Ku mulai merasakan rasa cinta
Cinta yang tumbuh di setiap saat
Kulukis sebuah kisah yang nyata
Agar semua tak berakhir
Kini kita bersama dan mulai semuanya
Dan yakinkan hati kita berdua
Gilang tertawa kecil saat kembali mendengar suara Belva yang sedang bernyanyi. Tidak terlalu bagus, tapi juga tidak terlalu jelek. Pas-pasan. Jika ikut kontes sudah pasti kalahnya karena suaranya standar saja.
Tapi kali ini bukan lagu sedih yang dia nyanyikan. Melainkan lagi cinta, menandakan hatinya tengah berbunga.
Gilang benar-benar ke Surabaya malam itu juga. Tak tahan juga berlama-lama berjauhan dengan Belva. Istrinya yang masih belia, mampu mencairkan hatinya yang sekian lama membeku.
Satu-satunya wanita yang mampu memasuki hatinya setelah dia berpisah dengan Mikha dua tahun yang lalu.
Pukul sepuluh malam, Belva masih santai saja berteriak seperti itu di dalam kamar mandi. Rumah sebesar ini dan halaman yang luas tentu mampu meredam suaranya agar tak di dengar tetangga.
Gilang sudah duduk santai di sofa. Bersandar pada sandarannya dan menunggu Belva keluar dari kamar mandi. Suara pintu terbuka. Gilang segera melihat ke arah kamar mandi.
"Eh, anj_"
"Mau ngomong apa, Bel?" Gilang segera menyela karena mendengar Belva yang akan mengumpat saat melihatnya.
Belva menggelengkan kepalanya dengan kaku. Matanya masih terpaku akan Gilang. Rasanya begitu terkejut melihat Gilang ada di kamarnya. Dia benar-benar ke Surabaya malam ini hanya karena melihat Belva berganti baju.
Mendadak jantung Belva berdetak kencang. "Apa yang mau dilakukan Kak Gilang malam ini?"
Gilang tertawa kecil melihat Belva yang masih terdiam di depan kamar mandi. Tak bergerak sedikitpun.
Gilang segera menghampirinya dan menarik tangannya pelan, membawanya ke tempat tidur.
"Kenapa, sih? Gitu amat lihat suaminya datang?"
"Kakak ngapain udah ke sini? Bukannya masih dua hari lagi?"
"Oh, jadi nggak suka kalau kakak datang?"
"Bukannya gitu. Tapi, kan_"
"Udah. Bilang aja kalau kangen. Sini, peluk."
Gilang sudah merentangkan kedua tangannya. Sudah siap jika Belva memeluknya sekarang.
Belva yang aslinya memang kangen pun tak bisa menutupinya lagi. Senyum di bibirnya dan rona di wajahnya sudah memperlihatkan semuanya.
Tanpa mengulur waktu lagi, Belva segera menghampiri Gilang dan memeluknya dengan erat. Menghirup dalam-dalam aroma wangi dari tubuh Gilang yang selalu membuatnya rindu.
"Tau nggak, Kak_"
"Nggak tau." Gilang menyela ucapan Belva dengan cepat.
"Iih, belum selesai ngomongnya..."
Gilang tertawa renyah. "Iya. Mau ngomong apa, sih?"
"Tadi aku berharap kakak beneran ke sini. Tapi nggak mau nanya apalagi maksain. Kakak, kan, di sana sibuk. Eh, ternyata beneran sampai sini malam-malam begini. Emangnya masih ada pesawat ke sini, ya?"
"Pakai jet pribadi. Jangan kayak orang susah, Bel."
"Ih, sombong amat."
Gilang tertawa lagi. Akhir-akhir ini Gilang rasa dirinya banyak tertawa ketika bersama Belva.
"Lagian aneh tau, Kak," sambung Belva.
"Aneh kenapa?"
"Kakak cuma lihat aku ganti baju aja langsung ke sini. Ngapain coba? Mau lihat aku ganti baju? Atau mau gantiin baju aku sekalian?"
Gilang menaikkan sebelah alisnya. Istrinya ini benar-benar tidak tahu apa berniat untuk memancing dirinya?
Tidak tahukah Belva kalau kepala atas bawah Gilang terasa cenat-cenut melihat tubuh mulus milik Belva?
Gilang berdehem kecil. Rasanya ingin mengatakan kalau dia ingin meminta haknya malam ini juga. Tidak bisa lagi menunggu lama. Sudah terlalu lama juga Gilang "berpuasa".
Tapi lidahnya terasa kelu. Susah untuk mengatakannya. Takut Belva belum siap dan masih trauma akan kejadian malam itu yang membuatnya memilih menikahi Belva untuk melindungi Belva daripada melanjutkan pertunangannya dengan Jihan.
"Kak? Kok, diem aja, sih? Ngapain ke sini kalau cuma diem begini?"
"Terus kamu maunya kakak ngapain, Bel?"
"Jalan-jalan, yuk. Cari makan. Di depan sana ada sate enak banget, Kak."
Gilang pikir Belva akan menawarkan hal lain. Tapi malah mengajaknya jalan-jalan malam-malam begini.
"Besok kuliah, Bel. Mending tidur aja. Lagian udah malam begini masa mau makan? Nggak takut gendut?"
Belva menggelengkan kepalanya. "Nggak. Ngapain takut gendut? Orang aku mau makan sebanyak apapun badan juga segini-segini aja, kok. Ayolah, Kak."
Belva tersenyum dan mengedipkan kedua matanya dengan manja. Membuat Gilang semakin gemas dibuatnya. Andai bisa, Gilang ingin mengurung Belva saja di bawah tubuhnya.
Melihat Belva merem melek keenakan karena, ah embuhlah. Gilang pusing sendiri memikirkannya. Lebih baik dia turuti saja kemauan Belva kali ini.
***
"Mbak Belva. Tumben berdua? Biasanya juga sendiri, Mbak. Sama siapa ini?"
Belva dan Gilang saling berpandangan mendengar pertanyaan tukang sate yang bernama Pak Tejo langganan Belva.
Gilang tersenyum tipis ke arah Pak Tejo. "Saya suaminya, Pak," jawab Gilang dengan singkat, padat dan sangat jelas. Membuat Belva membelalakkan kedua matanya.
Bukankah pernikahan mereka masih harus disembunyikan?
"Walah. Nggak tau kalau sudah nikah ternyata. Selamat kalau gitu, ya. Silahkan duduk dulu. Tak buatkan satenya dulu, Mbak, Mas."
Gilang dan Belva segera duduk di tikar lesehan yang sudah disediakan. Sebenarnya ada kursi dan meja juga. Tapi Belva lebih suka duduk lesehan.
"Kakak, kok, bilang-bilang kalau udah nikah, sih?" protes Belva.
"Terus maunya kakak bilang kakak ini siapa kamu, Bel? Sepupu? Kakak? Ih, enak aja. Kalau ada yang dengar bisa-bisa mereka masih ngejar-ngejar kamu lagi."
"Ih, aku nggak seterkenal itu kali, kak, di sini."
"Tapi banyak yang suka sama kamu. Kamunya aja yang nggak tau."
"Emang kakak tau? Darimana kakak tau kalau banyak yang suka sama aku?"
"Waktu kakak ke masjid depan komplek, banyak cowok-cowok yang bicarain kamu. Belva cantik, Belva belum punya pacar," ucap Gilang tanpa kebohongan sedikitpun.
Seminggu setelah pernikahan mereka, sebelum Gilang datang ke rumah Belva, Gilang lebih dulu mampir ke masjid untuk melaksanakan sholat Maghrib.
Setelah selesai sholat, dia dengar empat cowok seumuran Belva yang berjalan keluar masjid sambil membicarakan Belva. Kurang lebih sama dengan apa yang diucapkan Belva tadi.
"Cemburu yaaa? Ngaku, deh." Belva mencolek pipi Gilang. Wajahnya tersenyum menggoda Gilang yang terlihat salah tingkah.
"Ayo ngaku, Kak!"
"Ngaku soal apa, Bel?"
"Ngaku aja kalau kakak cemburu. Iya, kan? Aku nggak salah, kan?"
Gilang tak harus menjawab saat itu juga karena sate yang mereka pesan sudah datang. Menjadi penyelamat Gilang untuk tidak menjawab pertanyaan Belva saat itu juga.
Ternyata, selain belum berani meminta haknya, Gilang juga belum berani untuk mengatakan bahwa dia mulai merasakan cinta. Rasanya memang benar-benar cemburu ketika membayangkan Belva dekat dengan lelaki lain saat dirinya tidak ada di samping Belva.
***
Belva yang tadinya sudah siap untuk tidur karena sudah gosok gigi, skincare-an dan lain-lain, kini harus mengulangnya lagi karena baru saja kembali dari luar rumah.
Sebelum naik ke tempat tidur, Belva harus benar-benar bersih dan cantik.
Apalagi dengan adanya Gilang, Belva merasa dirinya harus tampil sempurna di hadapan Gilang. Belva ingin membuat Gilang segera mengatakan bahwa dia mencintai Belva dengan menyenangkan hati Gilang.
Katanya, melihat istri yang tampil cantik dan wangi itu akan membuat seorang suami senang. Dan Belva mempraktekkannya sekarang.
Malam ini, Belva kembali tidur nyenyak di pelukan Gilang.
Gilang sempat memuji Belva cantik dan wangi sebelum Belva masuk ke dalam pelukannya. Di bawah selimut yang sama.
Tak ada hal apapun yang terjadi sebelum mereka berdua bersama-sama berkelana di alam mimpi.
♥️♥️♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
runma
😍🥰👍
2023-07-23
0
Maeta Waode
jauh2 ke surabaya dapatx cuman pelukan kasian gilangx
2023-07-05
0
🏘⃝Aⁿᵘ🦆͜͡ ℛᵉˣℱᵅᵐⁱⳑʸTIK𝐀⃝🥀
bukan Gilang yg pusing tapi author nyaa yg pusing,uhukkk
2023-07-01
0