Tuhan, Ku Tak Mau Jadi Perawan Tua
Hari ini seharusnya menjadi hari yang paling membahagiakan bagi Brenda Edelweis. Namun, tidak demikian faktanya. Jam menunjukkan pukul 08.00, dan Brenda, CEO muda berusia 23 tahun yang telah sukses merintis usaha sejak usia 19 tahun, merasa gelisah. Dia telah merencanakan pembukaan gerai makanan yang ke-93, tetapi ada satu masalah besar yang harus dia hadapi.
Semalam, Brenda menerima pesan dari salah satu supplier utama yang memberitahukan bahwa pengiriman bahan makanan untuk pembukaan gerai hari ini akan terlambat. “Bagaimana bisa?! Ini hari penting, dan mereka justru mengecewakan saya,” gerutunya sambil mengacak rambut pirangnya. Dia telah berinvestasi banyak waktu dan tenaga untuk memastikan semuanya berjalan lancar.
Setelah mandi dan sarapan, dia bergegas mengendarai mobil Ferrari hitamnya menuju lokasi gerai. “Aku harus mencari solusi,” pikirnya dalam perjalanan. Tentu saja, Brenda adalah sosok yang tidak mudah menyerah. Dia telah membangun 180 toko pakaian, 165 toko mainan anak, dan 193 gerai makanan di bawah naungan Perusahaan Hoki Grup. Kegagalan bukanlah pilihan baginya.
Sesampainya di gerai, yang sudah dipenuhi karangan bunga dan ucapan selamat, Brenda disambut oleh pegawainya yang tampak ceria. Namun, senyum mereka tidak bisa mengalihkan perhatian Brenda dari kekhawatiran yang menyelimutinya. “Selamat pagi, Nona Brenda! Bagaimana kabar Anda hari ini?” sapa mereka dengan antusias.
“Selamat pagi. Ada sedikit masalah dengan pengiriman bahan makanan kita,” jawabnya, berusaha terdengar tenang.
Asisten lamanya, yang ditugaskan di gerai ini, langsung mencemaskan situasi. “Apakah kita sudah menghubungi supplier lain? Kita butuh bahan makanan untuk pembukaan ini.”
“Sudah, tapi mereka tidak bisa mengirimkan dalam waktu singkat,” kata Brenda, frustasi. “Kita tidak bisa mengecewakan pelanggan yang sudah menunggu.”
Saat melihat jam, Brenda tahu waktu terus berjalan. Tepat pukul 09.00, tamu undangan dan kolega serta keluarganya pun datang. Dengan tegas, dia berusaha menutupi kekhawatirannya. “Bismillahirohmanirohiim, dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Esa, toko gerai makanan yang ke-93 ini resmi saya buka,” ucapnya sambil memotong pita.
Gemuruh tepuk tangan menggema, namun di dalam hatinya, Brenda tetap cemas. Pembukaan diwarnai dengan pembagian 1000 tester kepada para calon pembeli. Brenda berharap ini bisa menarik pelanggan, meskipun bahan makanan yang tersedia sangat terbatas.
Setelah pembagian tester, pembeli mulai berdatangan. Namun, kesedihan Brenda semakin mendalam saat mengetahui bahwa persediaan cepat habis. “Apa yang terjadi?! Kenapa kita bisa kehabisan stok?” ucapnya dengan nada putus asa saat melihat antrian panjang.
“Tenang, Nona. Kami akan segera mencari solusi. Mungkin bisa kita cari di pasar terdekat?” tawar asisten yang terlihat cemas.
Brenda mengangguk. “Baiklah, cepatlah! Kita tidak bisa mengecewakan mereka,” ucapnya tegas. Dia tahu bahwa keberhasilan hari ini sangat penting untuk reputasinya.
Waktu pun berlalu, dan akhirnya jam menunjukkan pukul 17.00. Brenda merasa lelah, tetapi ada rasa bangga di dalam hatinya meski harus menghadapi tantangan. “Hahh, hari berat namun menyenangkan ini telah berakhir,” desahnya. Dia kembali mengendarai Ferrari hitamnya, tetapi sebelum pulang, dia mampir ke restoran langganannya untuk merayakan keberhasilannya meskipun dengan banyak rintangan.
Di restoran, sambutan hangat dari Beno, pelayan yang sudah hafal dengan dirinya, membuatnya merasa lebih baik. “Selamat datang, Ms. Brenda! Apa kabarmu?” sapa Beno.
“Kabar ku hari ini sangat baik, meski banyak rintangan. Hari ini adalah hari pembukaan gerai ku yang ke-93!” jawab Brenda dengan senyuman, berusaha menampilkan sikap positif.
Beno tersenyum. “Wah, selamat ya! Mesti rayakan ini dengan makanan enak,” ucapnya. Brenda pun merasa sedikit lega.
Setelah selesai makan malam di restoran langganannya, Brenda merasa lelah namun puas. Acara pembukaan gerai makanan yang ke-93 telah berjalan dengan baik, meskipun ada beberapa rintangan. Untuk merayakan keberhasilannya, dia meminta Beno untuk membawakan segelas anggur.
“Beno, tolong ambilkan aku segelas anggur yang terbaik. Rasanya aku butuh sedikit relaksasi setelah seharian bekerja keras,” pintanya.
Beno tersenyum dan segera mengantar segelas anggur merah yang terlihat menggoda. Brenda mengangkat gelasnya. “Untuk usaha yang telah kulakuan dan untuk semua pencapaian yang telah diraih!” ujarnya sambil meneguk anggur tersebut.
Tanpa disadari, segelas anggur menjadi dua, lalu tiga. Rasa lelah mulai menguap, digantikan oleh keceriaan. Brenda tertawa dan bercanda dengan Beno, merayakan momen kecil itu. Namun, seiring berjalannya waktu, efek alkohol mulai terasa. Dia merasakan dunia berputar di sekelilingnya, dan senyum di wajahnya semakin lebar.
“Brenda, mungkin sudah saatnya kamu pulang. Jangan terlalu banyak minum,” nasihat Beno sambil menatapnya khawatir.
“Ah, tidak apa-apa! Aku hanya merayakan hari ini. Besok aku bisa tidur seharian,” jawab Brenda, sedikit terbata.
Setelah beberapa saat, Brenda akhirnya memutuskan untuk pulang. Dia merasa sedikit sempoyongan saat berjalan ke arah parkiran. “Mudah-mudahan Ferrari-ku masih di sini,” gumamnya.
Ketika sampai di parkiran, dia melihat mobil hitam yang serupa dengan Ferrari-nya. Tanpa berpikir panjang, Brenda membuka pintu dan masuk ke dalam mobil tersebut. “Akhirnya aku di sini,” ucapnya lega, meskipun dalam pikirannya, ada sesuatu yang terasa aneh.
Saat Brenda bersandar di jok mobil, dia baru menyadari bahwa ada seseorang yang sedang menatapnya dengan bingung. Dia langsung menoleh dan melihat seorang pria dengan tatapan terkejut. “Ini bukan mobilku!” teriaknya.
Brenda cepat-cepat melompat keluar dari mobil itu, merasa panik. “Astaga, maaf!” serunya, sebelum dia bergegas pergi. Pria itu hanya menggelengkan kepala dan tersenyum, tampak terpesona dengan keanehan situasi itu.
Brenda berlari menuju mobilnya yang sebenarnya, di mana Beno sudah menunggunya. “Brenda, kamu baik-baik saja?” tanyanya khawatir.
“Aku baru saja masuk ke mobil orang lain,” jawab Brenda sambil tertawa, meski sedikit malu. “Aku rasa aku mabuk.”
Beno menatapnya dengan perhatian. “Ayo, aku antar kamu pulang. Ini sudah larut malam.”
Brenda mengangguk dan masuk ke dalam mobil Beno. Sepanjang perjalanan, dia merasa bersyukur memiliki teman seperti Beno yang selalu ada untuknya.
“Jadi, bagaimana perasaanmu tentang pembukaan hari ini?” tanya Beno sambil mengemudikan mobil.
“Rasanya luar biasa! Banyak orang datang, dan aku tidak menyangka akan seberhasil ini. Tapi, mungkin aku harus lebih hati-hati soal alkohol,” jawab Brenda sambil tertawa.
Beno hanya tersenyum. “Ya, lebih baik tidak mengulangi kesalahan yang sama.”
Setelah beberapa menit berkendara, mereka sampai di rumah Brenda. Dia merasa lega bisa pulang dengan selamat. “Terima kasih, Beno. Kamu selalu jadi penyelamatku,” ucapnya sambil tersenyum.
“Tidak masalah. Hati-hati di lain waktu,” balas Beno, sebelum Brenda melangkah keluar dari mobilnya.
Brenda melambaikan tangan dan memasuki rumahnya. Meski malam itu penuh kejutan, dia merasa bahagia. Hari berikutnya, dia akan bangkit lagi dan melanjutkan mimpinya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Annisa Isnaennie
Folback donk kak☺️
2022-06-12
0
Bunny🥨
Misi kaka, izin prmo y:)
Yuk baca ceritaku "Terpaksa menikahi dokter dingin."
Penasaran? Yuk mampir, kali aja bisa menjadi novel favoritmu❤
2020-07-18
2
mety
mampir juga di novel aku
1. AKHIR PELARIAN
2. MY STARLA
kamu pasti suka
2020-06-18
2