatian ku ke arah sumber suara yang ternyata berada tidak jauh dari ku. Aku melihat seorang laki-laki dengan postur badan yang tidak asing bagiku. Berjalan cepat, laki-laki itu kini semakin dekat dengan posisi kami hingga akhirnya mata ku benar-benar dapat melihat sosok laki-laki ini.

 Deg

Pandangan mata kami bertemu, membuat tubuh ku langsung membeku terkejut.

Bersambung..

Terpopuler

Comments

🍀 chichi illa 🍒

🍀 chichi illa 🍒

ckkk...umi macam apa kamu itu ..

2022-12-03

1

Onih Sulastri

Onih Sulastri

gio adllh org yg d sukai saqila y thor...oh kasian skali demn ma org eh puny org lain.....

2021-08-02

0

Khairuna Una

Khairuna Una

Seharusnya umi jd panutan yg baik buat anak2nya.... Ini malah kebalikan nya.... Gk ada akhlak nya...bisa2 nya mengucilkan anaknya sendiri... Untung Annisa tdk depresi... 😢😢😢

2021-06-27

1

lihat semua
Episodes
1 Di Malam Pengantin
2 Ainalllah
3 Awal
4 Bisakah
5 Kebetulan yang aneh
6 Celah
7 Masih Abu-abu
8 Langkah Pertama
9 Mimpi Buruk
10 Sapaan yang Hangat
11 Seringai
12 Kunci
13 Alur
14 Hancur
15 Hilang
16 Sandiwara
17 Bukan Ilusi
18 Terasa Manis
19 Surat
20 Alunan Yang Indah
21 Tikus Kecil
22 Namanya Reina
23 Kehangatan
24 Busuk
25 Dia menyesal
26 Sebelum Badai Bertiup
27 Badai itu Datang
28 Mereka Bilang Aku Kotor
29 Biarkan Aku Membayarnya
30 Si Kecil Berlemak
31 Sahabat
32 Berkunjung ke Rumah Umi
33 Bawang
34 Racun
35 Dia Marah
36 Jangan Menangis
37 Gadis Iblis
38 Dia Menatapku Dingin
39 Keluar dari Rumah Sakit
40 Hukuman
41 Pulang ke Rumah
42 Tamu
43 Lamaran itu Pesta?
44 Cerita Saqila
45 Menjemput Kebahagiaan
46 Bunga Pengantin
47 Season II: Part 1
48 Season II: Part 2
49 Season II: Part 3
50 Season II: Part 4
51 Season II: Part 5
52 Season II: Part 6
53 Season II: Part 7
54 Season II: Part 8
55 Season II: Part 9
56 Season II: Part 10
57 Season II: Part 11
58 Season II: Part 12
59 Season II: Part 13
60 Season II: Part 14
61 Season II Part 15
62 Season II: Part 16
63 Season II: Part 17
64 Season II: Part 18
65 Season II: Part 19
66 Season II: Part 20
67 Season II: Part 21
68 Season II: Part 22
69 Season II: Part 23 End
70 Dear My Dion
71 Aku Bukan Perawan Tua
72 Calon Adikku Menjadi Suamiku
73 Hallo?
Episodes

Updated 73 Episodes

1
Di Malam Pengantin
2
Ainalllah
3
Awal
4
Bisakah
5
Kebetulan yang aneh
6
Celah
7
Masih Abu-abu
8
Langkah Pertama
9
Mimpi Buruk
10
Sapaan yang Hangat
11
Seringai
12
Kunci
13
Alur
14
Hancur
15
Hilang
16
Sandiwara
17
Bukan Ilusi
18
Terasa Manis
19
Surat
20
Alunan Yang Indah
21
Tikus Kecil
22
Namanya Reina
23
Kehangatan
24
Busuk
25
Dia menyesal
26
Sebelum Badai Bertiup
27
Badai itu Datang
28
Mereka Bilang Aku Kotor
29
Biarkan Aku Membayarnya
30
Si Kecil Berlemak
31
Sahabat
32
Berkunjung ke Rumah Umi
33
Bawang
34
Racun
35
Dia Marah
36
Jangan Menangis
37
Gadis Iblis
38
Dia Menatapku Dingin
39
Keluar dari Rumah Sakit
40
Hukuman
41
Pulang ke Rumah
42
Tamu
43
Lamaran itu Pesta?
44
Cerita Saqila
45
Menjemput Kebahagiaan
46
Bunga Pengantin
47
Season II: Part 1
48
Season II: Part 2
49
Season II: Part 3
50
Season II: Part 4
51
Season II: Part 5
52
Season II: Part 6
53
Season II: Part 7
54
Season II: Part 8
55
Season II: Part 9
56
Season II: Part 10
57
Season II: Part 11
58
Season II: Part 12
59
Season II: Part 13
60
Season II: Part 14
61
Season II Part 15
62
Season II: Part 16
63
Season II: Part 17
64
Season II: Part 18
65
Season II: Part 19
66
Season II: Part 20
67
Season II: Part 21
68
Season II: Part 22
69
Season II: Part 23 End
70
Dear My Dion
71
Aku Bukan Perawan Tua
72
Calon Adikku Menjadi Suamiku
73
Hallo?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!