Part 14

"Kemarin kenapa ke luar negeri nggak bilang sama aku?"

Gilang yang sudah bersiap untuk mandi, urung masuk ke kamar mandi setelah mendengar pertanyaan dari Belva yang masih bergelung di bawah selimut.

"Malah Mama yang tau kak Gilang ke Sidney. Mama pakai nitip tas segala lagi," lanjutnya lagi. Namun matanya fokus pada handphonenya. Entah apa yang dia lihat.

"Kamu mau tas juga, Bel?"

"Ih, kok, malah tanya mau tas apa enggak, sih? Orang yang jadi masalah kenapa Kak Gilang nggak ngomong sama aku kalau Kak Gilang mau keluar negeri."

Gilang terkekeh pelan. Mendekati Belva yang mulai mengerucutkan bibirnya dengan manja. Belva yang dulu sudah kembali lagi, pikir Gilang.

"Harusnya Papa yang ke sana, Bel. Cuma karena papa nggak enak badan, jadinya kakak yang pergi ke sana. Berangkatnya mendadak banget."

"Terus kenapa Mama bisa tau kalau kak Gilang di luar negeri?"

"Waktu itu teleponan sama Papa kamu bahas pekerjaan. Mama dengar kalau kakak di Sidney. Ya udah Mama nitip tas sekalian katanya."

"Itu kakak bisa telepon Papa. Kok, nggak bisa telpon aku?"

"Waktu itu kuotanya langsung habis, Bel."

"Jangan ngarang, deh! Kak Gilang mana mungkin kehabisan kuota."

Gilang tertawa lagi. Sejak dini hari tadi, sepertinya dia sudah terlalu banyak tertawa di depan Belva.

Masih berusaha mengontrol dirinya agar tak mudah menyentuh Belva seenaknya. Memang sudah haknya. Tapi Gilang tak ingin terburu-buru.

Apalagi saat ini Belva masih datang bulan. Ah, sudahlah. Kepalanya mendadak pening membayangkannya. Lebih baik dia segera mandi dan pergi ke kantor sebelum nanti sore mengantar Belva pulang ke Surabaya.

"Kakak mandi dulu, Bel. Mau ke kantor sebentar. Paling sampai jam sepuluhan. Nanti di rumah dulu sama Mbok, ya?"

"Memangnya Mama kemana?"

"Tadi Mama kirim pesan kalau sudah berangkat ke bandara tadi jam enam. Mau ke Singapura dengan pesawat paling pagi karena sore nanti sudah pulang."

Belva menghembuskan napas pelan. Tadinya dia ingin selalu berada di dekat Gilang. Ikut ke kantor Gilang, misalnya. Tapi dia sadar bahwa pernikahan mereka belum diumumkan. Jadi Belva tak mungkin ikut ke kantor Gilang.

"Ya udah, deh," ucap Belva dengan sedikit kesal.

"Sabar, ya. Cuma sebentar ke kantornya."

Belva mengangguk mengiyakan. Setelahnya Gilang baru bisa pergi mandi dan bersiap ke kantor.

***

"Sering-sering ke sini, Non. Ibu itu suka sekali kalau anak-anaknya pada kumpul. Kemarin aja waktu Non Belva belum ke sini, beliau selalu meminta Den Gilang buat ngajak Non Belva ke sini," ucap Mbok Surti sambil mengulek sambal bawang permintaan Belva.

"Iya, ya, Mbok?"

"Iya. Ibu itu senang sekali waktu Den Gilang akhirnya mau menikah lagi setelah bercerai dengan Non Mikha. Tapi kemarin setau Mbok yang harusnya menikah sama Den Gilang itu bukan Non Belva ini loh. Tapi ya ndak apa-apa. Namanya juga jodoh, nggak ada yang tau."

