Geneva Swiss
Zinnia akhirnya kembali ke kota yang indah di Switzerland, tempat dirinya hendak melanjutkan kuliahnya dan bekerja. Zinnia sangat tertarik dengan psikologi setelah dirinya mengalami yang namanya pembullyan dan itu mempengaruhi keadaan mentalnya waktu kecil. Namun Zinnia bersyukur Oma Fatimah yang seorang psikolog, memberikan terapi dan support untuknya selain Ayrton dan Mariana.
Zinnia masuk ke dalam apartemen sederhananya dan lokasinya dekat dengan Hôpitaux Universitaires de Genève ( HUG ), rumah sakit tempatnya dia diterima bekerja dengan Doktor Psikologi, Emma Baker, yang juga mentornya selama kuliah di psikologi.
Zinnia memang berencana untuk mengambil profesi di bidang psikologi anak dan keluarga karena merasa dirinya juga berasal dari kesalahan orang tuanya, dan dia berhasil bangkit dari dukungan dan cinta keluarganya, hingga mampu seperti sekarang. Dan dia ingin menyebarkan dan mengedukasi keluarga dan anak yang butuh konseling bahwa tidak ada anak yang salah saat dilahirkan.
Gadis itu membuka jendela apartemennya dan melihat pemandangan kota Geneva ( Jenewa ) yang indah. Yang membuatnya nyaman tinggal di kota ini adalah suasananya yang tenang dan tidak ada paparazi yang suka mengikutinya kemana dia pergi di Dubai.
***
Sean Alexander Léopold turun dari kereta gantung yang membawanya turun dari arena ski. Gara-gara dirinya Meleng saat bermain ski, dia mengalami kecelakaan hingga kakinya terkilir meskipun pengawal merangkap asistennya Greg Tucker tampak panik karena dia yakin pangerannya mengalami patah tulang kaki.
"Greg, aku hanya terkilir, bukan patah kaki!" sungut Sean ke asistennya.
"Tapi yang mulia..." Greg menatap Sean yang sekarang dipapah oleh seorang bodyguard nya menuju mobil Range Rover milik keluarga kerajaan Belgia.
"Shut up Greg! Sekarang bawa aku ke rumah sakit!" bentak Sean yang mulai meragukan keyakinannya bahwa dirinya hanya terkilir bukan patah kaki.
Sialan! Gara-gara cewek berambut hitam, aku jadi Meleng dan nabrak pagar pembatas.
***
Hôpitaux Universitaires de Genève ( HUG )
Zinnia menggosokkan kedua tangannya yang terasa dingin di bulan Desember ini setelah tadi berjibaku dengan salju. Sengaja tadi dia memakai transportasi umum daripada memakai mobil imutnya, mini Cooper. Zinnia selalu takut menyetir disaat salju mulai deras seperti ini karena rawan kecelakaan.
"Zinnia!" panggil salah satu rekannya. "Akhirnya datang juga. Aku dapat klien very very annoying dan aku kesulitan menghandle nya."
"Sabar, Greta. Aku taruh mantel dulu. Duh dinginnya" senyum Zinnia ke rekan kerjanya. Zinnia dan Greta adalah mahasiswa profesi psikologi anak dan keluarga dari universitas yang sama, University of Geneva. Dan keduanya terpilih oleh doktor Emma Baker untuk menjadi asistennya.
Zinnia mengikat rambut hitamnya yang tebal dengan model cempol sederhana lalu masuk ke ruang konseling. Doktor Emma Baker memberikan kesempatan kepada asistennya untuk menangani klien - klien yang datang ke rumah sakit. Dengan begitu, mereka akan mendapatkan pelajaran langsung dari lapangan.
"Guten Morgan, Ich bin Zinnia. Womit kann ich Ihnen behilflich sein ( selamat pagi, saya Zinnia. Apa yang bisa saya bantu )?" sapa Zinnia ramah kepada klien dan orang tuanya.
***
Sean tiba di Hôpitaux Universitaires de Genève ( HUG ) dengan wajah manyun dan menahan sakit. Sepertinya aku benar-benar patah kaki. Greg segera meminta kepada pihak IGD untuk segera menangani Sean sebagai pasien VVIP karena siapa yang tidak mengenal Sean Léopold of Belgium, calon raja kerajaan Belgia garis kedua setelah kakaknya Stefanus atau biasa dipanggil Stefan.
Melihat pasien yang datang adalah seorang VVIP, pihak rumah sakit pun bergegas mengobati pangeran tampan itu. Dan sesuai dengan prediksi Greg, pergelangan kaki Sean mengalami retak tulang Tibia yang untungnya tidak patah hingga dirinya harus dirawat di rumah sakit selama satu Minggu dan setelahnya selama 5-12 Minggu ke depan dirinya harus memakai gips dan kruk.
