Persiapan pernikahan yang saat ini sedang dilakukan oleh Sabrina dengan beberapa desainer yang di pilihnya untuk mengukur baju pengantin miliknya.
Bukan hanya untuknya, tuksedo untuk Devendra sudah ia pikirkan karena calon suaminya itu tidak begitu antusias dengan acara sakral yang diadakan seminggu lagi.
Sabrina sengaja menggelar acara pernikahan sederhana di kediaman mansion milik kakek Ardian dari pada harus menyewa gedung atau hotel.
Padahal beberapa hotel mewah yang ada di Jakarta adalah milik orangtuanya. Malam itu Sabrina sengaja tidak ingin tidur karena ia ingin membicarakan beberapa rangkaian acara di perhelatan pernikahan mereka.
Sekitar jam 12 malam, Devendra baru tiba di rumahnya dalam keadaan mabuk. Sabrina yang melihat perilaku Devendra sedikitpun Tidak merasa kecewa karena ia sudah mengetahui banyak tentang Devendra dari kakek Ardian.
"Ya Allah mas Devendra!" Gumamnya lirih saat Devendra hampir menabrak dirinya yang sedang duduk di sofa.
"Apakah kamu sedang berlatih untuk menjadi seorang istri yang baik yang selalu menunggu kepulangan suami?" Tanya Devendra dengan mulut bau alkohol.
Sabrina tidak ingin menjawab karena suatu hal sia-sia bicara dengan orang mabuk yang akalnya sudah tertutup dengan minuman keras.
Sabrina kembali ke kamarnya tanpa memperdulikan Devendra yang sudah tertidur di sofa ruang keluarga.
Lagi pula para pelayan sudah masuk ke kamar mereka masing-masing. Peraturan di rumah itu yang mewajibkan para pelayan harus istirahat kerja pukul 12 malam.
Di kamarnya, Sabrina merenungi kembali keputusannya untuk menikah dengan Devendra.
"Ya Allah, apakah petunjukMu benar atas semua doa-doa yang aku panjatkan dalam sholat istikharah dan tahajud.
Ya Allah, jika ini hanya sebuah obsesi atau amanah, tolong jauhkan aku dari malapetaka ini ya Allah.
Tapi jika petunjuk Engkau benar, berikan hamba kesabaran menghadapi lelaki itu dan rubah lah akhlaknya agar lebih mulia di hadapanMu." Ucap Sabrina lirih dalam doanya.
Seminggu kemudian.
Tidak butuh waktu lama, pernikahan Devendra di gelar sederhana di kediaman Tuan Ardi. Saat ijab qobul berlangsung, Tuan Ardi nampak terharu mendengar nama putri bosnya itu di sebut oleh penghulu.
"Saya nikahkan dan kawinkan saudara Devendra Mahesa bin Zainal Ardi Mahesa dengan seorang gadis bernama Sabrina Quintana binti Alvaro Bautista, dengan mas kawin 700 gram emas dan seperangkat alat sholat di bayar tunai.
Devendra mengulangi perkataan penghulu dengan bacaan yang sangat fasih dan di sambut para saksi dengan kata sah.
Pengantin wanita di hadirkan di hadapan mempelai pria. Lagi-lagi, Sabrina tampil dengan menggunakan baju pengantin Arab lengkap dengan cadarnya membuat darah Devendra mendidih karena tidak bisa melihat wajah pengantinnya.
Pria tampan itu menahan diri dan memilih bersikap wajar sepanjang acara pernikahan itu berlangsung. Setelah semua tamu berlalu, Tuan Ardian memberikan hadiah mobil mewah yang merupakan impian Devendra sejak lama dan meminta suami Sabrina itu menuju ke hotel yang sudah ia siapkan kamarnya untuk pengantin baru itu.
Devendra dan Sabrina tidak mengetahui bahwa hotel yang mereka datangi adalah milik mendiang tuan Alvaro.
"Ini untukmu anak muda!" Bawalah istrimu ke hotel dan lakukan malam pertama kalian di sana." Ucap tuan Ardi kepada cucunya seraya memberikan kunci mobil baru untuk cucunya dan juga cucu menantunya.
"Kakek!" Ini benar untukku..?" Tanya Devendra dengan wajah berbinar. Ia pun meminta Sabrina untuk masuk ke mobil karena sudah tidak sabar ingin mencoba mobil barunya.