Belva tersenyum canggung. Memang seharusnya bukan dia yang menjadi menantu Anton dan Yunita. Tapi karena suatu keadaan yang hanya Gilang dan keluarga Belva yang tau, jadilah Belva yang menjadi istri Gilang.

"Ini, Non. Sambalnya sudah jadi. Makan yang banyak, ya. Tadi Den Gilang pesannya gitu. Non Belva suruh makan yang banyak."

Tawa kecil Belva keluar dari bibirnya. Perhatian-perhatian kecil dari Gilang sudah dia rasakan.

Termasuk hal seperti ini. Begini saja hatinya sudah sangat bahagia. Hubungannya dengan Gilang sudah selangkah lebih baik lagi.

Walaupun sejak kecil hidup sudah serba ada. Mau makan apa saja bisa. Entah makanan yang mahal ataupun murah, semua bisa Belva rasakan.

Tapi lidah Belva memang lidah asli Indonesia meskipun memiliki darah Belanda. Kesukaannya sambal bawang, lalapan, dan tempe goreng atau lauk yang lainnya.

Belva justru kurang suka dengan makanan-makanan luar negeri yang sering dikonsumsi orang kaya lainnya.

Beruntung asisten rumah tangga di rumah Anton berasal dari Jawa Timur juga. Jadi rasa masakan yang Belva minta rasanya sangat cocok dengan lidahnya.

"Dulu kak Mikha juga tinggal di sini, Mbok, waktu masih jadi istri Kak Gilang?"

"Ndak, Non. Dulu mereka tinggal di rumah sendiri. Tapi ya gitu, ternyata hanya untuk menutupi keadaan rumah tangga mereka yang sebenarnya. Mbok, sih, ndak banyak tau, ya, Non. Setau Mbok mereka itu nggak saling cinta. Tapi tetap dijodohkan. Alhasil gagal juga karena Den Gilang yang main perempuan, Non Mikha malah jatuh cinta sama kakak iparnya sendiri. Ah, Mbok malah jadi ngegosip, to? Ndak enak jadinya."

Belva tertawa kecil. "Tenang aja, Mbok. Belva nggak akan bilang ke siapa-siapa, kok, kalau kita ghibahin mereka."

Keduanya lantas tertawa bersama. "Tapi Non Belva nggak perlu khawatir. Setelah bercerai dari Non Mikha, Den Gilang sudah berubah lebih baik lagi. Mbok bisa lihat dari sikapnya, sudah mau sholat lagi, tertib pula. Bahkan kalau subuh kadang mau ke masjid. Mbok senang lihatnya."

Mereka menghentikan obrolan mereka karena terdengar suara mobil yang masuk ke halaman rumah Anton.

Belva melihat jam dinding yang menempel di ruang makan. Sudah jam sepuluh, mungkin itu Gilang yang baru saja pulang dari kantornya. Tadi dia mengatakan kalau akan pulang di jam sepuluh.

"Mbok, tolong lihatin siapa yang datang. Kalau kak Gilang, bilang Belva di sini, ya."

"Baik, Non."

Setelah beberapa saat, Gilang menghampiri Belva yang masih berada di meja makan. Asyik makan tempe mendoan dicocolkan ke sambal bawang yang masih tersisa di mangkuk kecil.

"Makan apa, Bel? Ih, sambalnya merah amat itu. Kakak ngeri lihatnya."

Belum juga Belva menjawab, Gilang sudah mengomentari sambal yang dimakan oleh Belva.

"Enak tau, Kak. Mau cobain enggak?" Belva hampir menyuapi Gilang dengan secuil mendoan yang sudah dicocolkan ke sambal.

Tapi Gilang segera menghindar. "Enggak, ah. Pedes banget itu. Kakak nggak terlalu suka makan pedes," ucap Gilang.

"Yah, padahal enak tau, Kak."

"Kamu jangan banyak-banyak makan pedes gitu, Bel. Nggak baik buat kesehatan."

"Selama ini aku aman-aman aja, Kak, makan pedes."

