I Love You My Sugar Daddy
Dua tahun sudah hidup menjadi seorang duda, sosok pria bernama Rafael Zafran, berusia 30 tahun dengan paras rupawan, kini tengah duduk di ruang baca.
Ia kini menatap foto lama yang seolah tidak pernah bosan ia pandangi dan diam-diam disimpan dengan rapi dalam dompetnya.
Potret pernikahan sirinya dengan Aeleasha Charlotte, satu-satunya foto pernikahan yang tak pernah bisa dibuang.
Meskipun ia sendiri menyadari bahwa hanya kenangan pahit yang dirasakan olehnya, tetapi tidak bisa membuangnya.
Foto yang menjadi satu-satunya kenangan dari pernikahan siri mereka, pernikahan tanpa perayaan, tanpa ingar-bingar dan yang paling menyakitkan adalah pernikahan tanpa cinta.
Rafael Zafran adalah seorang pria yang nampak sempurna tanpa cela. Presensi setenang tetesan embun di pagi hari, pemikir yang bijak, serta hati bak malaikat. Ia nyatanya tidak pernah merasa menjadi sosok sempurna karena cintanya untuk Aeleasha tak pernah cukup.
Bagi Aeleasha, mungkin ia adalah malaikat yang menjelma menjadi manusia yang datang untuk membantunya kembali mendapatkan kehidupan yang baik, serta menutupi kehamilan dengan menikahi wanita malang itu.
Akan tetapi, Rafael tidak pernah benar-benar menjadi seperti malaikat dan ia juga tidak pernah benar-benar menjadi seorang suami bagi Aeleasha.
Rafael terjebak sendiri dalam ikatan itu. Ia terjebak dalam cinta sepihak dan tidak tahu bagaimana cara melepas simpulnya.
Bahkan setelah dua tahun berlalu, ketika melepas wanitanya ke pelukan lelaki lain, ia justru masih berdarah-darah sendiri karena harus bersusah payah lagi melepas perasaannya.
Ia benar-benar sangat terluka dan tidak bisa melupakan sosok wanita yang sangat dipujanya. Meskipun ia tahu bahwa Aeleasha sama sekali tidak meliriknya sedikit pun.
Namun, entah mengapa rasanya seperti meneguk racun yang menjadi candu.
Candu. Merindukan mantan istri bagi Rafael adalah sebuah candu.
Benar bahwa ia adalah seorang pria yang terkenal bijak dengan melepas Aeleasha demi kebahagiaannya. Namun, dalam cinta, seseorang mungkin tak bisa bijak pada diri sendiri.
Hatinya menolak untuk melupakan atau berhenti mencintai Aeleasha.
Hatinya menolak untuk tidak merindukan mantan istrinya. Terakhir adalah hatinya pun menolak untuk menerima wanita lain selain Aeleasha.
Benar kata orang, jatuh cinta itu seperti memasuki labirin. Tidak peduli bagaimana memulainya dan tak tahu bagaimana mengakhirinya. Ia sungguh terjebak.
Lelaki itu mengembuskan napasnya dengan berat. Matanya dipejamkan sesaat. Sekilas terlihat kantung matanya menggelap akibat kurang tidur dan kelelahan. Semua itu karena selama ini, ia menyibukkan diri dengan pekerjaan demi bisa melupakan kesedihannya.
Meskipun ia sadar bahwa semua itu sama sekali tidak berguna karena cintanya untuk mantan istrinya tetap terpatri di dalam hati.
Kini, terlihat Rafael menyesap kopi hitam yang ia letakkan di pojok meja kerjanya. Kopi dan pagi, perpaduan cocok untuk ikut serta menelan kepahitan dalam hatinya di hari ini.
Menghirupnya sedikit, ia menyadari satu hal. Rasanya pahit sekali, tetapi ia tidak bisa berhenti.
Suara kenop pintu yang dibuka sejenak menghentikan aktivitasnya. Rafael menaruh cangkir kopinya kembali ke pojok meja.
Tampak seorang wanita paruh baya berdiri di sisi pintu dengan nampan berisi sandwich dan segelas susu menatapnya dengan senyuman hangat.
"Selamat pagi, Putraku," ucapnya diiringi senyuman yang semakin mengembang.
Rafael membalas senyuman wanita yang sangat disayangi dan dihormati.
"Selamat pagi, Ma. Apakah Mama tidur nyenyak semalam?"
Wanita itu mendekat, meletakkan sarapan di meja. "Harusnya Mama yang bertanya. Kamu tidur nyenyak semalam? Matamu kelihatan kurang tidur."
"Masih pagi sudah minum kopi. Kamu tahu? Kandungan dalam kopi itu tidak baik untuk lambung, terutama saat diminum ketika perut kosong begini."
Wanita itu mengambil kopi Rafael yang masih tersisa seperempat lagi. "Setidaknya kalau mau minum kopi, harus sarapan dulu," sahut wanita paruh baya bernama Tiana Aiza berusia 50 tahun yang tidak ingin kesehatan putranya terganggu karena kebiasaan buruk.
Rafael yang mendengar nasihat dari sang ibu, hanya tersenyum lebar menatapnya. "Sepertinya aku adalah anak paling beruntung di dunia, ya. Setidaknya, ada Mama yang selalu mengkhawatirkanku."
Tiana Aiza adalah wanita paruh baya berhati lembut bagai peri. Dari siapa lagi gen pria baik seperti Rafael jika bukan darinya, serta lingkungan penuh cinta yang diciptakannya.
Wanita itu selalu merawat Rafael dengan baik sedari kecil, meski tanpa ayahnya yang sudah meninggal dunia. Ia selalu menjadi orang yang paling mengkhawatirkan Rafael dan menjadi orang yang paling mengerti akan kondisinya.
Hati wanita itu sejenak berdenyut nyeri melihat senyuman lebar, serta candaan ringan yang dilontarkan putranya karena ia tahu senyuman itu benar-benar palsu.
Putranya hanya mencoba untuk terlihat baik-baik saja di hadapannya, seolah tak ada yang terjadi. Ia tahu bahwa Rafael tidak baik-baik saja setelah Aeleasha pergi dari hidup mereka.
Tiana mengembuskan napasnya sejenak. "Rafael, apa kamu lelah mengurus masalah perusahaan?"
"Kenapa Mama tiba-tiba bertanya seperti itu? Aku tidak lelah sama sekali. Aku justru senang karena sekarang bisa memberikan apapun yang Mama mau. Katakan saja apa yang Mama mau."
"Baju baru? Perhiasan baru? Mobil baru? Aku bisa membeli semuanya sekarang." Rafael berujar gurau sambil menyantap sarapannya disertai terkekeh kecil.
Memang benar. Mereka berdua hidup dalam kemiskinan dari dulu. Tiana selalu bekerja keras menghidupi Rafael sendirian sejak anaknya masih kecil.
Ketika Rafael dewasa, lelaki itu sangat ingin mengubah nasib mereka. Ia ingin sang ibu berhenti kesusahan dan membahagiakannya. Awalnya, mereka hidup dalam kesederhanaan. Namun, sekarang keadaan berubah 180 derajat.
Rafael sekarang menjadi CEO di anak perusahaan milik Arsenio— lelaki yang sekarang berstatus sebagai suami Aeleasha sebagai balas budi karena telah menjaga selama tiga tahun lamanya.
Sebenarnya dulu, ia sempat merasa tersinggung pada awalnya. Entah diberikan sebuah perusahaan, atau diberikan kekuasaan, hal-hal yang ditawarkan Arsenio tersebut tidak bisa dibandingkan dengan ketulusannya.
Akan tetapi, karena beberapa alasan, termasuk demi kebahagiaan Aeleasha, ia harus menerima tawaran itu. Salah satu alasan adalah ibunya. Selain itu, juga karena ia ingin berdamai dengan perasaannya.
Namun, Tiana tahu, bahwa Rafael masih belum bisa berdamai dengan perasaannya. Ia tak butuh barang-barang mahal untuk membuatnya bahagia.
Ia tidak butuh berbidang-bidang tanah dan rumah mewah untuk membuatnya tenang. Ia hanya ingin melihat putranya bahagia bersama wanita yang dicintai dan mencintainya.
Ia ingin putranya mendapatkan kehidupan baru. Itulah impiannya sebagai seorang ibu.
Menciptakan keluarga baru dan berbagi kehangatan yang sama seperti yang ia ciptakan untuk Rafael. Tiana hanya ingin memastikan kalau setidaknya anaknya memiliki kehidupan yang bahagia ketika usianya semakin tua.
Tiana kini menatapnya dengan serius. Ia lantas duduk pada kursi di depan meja putranya. "Rafael. Dengarkan Mama dengan serius kali ini."
Rafael seketika menghentikan aktivitas. Rotinya hanya tersisa satu potong kecil saja.
Namun, ia memiliki firasat kalau roti itu tidak akan mampu ia habiskan. Suasananya terlalu serius sekarang. Ia memberanikan diri menatap wajah serius ibunya yang tidak biasa.
"Apakah kamu sungguh berpikir kalau segala kemewahan ini yang Mama inginkan? Apakah kita benar-benar bahagia dengan adanya semua yang telah kita dapatkan ini?"
Sesuatu yang diawali dengan pertanyaan. Namun, tidak memiliki jawaban pasti. Otak Rafael seakan tiba-tiba kosong.
"Mungkin kamu berpikir dengan semua ini, Mama akan berhenti bekerja keras dan membanting tulang. Mungkin kamu benar. Tapi untuk apa? Untuk apa mempunyai segalanya kalau kamu tidak bahagia?"
"Kamu tahu apa yang membuat Mama bahagia? Apa yang Mama inginkan? Mama hanya ingin melihatmu bahagia. Tidak kurang dan tidak lebih." Wanita itu menatap Rafael dengan lembut, meraih tangan putranya untuk digenggam sesaat.
"Kamu masih mencintai Aeleasha, kan?"
Pupil Rafael melebar sesaat. Ia pikir telah bersembunyi dengan baik selama ini. Namun, ia takjub bagaimana sang ibu mengetahui sebanyak itu tentang perasaannya. Rafael kali ini hanya bisa tersenyum miris.
"Kalau iya atau tidak, itu tidak ada artinya sekarang. Mama tidak perlu mengkhawatirkan itu."
"Tidak perlu? Bagaimana bisa itu menjadi 'tidak perlu' untukku? Kamu selalu memaksakan diri bekerja terlalu keras setiap hari, memandangi foto pernikahan kalian setiap kamu sedang sendiri."
"Kamu juga selalu menutup hati untuk para gadis-gadis di luar sana yang ingin mendekatimu. Harus sejauh mana lagi Mama berpura-pura tidak tahu dan diam membiarkan?"
"Aku mengerti, Ma, tapi percayalah. Semuanya akan baik-baik saja. Mama jangan terlalu memikirkan hal seperti ini." Rafael memaksakan senyumnya, mengusap punggung tangan sang ibu dengan lembut.
"Sampai kapan, Rafael? Sampai kapan kamu akan hidup seperti itu? Ini sudah dua tahun. Mau berapa lama lagi sampai kamu bisa melupakan Aeleasha? Dia sekarang sudah menjadi istri orang. Untuk apa kamu masih menyimpan perasaan untuk wanita yang tidak mencintaimu?"
Rafael terdiam. Takut salah kata dan sama sekali tidak berniat menjawab apapun.
Melihat putranya diam seperti itu, Tiana menghela napasnya dengan gusar.
Ragu untuk mengatakannya atau tidak, tetapi ia memutuskan untuk memperjelas semuanya. "Mama ingin kamu menikah dan melupakan wanita itu."
Rafael tersentak. Bagai ditampar pagi-pagi buta karena ia tidak percaya apa yang dikatakan mamanya barusan.
Namun, tatapan tajam wanita yang sangat disayanginya tersebut menyiratkan ketegasan yang nyata. Final dan seolah tidak bisa diganggu gugat.
Rafael menetralkan napasnya dan mencoba untuk bersikap setenang mungkin. Kemudian baru membuka mulut untuk menanggapi.
"Ma, menikah itu tidak bisa dilakukan terburu-buru dan asal memilih mempelai dan aku belum tertarik menikah dengan wanita mana pun."
Ia berbicara dengan penuh hati-hati, tapi sepertinya sia-sia ketika melihat ekspresi mamanya yang tampak semakin lurus dan berbicara dengan nada tegas.
"Mama sangat serius dengan ucapan tadi. Kamu pikirkan baik-baik!"
Wanita itu lantas berdiri bersama nampan, serta seperempat kopi yang sudah dingin dan membawanya keluar meninggalkan Rafael dalam ruangan yang semakin membuat pikirannya tidak karuan.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 309 Episodes
Comments
Hasrie Bakrie
Aq mampir tertarik ma ceritanya, ne pasti seru
2023-02-22
0
Mimi Ilham
mampir
2023-02-14
1
Sya'wanah
bolehkah saya berucap. ini adalah prolog awal dengan kata2 yg terberat yg bisa aku telaah.
apakah selanjutnya menjadi lebih ringan, kita cukup nengikuti
2022-10-24
3