Sabrina menuruti permintaan suaminya dengan rasa bangga setelah berpamitan kepada keluarga besar suaminya.
"Dasar anak nakal!" Di mana-mana seorang pengantin lelaki tidak sabar untuk melakukan ritual malam pengantinnya, tapi kamu malah tidak sabar mencoba mobil barumu." Ucap kakek Ardi lalu meminta asistennya menuju bandara internasional Soekarno-Hatta karena ingin kembali ke Amerika untuk berobat dirinya yang saat ini sedang sakit keras.
Di tengah perjalanan Devendra melirik Sabrina yang enggan melepaskan cadarnya. Ia pun menepikan mobilnya di pinggir jalan.
"Bukalah cadarmu Sabrina!" Bukankah kamu sudah sah menjadi Istriku?" Pinta Devendra.
Sabrina yang baru menyadari kesalahannya, langsung membuka cadarnya lalu mengangkat wajahnya menatap wajah sang suami yang sedang menatapnya dengan penuh kekaguman.
"Astaga!" Ternyata gadis ini sangat cantik." Ucap Devendra dengan dadanya yang mulai bergemuruh.
"Maafkan saya mas Devendra, terlambat menyadari kesalahanku." Ucap Sabrina.
Alih-alih membalas ucapan istrinya, Devendra malah sibuk dengan perasaan dan pikirannya sejak melihat wajah Sabrina.
"Ada apa dengan diriku?" Mengapa setiap kali berada dekat dengan gadis ini dan menatap wajahnya, jantungku terus berdetak kencang padahal tiap malam aku jalan dengan wanita lain dan bercinta dengan mereka, namun aku tidak pernah merasakan jantungku berdetak kencang.
Apakah gadis ini menggunakan ilmu pelet untuk menjeratku?" Tapi tidak mungkin karena Sabrina sangat taat beribadah dan menjaga akhlaknya." Gumam Devendra membatin.
Keangkuhan Devendra telah membutakan mata batinnya untuk melihat kebenaran bahwa saat ini Allah sudah memberikan rahmatNya untuk merasakan getaran-getaran cinta pada dirinya, hanya saja Devendra mengabaikan keberkahan itu karena gengsinya yang begitu tinggi pada pilihan kakeknya yang menjadikan Sabrina sebagai istrinya yang sah menurut agama dan hukum.
Setibanya di hotel mewah milik kakeknya, Devendra meminta istrinya untuk pergi sendiri ke kamar pengantin mereka karena dia masih ingin keliling kota dengan mobil barunya.
"Apakah kamu bisa turun sendiri dan menungguku di kamar pengantin kita?" Pinta Devendra lembut.
Sabrina mengangguk dan turun dari mobil mewah milik suaminya menuju kamar mereka di antar oleh dua orang pelayan hotel yang menyambut ramah kedatangan Sabrina termasuk manajer hotel tersebut yang mengetahui siapa Sabrina.
"Selamat atas pernikahannya, nona Sabrina!" Ucap manajer tersebut seraya menyalami Sabrina dari jauh.
"Terimakasih tuan," sahut Sabrina lalu berjalan menuju lift yang siap mengantarnya ke lantai 20.
Sabrina masuk ke kamarnya yang sudah dihiasi berbagai ornamen indah dengan banyak kelopak bunga mawar di atas kasur king size itu.
Ia segera masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya lalu memakai lengerie sexy berwarna putih untuk menyambut kedatangan suaminya.
Hingga larut malam, tidak sedikitpun nampak batang hidung Devendra hingga membuat gadis cantik ini tertidur tanpa menutupi tubuhnya dengan selimut.
Sekitar pukul 2 dini hari, Devendra mengendap perlahan menuju kamarnya dan mendapati Sabrina sudah tertidur pulas dengan lengerie putih yang begitu menggoda birahinya.
Devendra mundur berapa langkah karena melihat wajah cantik Sabrina dengan rambut panjang berwarna coklat terurai indah. Lekuk tubuhnya begitu menawan bak model cantik majalah dewasa yang sedang memperlihatkan tubuh indahnya dengan gaun tidur yang dipakainya.
"Ya Tuhan!" Apakah aku tidak salah melihat gadis ini yang terlihat kampungan dengan baju syar'i miliknya dan kini menjelma menjadi bidadari cantik dengan sejuta pesona.