"Aman sekarang. Lama-lama juga bahaya loh. Dikurangi sedikit-sedikit, ya. Ini udah aja makannya. Kakak aja nggak tahan lihatnya sama cium bau cabainya. Mending jalan-jalan aja, yuk, sebentar."

"Jalan-jalan ke mana, kak?"

"Nanti juga tau. Sekarang cuci tangan dulu."

Seperti memperlakukan anak kecil. Gilang menuntun Belva sampai ke wastafel, lalu mencuci tangan Belva dengan sabun. Sampai bersih, sampai di rasa tidak ada bau sambal yang menempel pada jari-jari tangan Belva.

***

Belva tak banyak bertanya Gilang akan membawanya kemana. Karena selama berada di dekat Gilang, pasti Belva akan aman.

Belva tak banyak tau daerah Jakarta. Semua tempat terasa asing karena Belva jarang datang ke Jakarta.

Tak sampai satu jam perjalanan, Gilang membelokkan mobilnya untuk memasuki gerbang sebuah gerbang rumah mewah berlantai tiga.

Lengkap dengan halaman yang luas. Entah halaman depan, belakang atau samping kanan dan kiri.

"Rumah siapa, Kak?"

"Rumah kita, Bel."

"Kita?"

Gilang mengangguk pasti. "Iya. Rumah kita."

"Bukan rumah yang dulu kakak tempati sama Kak Mikha, kan?" Mendadak Belva menyesali ucapannya.

Setelah Gilang diam beberapa saat dan membuat hati Belva ketar-ketir, takut Gilang akan marah, Gilang tertawa kecil. Saat itu juga Belva baru bisa menghembuskan napas lega karena tawa Gilang pertanda bahwa dia tak marah saat Belva menyinggung masa lalunya dengan Mikha.

"Rumah itu sudah kakak jual, Bel. Uangnya buat beli tanah ini dan kakak bangun rumah masa depan ini."

"Jadi ini rumah udah lama dibangun?"

"Baru jadi sekitar dua bulan yang lalu. Dalamnya masih kosong belum ada furniturenya. Nanti kita isi sama-sama. Semua pilihan kamu juga nggak apa-apa. Yang penting kamu nyaman tinggal di dalamnya."

"Kan, aku kuliah di Surabaya, kak. Kesini juga paling berapa Minggu sekali."

"Ya selama kamu ke Jakarta juga kita tinggalnya di sini, Bel. Kalau sudah berkeluarga, enaknya tinggal sendiri begini kalau sudah mampu. Meskipun sebenarnya Mama dan Papa tidak keberatan kalau kita tinggal di rumah mereka. Tapi dengan kita tinggal sendiri seperti ini, kita akan lebih mandiri. Apa-apa tidak bergantung pada Mama dan Papa. Lebih bebas juga nantinya."

Belva mengangguk paham. Rasanya terharu saat Gilang menyerahkan semua isi rumah ini pada Belva. Meskipun awalnya rumah ini dibuat entah untuk siapa, tapi pada akhirnya Belva yang menempatinya dan mengurus semuanya.

"Bebas ngapain, Kak?"

Gilang mendadak salah tingkah. Kesalahan dia berkata seperti itu. Belva ternyata belum paham apa itu "lebih bebas". Nasibnya menikahi wanita yang baru lulus SMA.

Belum bisa nyambung jika diajak membahas hal seperti ini.

♥️♥️♥️

Entah kesambet apa aku bisa up dua bab hari ini. 🤣🤣

Terpopuler

Comments

Metro Kdw

Metro Kdw

🤭🤭

2023-09-09

0

Tavia Dewi

Tavia Dewi

waduh sinyal mintah jatah,,,istri harus patuh.

