"Dua Minggu lagi kamu dan Jihan tunangan, ya, Lang."
Entah harus bagaimana lagi Gilang menyikapi hal tersebut. Rasanya segala macam cara yang dia lakukan tidak akan membuat mamanya berhenti untuk melakukan rencana perjodohan itu.
"Cinta akan datang perlahan, Lang."
Selalu seperti itu yang Yunita ucapkan ketika Gilang mengatakan kalau hatinya belum juga terbuka untuk Jihan.
"Apa nggak terlalu cepat, Ma?"
"Memang harus cepat jika itu untuk hal baik, Lang. Satu bulan setelah tunangan kalian akan menikah."
"Ma? Gilang bukan anak kecil lagi yang semuanya harus Mama atur begini. Ijinkan Gilang untuk memilih siapa yang akan menjadi pendamping Gilang nanti."
"Siapa memangnya? Ada wanita lain yang akan kamu jadikan istri? Kalau memang ada, bawa ke sini malam ini juga. Itu syaratnya kalau kamu tidak mau dijodohkan dengan Jihan."
Gilang terdiam. Sadar bahwa dia tidak bisa membawa siapapun untuk dia kenalkan kepada kedua orangtuanya sebagai calon istrinya.
"Nggak ada, kan? Makanya nggak usah nantangin Mama begitu."
Gilang menatap Anton. Namun Anton hanya tersenyum dan seolah berkata, pilihan orangtua pasti yang terbaik.
Waktu Mikha dipilihkan untuk Gilang, sebenarnya juga itu yang terbaik dari orangtuanya. Hanya saja Gilang yang menyia-nyiakan semuanya.
***
Kabar akan dilakukannya pertunangan antara Gilang dan Jihan sudah didengar oleh Belva yang tak sengaja mendengar Darmawan bicara dengan Anton lewat telepon.
"Aku akan datang, Ton. Pasti."
"Ajak anak istrimu juga tidak, Wan. Sekalian liburan ke Jakarta."
"Iya. Akan aku ajak anak dan istriku untuk turut menjadi saksi pertunangan Gilang dan Jihan itu."
"Baiklah. Ku tunggu kedatangan kalian. Sudah dulu, ya, Wan. Aku masih harus mengurus beberapa pekerjaan. Selamat sore."
"Baik. Selamat sore."
Selesai bertelepon dengan Anton, Darmawan langsung dihadapkan dengan anaknya yang tengah menatapnya tajam. "Kenapa, Bel?" tanya Darmawan tanpa merasa bahwa kabar tersebut membuat Belva kesal.
"Kenapa Papa bilang? Papa nggak sadar kesalahan Papa itu apa?"
"Memangnya Papa salah apa, Bel?"
"Salah Papa suruh jodohin aku sama Kak Gilang nggak mau. Sekarang orang yang aku sukai, aku cintai mau tunangan sama orang lain. Mana pakai acara mau datang ke sana pula. Nyebelin banget Papa. Nggak mikirin perasaan anaknya gimana."
Darmawan dan istrinya yang bernama Vita saling berpandangan setelah mendengar ucapan panjang Belva.
"Kamu daftar kuliah dan sekolah dulu yang bener, Bel. Nggak usah mikirin nikah dulu," ucap Vita dengan begitu lembut. Berusaha menenangkan Belva.
"Memangnya kenapa? Mama dulu nikah sama Papa juga waktu masih kuliah, kan? Masih semester satu lagi. Nggak sabaran juga."
Vita memejamkan matanya dan menghembuskan napas dengan pelan. Kesalahannya memang menceritakan masa lalunya, di usia berapa dia menikah, lalu memiliki Belva di usia sembilan belas tahun.
Ternyata hal itu membuat anaknya ingin mengikuti jejaknya. Kalau sudah seperti ini, Darmawan dan Vita yang dibuat pusing kepala.
Sebenarnya bukan masalah juga dengan siapa Belva menikah. Bahkan jika usia calon suami Jihan terpaut jauh.
Tapi menikah di usia muda bukanlah hal yang mudah jika Belva si anak manja itu yang menjalaninya.
"Belva kesel banget sama Mama dan Papa. Nggak ada yang ngertiin perasaan aku. Nggak Papa, Mama, bahkan Kak Gilang sendiri. Semua orang nyebelin."
Belva berlari menaiki tangga menuju lantai dua. Dimana kamarnya berada. Bahkan juga membanting pintu kamar saat Belva menutupnya.
See? Belva masih labil. Belum bisa menguasai perasaannya sendiri. Lalu apa yang terjadi jika Belva menikah sekarang? Kasian juga dia yang menjadi suami Belva nanti. Harus menghadapi kondisi dan cuaca hati Belva yang mudah sekali berubah.
🌻🌻🌻
Belva tak mampu untuk membendung air matanya saat melihat Gilang dan Jihan di depan sana sedang bertukar cincin.
Kedua matanya sempat beradu pandang dengan Gilang. Tak ingin membuang pandangan, Belva ingin Gilang melihat betapa menyakitkannya untuk Belva atas apa yang dilakukan Gilang sekarang.