"Inikah alasanmu membungkus tubuhmu yang indah ini dengan pakaian yang seperti kelelawar itu?" Gumam Devendra memuji kemolekan tubuh istrinya dipadu dengan wajah cantik yang terlihat begitu sempurna di matanya.
Devendra mendekati tubuh itu lalu mendaratkan ciuman pertamanya pada gadis yang menjadi hadiah pertama dari kakeknya setelah mobil dan perusahaan milik kakeknya.
Sabrina membuka matanya karena merasa ada yang menyentuh bibirnya.
"Mas Dev!" Maaf saya tertidur!" Ucap Sabrina terlihat salah tingkah di depan suaminya karena dia belum menyiapkan mentalnya menyambut lelaki dingin yang di kenalnya selama dua bulan terakhir ini.
Alih-alih menjawab perkataan istrinya, Devendra langsung melu**t bibir sensual milik istrinya yang sudah menggodanya tadi.
Sabrina bukanlah gadis bodoh yang tidak mengerti dengan urusan ranjang. Ia sudah banyak belajar ilmu yang berhubungan dengan pengabdian seorang istri termasuk cara melayani suami di tempat tidur.
Sabrina mengimbangi ciuman panas suaminya dengan saling membelit dan mengisap lidah mereka dalam rongga mulut keduanya.
Devendra mengakui kelihaian Sabrina yang tidak terlihat kaku saat melayani dirinya.
"Apakah kamu sangat tergila-gila kepadaku hingga kamu rela menikah denganku padahal aku tidak mencintaimu sama sekali?" Tanya Devendra sambil menghentakkan tubuhnya hingga membuat Sabrina meringis kesakitan yang luar biasa pada bagian intinya.
"Apakah begini caramu memperlakukan seorang wanita yang hanya menjadi pelampiasan syahwat mu semata?"
Apakah wanita bagimu hanya obyek untuk mencari kesenangan dengan uang dan nama besar yang kamu miliki?" Kata-kata Sabrina terdengar makin menyudutkan suaminya yang terlihat seperti lelaki maniak.
"Apakah kamu ingin menantang aku untuk membuatmu menyesal telah menerima perjodohan ini?" Tanya tuan Devendra makin kesal jawaban Sabrina yang membuatnya makin membenci perempuan yang ada di hadapannya ini.
Pria tampan ini terus berusaha untuk menyatukan tubuh mereka di malam pengantin milik mereka. Sabrina menitikkan air matanya kala suaminya sudah melepaskan masa lajangnya dengan melewati malam pertama mereka.
Senyum dibibir Devendra terlihat jelas setelah ia merasakan kepuasan batin usai melakukan kewajibannya sebagai suaminya Sabrina.
Ketika Devendra mendapatkan kepuasan atas tubuh istrinya, namun tidak berlaku pada gadis malang itu.
Rasa sakit dan perih yang dirasakan oleh Sabrina menyeruak bersama darah segar kesucian Sabrina mengalir perlahan membasahi seprei putih.
"Kaulah hadiah terindah yang pernah aku dapatkan seumur hidupku Sabrina." Gumam Devendra membatin.
Pria tampan ini ogah menyampaikan pujian itu pada istrinya. Sabrina pun tidak berharap banyak dari suaminya karena di benaknya, ia hanya ingin menjadi istri yang baik untuk suaminya.
"Ya Tuhan, aku tidak tahu bagaimana masa depan yang akan aku jalani bersama dengan lelaki yang saat ini sudah sah menjadi suamiku.
Tapi aku mohon kepada Engkau, agar pernikahan yang aku terima ini mendapatkan ridho dariMu.
Ya Tuhan, surgaku kini berpindah pada suamiku. Bimbinglah dia ke jalan yang benar, di mana jalan-jalan orang-orang yang Engkau ridhoi dan bukan jalan orang-orang yang Engkau sesati." Sabrina berdoa dengan lirih usai menunaikan kewajibannya sebagai istri di malam pertamanya itu.
Tidak seperti pasangan umum pengantin yang menikah karena saling mencintai, namun pasangan ini hanya melakukan ritual hubungan suami-istri tanpa ada rasa cinta yang ada di hati mereka.
Mungkin hanya waktu yang akan membuktikan perjalanan rumah tangga mereka dengan cinta ataukah dengan perceraian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments