Untuk memberikan hukuman pada suaminya, Sabrina harus tega pada Devendra yang makin keras kepala setiap kali berhadapan dengannya.
Pagi itu Sabrina berangkat ke perusahaan miliknya dan hendak pamit kepada Devendra yang terlihat serius bermain dengan ponsel miliknya.
"Assalamualaikum mas Devendra!" Aku mau berangkat dulu." Ucap Sabrina seraya mengulurkan tangannya untuk menyalami Devendra.
Devendra tidak merespon permintaan Sabrina. Ia seakan menganggap Sabrina tidak ada di hadapannya. Merasa dicuekin Sabrina pun berjalan menuju mobilnya sudah terparkir.
Asisten pribadinya tuan LAN membuka pintu untuk bosnya itu sambil membungkuk hormat. Devendra makin keki karena Sabrina tidak lagi memohon padanya seperti biasa.
"Kurangajar!" Aku malah dicuekin balik oleh wanita munafik itu." Umpat Devendra sambil mengepalkan kedua tangannya menahan amarah.
Nyonya Desy menghampiri anak sambungnya itu. Ia mulai memprovokasi Devendra agar suami Sabrina ini cemburu pada istrinya.
"Biasanya kalau istri sudah tidak peduli dengan suami berarti ada orang ketiga yang lebih memperhatikan dirinya, apa lagi saat ini, Sabrina lagi hamil.
Apa yang tidak bisa ia dapatkan dari rumahnya, malah mendapatkan itu dari luar rumah." Ucap nyonya Desy so perhatian.
Alih-alih termakan dengan ocehan dari sang ibu sambung, Devendra justru menyerang balik nyonya Desy dengan kata-kata menohok.
"Apakah dulu, seperti itu caramu meracuni pikiran ayahku untuk membenci ibu kandungku, hahh!"
"Apa yang kamu katakan Devendra, mana mungkin aku sejahat itu pada ibumu." Nyonya Desy langsung berkilah karena tidak ingin disalahkan oleh putra sambungnya itu.
"Sudahlah nyonya Desy!" kamu tidak perlu bersandiwara kepadaku, seakan-akan kamu ingin berperan menjadi ibu sambung yang paling baik sedunia." Ucap Devendra sinis.
"Apa yang dilakukan ibumu sama seperti yang akan dilakukan istrimu saat ini." Tukas nyonya Desy yang tidak ingin ditentang oleh Devendra.
Devendra menghampiri ibu sambungnya itu. Ia pun menatap tajam wajah nyonya Desy yang terlihat pucat dengan tubuh gemetar.
"Kalau aku tidak ingat Indri itu adalah bagian dari darahmu dan darah ayahku, mungkin aku akan mengusirmu dari rumah ini.
Tapi percuma juga ada dirimu disisi Indri karena kamu tidak pernah memberikan perhatian dan kasih sayangmu kepada anak malang itu." Ujar Devendra.
"Cih!" Apakah kamu sudah hebat menjadi seorang suami untuk istrimu Sabrina?" Kau tidak lebih buruk dariku Devendra.
Kamu tahu dia hamil, tapi peranmu sebagai suami dan calon ayah hanya nol besar. Kamu lebih sibuk mengurusi hatimu karena tidak bisa mengalahkan istrimu sendiri dengan apa yang dia miliki.
Apapun yang ia lakukan untukmu, seakan tidak bernilai sama sekali dihadapanmu. Jika dia mau, dia bisa meninggalkan lelaki penyakitan seperti kamu." Ucap nyonya Desy tidak kalah sengit.
"Diammm!" Bentak Devendra dengan mengepalkan kedua tangannya.
Ia pun masuk ke kamarnya dan menguncikan dirinya di dalam kamar.
"Dasar perempuan sial!"
Prankkkk..
Pecahan beling bertebaran ke mana-mana, di saat Devendra melemparkan gelas itu ke dinding kamarnya. Pak Iwan menggedor pintu kamar Devendra agar lelaki tampan itu tidak melukai dirinya.
"Mengapa hidupku jadi seperti ini. Apa yang harus aku lakukan ya Allah?" Tangis Devendra pecah kala mengingat semua perkataan tuan Jeremy padanya beberapa bulan yang lalu.
Sementara di kamar nyonya Desy, Inca dan ibunya sedang menyusun rencana jahat untuk mencelakai Sabrina yang saat ini sedang hamil lima bulan.
"Mami!" Bukankah sudah saatnya kita menyingkirkan Sabrina dari rumah ini?" Jika dia melahirkan pewaris, maka kita tidak punya kesempatan untuk mendapatkan hartanya.
Menurut informasi apa yang aku pernah dengar, kalau Sabrina ingin mewariskan semua hartanya untuk Devendra. Sementara saat ini, Devendra sendiri sedang sakit-sakitan yang hanya menunggu ajal." Ujar Inca.
