Sabrina menemui suaminya di dalam kamar. Pria tampan itu langsung mendaratkan tangannya ke pipi Sabrina.
Plakkk!"
Sabrina tersentak dan menatap wajah suaminya yang saat ini diliputi amarah. Ia pun langsung bersimpuh di kaki suaminya karena dirinya memang salah.
"Maafkan aku mas!" Aku tidak akan mengulanginya lagi." Ucap Sabrina sambil memohon memegangi sebelah kaki Devendra.
"Harusnya kamu tanya padaku terlebih dahulu, jika kamu ingin melakukan apapun." Bentak Devendra lalu menghentakkan kakinya hingga tubuh Sabrina terjengkang.
"Maafkan aku!" Ucap Sabrina sekali lagi tanpa ada air mata di pipinya.
"Jangan terlalu bodoh jadi wanita, jika kamu punya harga diri, sebaiknya tinggalkan rumah ini karena sebentar lagi aku akan menceraikan dirimu." Ucap Devendra sengit.
Lagi-lagi Sabrina tidak menanggapi perkataan suaminya. Karena ucapan itu dalam keadaan marah.
Devendra begitu kesal dengan sikap pasrah Sabrina yang tetap tegar bagai karang dilautan walaupun ia selalu mencaci-maki gadis ini.
"Apakah hatimu terbuat dari batu, hah?" Hinaan demi hinaan yang setiap hari aku ucapkan kepadamu, tidak sekalipun kamu merasa sakit hati apa lagi melihatmu menangis.
Jadi kamu ini punya hati atau tidak?" Dasar gadis bodoh!" Devendra meraup kedua pipi istrinya dengan kencang lalu mendorong wajah cantik itu dengan kasar.
"Jawab pertanyaanku!" Bukan hanya dengan sekedar meminta maaf. Mengapa kamu tidak pernah menangis Sabrina? setiap kali aku menghinamu dan anehnya lagi, mengapa kamu selalu meminta maaf dan maaf padahal aku yang selalu berbuat salah padamu bahkan cenderung kasar." Tanya Devendra dengan wajah menyalang.
"Air mataku terlalu berharga untuk mu mas Devendra, karena air mataku ini akan menetes untuk Robb-ku ketika aku sujud memohon pengampunan padaNya atas dosa-dosaku. Air mataku ini akan meleleh saat aku melantunkan setiap ayat suci Al-Quran dalam mengingat kebesaran Tuhanku. Air mataku hanya berharga saat aku kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidupku.
Sesungguhnya masalah dan ujian yang aku jalani dalam hidupku sangatlah kecil di bandingkan dengan kekuasaan Tuhanku karena aku memiliki Allah yang sangat besar atas karunia-Nya." Ujar Sabrina membuat Devendra tidak bisa berkutik lagi.
Ungkapan yang begitu bijak dari seorang istri yang memiliki ilmu agama yang cukup luas dalam menyelesaikan permasalahan dalam rumah tangganya.
"Sabrina!" Siapa kamu sebenarnya?" Mengapa aku terlihat semakin kerdil di matamu. " Ucap Devendra melihat akhlak istrinya yang hampir sempurna dalam menghadapi sifat arogansinya.
Setelah memberikan penjelasan yang dibutuhkan suaminya, Sabrina tetap duduk bersimpuh dibawah kaki sang suami yang masih tertegun menatap wajah teduh yang selalu menyejukkan hatinya setiap kali dirinya pulang kerja.
Hanya saja, keangkuhan Devendra yang tidak pernah sedikitpun mengakui kesalehan istrinya karena gengsinya yang begitu tinggi pada wanitanya.
Apapun yang dilakukan oleh Sabrina dianggap suatu ancaman untuk dirinya.
"Berdiri!" Titah Devendra pada Sabrina yang tetap pada posisinya.
Sabrina mendongak wajahnya dan sekali lagi meminta maaf pada sang suami.
"Aku akan berdiri, kalau mas Devendra mau memaafkan aku. Yang aku inginkan saat ini ridho darimu mas." Ucap Sabrina yang membuat hati Devendra tersentuh dengan permohonan suaminya.
"Sabrina, apakah kamu tidak salah memilihku untuk menjadi suamimu?" Tanya Devendra dalam diamnya.
"Aku sudah memaafkanmu. Sekarang kamu boleh lakukan apa yang kamu suka karena tidak ada lagi yang aku butuhkan darimu." Ucap Devendra sambil mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
"Terimakasih mas!" Ucap Sabrina lalu mencium punggung tangan suaminya.