2023-09-09

0

Zulfiana

Zulfiana

bebas bercocok tanam bel...😄

2023-08-15

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Part 2
3 Part 3
4 Part 4
5 Part 5
6 Part 6
7 Part 7
8 Part 8
9 Part 9
10 Part 10
11 Part 11
12 Part 12
13 Part 13
14 Part 14
15 Part 15
16 Part 16
17 Part 17
18 Part 18
19 Part 19
20 Part 20
21 Part 21
22 Part 22
23 Part 23
24 Part 24
25 Part 25
26 Part 26
27 Part 27
28 Part 28
29 Part 29
30 Part 30
31 Part 31
32 Part 32
33 Part 33
34 Part 34
35 Part 35
36 Part 36
37 Part 37
38 Part 38
39 Part 39
40 Part 40
41 Part 41
42 Part 42
43 Part 43
44 Part 44
45 Part 45
46 Part 46
47 Part 46
48 Part 47
49 Part 48
50 Part 49
51 Part 50
52 Part 51
53 Part 52
54 Part 53
55 Part 54
56 Part 55
57 Part 56
58 Part 57
59 part 58
60 Part 59
61 Part 60
62 Part 61
63 Part 62
64 Part 63
65 Part 64
66 Part 65
67 Part 66
68 Part 67
69 Part 68
70 Part 69
71 Part 70
72 Part 71
73 Part 72
74 Part 73
75 Part 74
76 Part 75
77 Part 76
78 Part 77
79 Part 78
80 Part 79
81 Part 80
82 Part 81
83 Part 82
84 Part 83
85 Part 84
86 Part 85
87 Part 86
88 Part 87
89 Part 88
90 Part 89
91 Part 90
92 Part 91
93 Part 92
94 Part 93
95 Part 94
96 Part 95
97 Part 96
98 Part 97
99 Part 98
100 Part 99
101 Part 100
102 Part 101
103 Part 102
104 Part 103
105 Part 104
106 Part 105
107 extra part 1
108 extra part 2
109 Extra part 3 ( END )
110 Terimakasih
Episodes

Updated 110 Episodes

1
Bab 1
2
Part 2
3
Part 3
4
Part 4
5
Part 5
6
Part 6
7
Part 7
8
Part 8
9
Part 9
10
Part 10
11
Part 11
12
Part 12
13
Part 13
14
Part 14
15
Part 15
16
Part 16
17
Part 17
18
Part 18
19
Part 19
20
Part 20
21
Part 21
22
Part 22
23
Part 23
24
Part 24
25
Part 25
26
Part 26
27
Part 27
28
Part 28
29
Part 29
30
Part 30
31
Part 31
32
Part 32
33
Part 33
34
Part 34
35
Part 35
36
Part 36
37
Part 37
38
Part 38
39
Part 39
40
Part 40
41
Part 41
42
Part 42
43
Part 43
44
Part 44
45
Part 45
46
Part 46
47
Part 46
48
Part 47
49
Part 48
50
Part 49
51
Part 50
52
Part 51
53
Part 52
54
Part 53
55
Part 54
56
Part 55
57
Part 56
58
Part 57
59
part 58
60
Part 59
61
Part 60
62
Part 61
63
Part 62
64
Part 63
65
Part 64
66
Part 65
67
Part 66
68
Part 67
69
Part 68
70
Part 69
71
Part 70
72
Part 71
73
Part 72
74
Part 73
75
Part 74
76
Part 75
77
Part 76
78
Part 77
79
Part 78
80
Part 79
81
Part 80
82
Part 81
83
Part 82
84
Part 83
85
Part 84
86
Part 85
87
Part 86
88
Part 87
89
Part 88
90
Part 89
91
Part 90
92
Part 91
93
Part 92
94
Part 93
95
Part 94
96
Part 95
97
Part 96
98
Part 97
99
Part 98
100
Part 99
101
Part 100
102
Part 101
103
Part 102
104
Part 103
105
Part 104
106
Part 105
107
extra part 1
108
extra part 2
109
Extra part 3 ( END )
110
Terimakasih

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!