***
Hôpitaux Universitaires de Genève ( HUG ) sehari setelahnya
Sean merasa kesal dan bosan menjadi kaum rebahan tanpa melakukan apa-apa. Kedua orangtuanya malah menyalahkan dirinya yang tidak hati-hati, apalagi ibunya Michelle, dengan santainya mengatakan sangat pedas bahwa ceroboh adalah nama tengah Sean.
Greg dengan setia menemani pangerannya yang hanya cemberut setelah menerima telepon dari sang ibu.
"Greg! Aku bosan! Bilang sama dokter, aku ingin jalan-jalan!" rengek Sean.
"Pakai kursi roda, tuan. Jangan jalan!" balas Greg judes. Kuping asisten yang berusia 26 tahun, hanya tiga tahun lebih tua dari Sean, juga tidak lolos dari omelan permaisuri Michelle. Permaisuri berdarah Jerman - Amerika itu menganggap Greg tidak mengawasi Sean dengan baik.
"Iiissshhh seperti orang tua saja aku pakai kursi roda!" cebik Sean.
"Pakai kursi roda atau tidak ada jalan-jalan!" balas Greg dingin.
"Oke, oke. Geez, galaknya!" sungut Sean.
***
Greg mendorong kursi roda yang sudah diduduki oleh Sean dan banyak perawat dan pasien wanita terpesona dengan wajah tampan pria itu. Sean sendiri hanya tersenyum sopan disaat banyak kaum hawa yang menyapanya.
"Kita kemana tuan?" tanya Greg yang hanya menggelengkan kepalanya dengan gaya playboy Sean. Ya, dibandingkan dengan Stefan, Sean memang lebih playboy. Stefan adalah tipe anak sulung, baik-baik dan straight the rule sedangkan Sean lebih pemberontak dan seenaknya sendiri.
"Ke taman saja Greg. Aku ingin menikmati pemandangan disana" jawab Sean.
Greg membawa Sean ke taman rumah sakit yang berada bagian tengah. Di jam yang masih pagi seperti ini dan belum jam besuk, suasana rumah sakit masih lengang.
Sean menikmati pemandangan hijau dengan penataan yang apik sembari melihat bagaimana tukang kebun, para perawat yang berjalan dan kesibukan lainnya yang membuatnya tenang. Sean tidak suka berada di kamar yang menurutnya tidak ada kegiatan, Sean lebih suka melihat para orang sibuk bekerja daripada menonton TV.
Mata biru Sean memindai sekelilingnya dan tiba-tiba dia melihat seorang gadis yang sedang menikmati kopi di sebuah meja taman. Sean tidak dapat mengalihkan pandangannya dari gadis itu. Entah kenapa dirinya merasa familiar dengan wajah cantik itu.
"Zinniaaaa!" teriak seorang gadis berambut blonde sambil membawa kopi dan kantong kertas yang Sean yakini itu isinya makanan.
Tunggu ! Zinnia? Zee? Pikiran Sean melayang ke 15 tahun lalu di Singapura. Apa dia gadis cilik yang centil itu?
"Ya ampun Greta! Ini tuh rumah sakit, bukan hutan!" tegur gadis yang dipanggil Zinnia itu.
"Sorry. Ini aku bawakan fish and chips, mashed potatoes Dan sandwich salmon. Aku tahu kamu tidak bisa makan oink oink" kekeh Greta jenaka.
"Thank you darling" senyum Zinnia.
Sean masih menatap gadis itu. Apakah benar itu Zinnia? Nama Zinnia bukanlah nama pasaran. Setelah sekian tahun, aku bertemu dengan anak itu lagi?
"Ada apa tuan?" tanya Greg ketika Sean memberikan kode untuk mendekati dirinya.
"Cari tahu soal gadis itu! Yang berambut hitam. Namanya Zinnia. Cari tahu nama lengkapnya dan jika nama belakangnya 'Hadiyanto' berarti dia anak kecil yang bertemu denganku di Singapura dulu."
Greg yang tidak tahu cerita itu hanya mengangguk. "Baik tuan." Dan asisten tampan itu mulai mencari informasi melalui iPad nya.
Sean masih menatap kedua gadis yang menikmati acara sarapannya. Tiba-tiba gadis itu menoleh ke arahnya dan Sean langsung terpesona melihat wajah Zinnia setelah dirinya hanya melihat dari samping.
Ya Tuhan, dia cantik sekali.
Neng Zee
Prince Sean Léopold masih belum brewokan
***
Yuhuuuu Up Pagi Yaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Ita Xiaomi
Wah klo Sean ke tempat aku bakalan sering meleng nih. Di tempat ku cewek2x pd berambut hitam😁
2025-04-01
1
Sayem Sayem
rindu brewok e Daddy Sean..
2025-01-24
1
Murti Puji Lestari
duh yang tersepona neng zee, cantik kan bang 😅
2024-10-28
1