Ia pun mengambil laptop miliknya dan mulai berselancar dengan pekerjaannya. Begitu pula dengan Devendra yang sedang belajar mengembangkan perusahaan kakeknya yang saat ini sedang dikelola oleh dirinya.
Ketika malam tiba di saat Sabrina menyelesaikan sholat isya, Devendra sudah keluar dengan penampilan perlente.
Wajahnya tampan dilengkapi hidung yang mancung dan matanya yang tajam. Tinggi badannya sekitar 185 cm dengan berat badan yang sangat profesional sesuai dengan tinggi tubuhnya yang selalu dibutuhkan dunia mode dalam memperagakan busana dari setiap desainer ternama di tanah air.
Mas Devendra mau ke mana?" Tanya Sabrina dengan santun.
"Bukan urusanmu!" Jawab Devendra singkat.
"Mas Devendra!"
Jangan terlalu terlena dengan hiruk pikuknya dunia karena ini hanya sementara bagi kita selama hidup di dunia.
Jauhi maksiat mas! sebelum datang azab Allah yang lebih pedih." Sabrina memperingatkan suaminya untuk lebih waspada dengan penyakit kelamin yang sering ditularkan oleh wanita malam.
Devendra menatap wajah istrinya yang terlihat bawel mengurusi urusan pribadinya." Aku tahu kamu adalah wanita super yang kaya ilmu, tapi tidak berarti kamu seenaknya mengatur hidupku dengan siapa aku biasa bergaul.
Satu hal yang membedakan kamu dengan wanita malam yang kamu anggap hina itu, mereka tidak sekalipun pamer kepadaku dan anehnya ada diantara mereka memiliki pendidikan tinggi dengan keluarga baik-baik.
Itulah mengapa aku sangat betah berada dekat dengan mereka ketimbang berada di dekat dirimu." Ucap Devendra.
"Tidak apa mas Devendra, mungkin saat ini kamu terlihat sehat, gagah dan kaya, tapi jika Allah menghendakinya, nyawamu bisa diambil kapan saja jika kamu tidak mau insyaf." Sahut Sabrina membuat Devendra makin geram dengan istrinya yang makin membuat kupingnya panas.
"Dengar gadis alim!" Aku heran dengan jalan pikiranmu saat ini. Mengapa kamu tidak menolak saat kakek menjodohkan kita berdua?" Pasti kamu sudah banyak tahu tentang aku dari kakek, sedangkan aku baru mengetahui dirimu sehari sebelum kamu tiba di Jakarta." Imbuh Devendra dengan nada tak suka.
"Tidak apa mas Dev!" Malam ini kupingmu sangat panas untuk menerima kebaikan, tapi suatu hari ini takdir bisa saja terbalik padamu dan di saat itulah kamu terus menyesali perbuatanmu yang tidak tahu malu itu." Ujar Sabrina ketus.
Devendra mengacuhkan ocehan Sabrina. Ia pun keluar dari kamarnya dan menuruni tangga terburu buru.
"Aku tahu kamu mendengarkan nasehatku dengan baik mas, Tapi kamu tidak tahu rasanya memiliki istrinya yang bawel sepertiku yang harus sabar menanti dirimu berubah.
Devendra mendatangi apartemen milik Silvia. Sudah cukup lama dirinya tidak bertemu dengan wanita impiannya itu.
Silvia memang terkenal gadis kaya dan juga cerdas. Namun sayang ayahnya yang kepincut gadis muda yang hampir seusianya membuat ia sangat frustasi.
Ibunya harus dirawat di rumah sakit jiwa karena depresi. Abangnya terlibat narkoba dan harus mendekam di penjara dan Selvia memilih meninggalkan rumahnya karena pelakor itu telah berhasil menguasai ayahnya.
Selvi membuka pintu apartemennya dan melihat siapa yang bertamu malam itu.
"Devendra!" Pekik Selvia lalu memeluk lelaki tampan yang selalu ada untuknya ini.
"Sayang aku merindukanmu!" Ucap Devendra tanpa menunda waktu langsung bergumul dengan Selvi di ruang tamu itu.
🌷🌷🌷🌷🌷
Waktu kembali bergulir dengan cepat, meninggalkan setiap sejarah menyakitkan untuk Sabrina dari perlakuan suaminya yang masih doyan jajan pada perempuan malam untuk menghangatkan tubuhnya.