Tak tahan dengan segala yang ada di hadapannya, Belva melangkahkan kakinya dan pergi meninggalkan ballroom hotel tempat Gilang dan Jihan menggelar acara pertunangan.
Belva tak tau menahu kota Jakarta. Tidak tahu juga kemana Belva akan melangkahkan kakinya saat ini.
Hingga Belva menemukan sebuah tempat hiburan malam melalui aplikasi di ponselnya, Belva segera memesan taksi online untuk mengantarnya menuju tempat tersebut.
***
"Kak Gilang." Suara Belva terdengar bergetar saat menelepon Gilang.
"Bel, kenapa? Ada apa?"
"Kak Gilang bisa ke sini? Aku takut."
Isak tangis Belva membuat Gilang merasa khawatir.
"Kemana? Kamu dimana, Bel?"
"Aku di hotel xxx, kamar nomor 438."
"Hotel?"
"Aku takut, Kak."
"Saya ke sana sekarang."
Tanpa menunggu lama, Gilang segera pergi menuju ke tempat yang sudah Belva sebutkan. Dia tinggalkan beberapa klien Anton yang masih asyik berbincang meskipun waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam.
Setelah dua puluh menit menjalankan mobilnya, sampailah Gilang di hotel yang sudah disebutkan oleh Belva. Gilang segera masuk dan naik ke lantai dimana kamar Belva berada.
"Bel..." panggil Gilang sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Belva.
"Bel, ini saya Gilang," panggilnya lagi karena Belva tak kunjung membuka pintu.
Pintu terbuka beberapa saat kemudian. Menampakkan Belva dengan penampilan yang begitu berantakan. Rambut yang semula disanggul cantik sudah awut-awutan. Gaun yang dia pakai saat datang ke acara pertunangan Gilang dan Jihan pun sudah robek di beberapa bagian.
Firasat Gilang sangat buruk melihat penampilan Belva saat ini.
Segera dia peluk tubuh Belva yang terlihat begitu ketakutan. Dia bawa masuk kembali ke dalam kamarnya lalu menenangkan Belva hingga dia siap menceritakan semuanya.
***
"Aku nggak kenal siapa lelaki itu," ucap Belva dengan tatapan kosong.
"Aku takut Papa dan Mama marah. Karena itu aku menghubungi Kak Gilang. Maafkan aku sudah merepotkanmhu, Kak. Patah hati membuatku bodoh sampai aku datang ke tempat seperti itu."
Rasa bersalah di hati Gilang begitu besar. Tapi sejak awal Gilang sudah menolak Belva. Harusnya Belva tak berharap padanya sedalam ini.
"Aku harus apa, Kak? Aku takut kalau aku hamil. Sama siapa aku minta pertanggungjawaban nanti?"
"Kenapa kamu bicara seperti itu, Bel? Memangnya kamu yakin dia melakukannya?"
"Kakak masih bisa bertanya seperti itu setelah melihat penampilan saat ini? Memangnya aku ini apa sampai semua ucapan aku nggak ada yang Kak Gilang percayai, hah?"
Belva kembali menangis. Mengusap wajahnya dengan kasar.
"Kakak nggak tau gimana rasanya jadi aku saat ini. Aku kehilangan apa yang harusnya aku berikan ke suamiku. Aku udah nggak ada harga dirinya lagi sebagai perempuan. Belum lagi kalau sampai aku hamil, kak. Aku pasti bikin malu Papa sama Mama. Anak mereka satu-satunya hamil di luar nikah dan nggak tau siapa ayahnya."
"Saya yang akan menikahi kamu, Bel."
Mendengar ucapan Gilang, Belva menghentikan tangisnya. Lalu menatap Gilang dengan tatapan tajamnya. "Kenapa baru sekarang?" ucapnya penuh penekanan.
"Kenapa baru sekarang kakak mau menikahi aku setelah aku kehilangan semuanya? Kemana kakak waktu aku bilang aku suka sama kakak? Kenapa kakak justru memilih perempuan lain untuk jadi tunangan kakak? Kenapa, Kak? Apa karena aku sudah kehilangan semuanya kakak baru mengatakan hal ini? Jika kakak melakukannya hanya karena kasian, lebih baik tidak usah. Aku lebih baik hidup menanggung malu daripada hidup dengan lelaki yang tak pernah mengharapkan aku ada di dalam hidupnya."
"Bukan begitu maksud saya, Bel. Saya_"
"Pergi."
Ucapan Gilang terhenti saat Belva mengusirnya.
"Bel?"
"Ku bilang pergi. Terimakasih sudah datang untuk orang yang menjijikkan seperti aku."
Dengan terpaksa Gilang melangkahkan kakinya keluar dari kamar Belva.
Namun Gilang tak meninggalkan Belva begitu saja. Gilang memesan kamar yang dekat dengan kamar Belva agar tetap bisa mengawasi Belva.
♥️♥️♥️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Raditya Permana.P
rencana jahat 🤣🤣🤣
2023-07-04
0
Prima Mustika
jangan jangan Belva pura2 ,
2023-06-18
0
Jenn
udh bisa main film sih ya Bel
2023-05-10
0