"Dari mana kamu tahu, kalau Sabrina sudah mewariskan semua harta kekayaannya pada Devendra?" Tanya nyonya Desy.
"Dari asistennya pengacara pribadi Sabrina yaitu tuan Ruslin, mami." Ucap Inca.
"Bagaimana kamu bisa bertemu dengan asistennya tuan Ruslin?" Tanya nyonya Desy.
"Awalnya, kamu tidak sengaja bertemu di salah satu hotel. Saat itu asisten tuan Ruslin sedang membawa berkas pada tuan Ruslin yang sedang rapat di hotel itu.
Kerena buru-buru ia pun menjatuhkan berkas itu dan aku segera mengambil untuknya. Ia tersenyum padaku karena sudah membantunya. Dan setelah itu...?"
Kamu tidur dengannya dan mulai menggali informasi yang berkaitan dengan Sabrina?" Tebak nyonya Desy sambil memetikkan
jarinya.
"Begitulah mami!" Ucap Inca malu-malu pada ibunya.
"Ternyata otak jenius mami, menurunkan padamu, sayang. Kamu benar-benar hebat. Tapi, bagaimana caranya kita mencelakai Sabrina tanpa ketahuan. Mengingat di setiap sudut rumah ini hampir dipasang CCTV." Ucap nyonya Desy terlihat putus asa dengan jebakannya sendiri.
"Mami!" Serahkan itu pada Inca. Kita bisa melakukannya tanpa ketahuan oleh polisi jika Sabrina benar-benar mati bersama anak yang dikandungnya." Ucap Inca.
"Oh, mami tidak sabar menunggu saat itu, nak." Ucap nyonya Desy lalu tersenyum menyeringai seperti iblis.
Sabrina yang baru keluar dari perusahaannya, meminta asistennya untuk mengantarnya ke toko kue dan roti.
Setibanya di toko kue, ia sedang memilih kue kesukaan keluarganya di rumah, termasuk nyonya Desy dan putrinya Inca.
Tidak berapa lama, ia pun sudah mengantri di depan kasir untuk membayar belanjaannya.
"Sabrina...?" tegur seorang pria tampan yang berdiri di sampingnya.
"Brandon!" Sapa Sabrina.
"Apa kabar Sabrina!" Kamu sedang hamil?" Tanya Brandon sambil memperhatikan perut Sabrina yang sudah membesar.
"Iya!" Jawab Sabrina dengan anggukan.
"Syukurlah kamu sudah hamil, sementara aku dan istriku sedang menanti keajaiban dari Tuhan yang belum berpihak pada kami." Ucap Brandon dengan wajah sendu.
Sabrina membayar belanjaannya dan juga milik tuan Brandon.
"Tidak usah Sabrina!" Cegah Brandon tidak enak hati.
"Anggap saja aku sedang mentraktir teman lama yang baru saja bertemu." Ucap Sabrina lalu mengambil lagi black card miliknya.
Keduanya jalan berdua keluar dari toko kue tersebut. Tanpa di sadari Sabrina, suaminya sedang melihat ke arahnya yang sedang mengobrol dengan tuan Brandon.
Devendra turun dari mobilnya lalu menyeberangi jalan sambil berlari menghampiri Sabrina.
"Sabrina!" Teriak Devendra dengan berjalan cepat mendekati Sabrina yang tercengang melihat suaminya yang tiba-tiba muncul.
"Mas Devendra!" Gumam Sabrina lirih.
"Apakah ini caramu mencari kesenangan di luar rumah?" Tanya Devendra sinis.
"Maaf tuan!" Sabrina, apakah ini suamimu?" Tanya Brandon.
"Mas Devendra, kenalkan ini teman kuliahku. Kebetulan kami satu jurusan di kampus yang ada di Amerika." Ucap Sabrina.
"Pulang!" Bentak Devendra tanpa ingin berkenalan dengan tuan Brandon.
Sabrina pamit pada tuan Brandon lalu mengikuti langkah suaminya. asisten Lan menghampiri pasangan ini." Nyonya Sabrina!" Apakah anda mau pulang bareng dengan tuan Devendra?" Tanya asisten Lan hati-hati.
"Kamu pulang saja Lan, biarkan aku bersama suamiku." Ucap Sabrina lalu buru-buru menyeberangi jalan karena Devendra meninggalkannya di belakang.
Tanpa di sadari Sabrina, ada mobil yang berlawan arah melaju dengan kencang membuat Sabrina terperanjat hingga kue yang dipegangnya jatuh.
"Sabrinaaaaa!" Teriak Tuan Devendra histeris.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Rosdiana Diana
karena aku keturunan dari Turkey bang. Aku lebih hafal negara itu karena sering ke sana he...he..
2023-08-02
0
jhon teyeng
bagus juga kak crritamu ini, cm mau tya saja kok selalu gadis turkye? dr beberapa ceritamu selalu gadis dr sana
2023-08-02
1