Tapi Devendra tidak ingin mabuk berat karena akan merusak pikirannya. Ia selalu berhubungan dengan wanita lalu pulang ke rumah seperti biasanya.
Asisten pribadinya mengingatkan Devendra akan pertemuan mereka dengan merencanakan makan malam bersama pasangan mereka di sebuah restoran terkenal di Jakarta Selatan.
"Tuan Devendra, apakah anda bersedia memenuhi undanganku?" Jika bisa tolong bawa istrimu karena aku juga membawa Istriku." Ucap tuan Farel di seberang telepon.
"Tentu saja aku terima undangan anda, tuan Farel. Aku akan membawa istriku juga." Ucap Devendra menyanggupi permintaan relasinya.
Devendra memanggil istrinya dan meminta Sabrina untuk ikut makan malam dengannya.
"Besok malam aku ingin kamu ikut makan malam bersama dengan relasi perusahaan. Aku harap besok kamu bisa tampil cantik dengan busana yang lebih elegan." Ucap Devendra yang tidak ingin malu di depan relasinya.
"Baik mas!" Insya Allah, aku tidak akan membuatmu malu." Ujar Sabrina.
"Terimakasih!" Ucap Devendra singkat lalu mengerjakan lagi tugasnya sebelum tidur.
Keesokan malamnya, Sabrina mempersiapkan dirinya dengan berdandan secantik mungkin. Tampilannya kali ini begitu di luar dari ekspektasi Devendra.
Devendra yang sudah menunggu Sabrina di ruang keluarga terlihat gelisah karena istrinya belum turun juga.
Devendra yang ingin menyusul istrinya ke kamar menghentikan langkahnya ketika adiknya Indri menjerit.
"Mbak Sabrina cantik banget!" Apakah ini benar kakak iparku?" Tanya Indri begitu kagum melihat Sabrina seperti artis.
Devendra menegang di tempatnya berdiri dengan mulut terlihat setengah mangap diikuti ibu dan adik sambungnya yang tidak percaya dengan penampilan Sabrina yang sangat cantik dan anggun.
"Apakah kita bisa berangkat sekarang mas?" Tanya Sabrina sambil tersenyum.
"Iya sayang!" Ucap Devendra salah tingkah sendiri hingga membuat adiknya Indri tertawa terpingkal-pingkal.
"Mas Dev bucin sama mbak Sabrina." Goda Indri membuat wajah Sabrina bersemu merah.
Devendra memberikan lengannya untuk digandeng oleh Sabrina menuju mobil yang sudah di siapkan oleh pelayannya.
Setibanya di restoran, para pengunjung terpesona dengan kecantikan Sabrina membuat Devendra makin bangga berjalan bersama istrinya.
Begitu pula, tiga pengusaha sukses yang sedang menunggu Devendra nampak kagum melihat istri Devendra.
"Assalamualaikum Mbak Sabrina!" Sapa tuan Farel yang baru melihat wajah istrinya Devendra dengan jelas. Ketika Devendra menikah, Sabrina malah memakai cadar dan mereka sulit mengenali wajah cantik Sabrina.
Sekarang mereka malah terlihat menikmati kecantikan istri dari Devendra ini yang masih gadis sampai saat ini.
"Waalaikumuslam." Jawab Sabrina sambil mengatupkan kedua tangannya sebagai pemberian salamnya pada relasi suaminya.
"Ternyata istrimu sangat cantik tuan Devendra!" Ucap Farel yang terlihat genit di depan Sabrina.
"Terimakasih pujiannya tuan Farel. Aku kira kamu membawa istrimu yang sah, ternyata kamu membawa simpananmu." Sindir Devendra sinis membuat tuan Farel begitu murka.
"Aku memang memiliki simpanan tapi, hanya satu wanita bukan gonta ganti wanita seperti yang anda lakukan tuan Devendra, sementara kamu memiliki bidadari di rumahmu tanpa ingin menyentuhnya." Timpal tuan Farel dengan kata-kata menohok.
Suasana makan malam menjadi menegangkan ketika saling sindir antara tuan Farel dan juga tuan Devendra hanya karena persoalan perempuan.
"Sialan, dari mana dia tahu aku belum menyentuh istriku, apakah dua seorang cenayang?" Gumam Devendra membatin namun sangat geram dengan tingkah relasi perusahaannya ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Ria Onits
yekk ko deven kasar main tangan
2022-08-04
1