Tiga hari melalui masa bulan yang terasa begitu hampa oleh Sabrina. Pasalnya Devendra sedikitpun tidak menganggapnya ada karena lelaki itu lebih banyak menghabiskan waktunya dengan perempuan malam.
Sabrina yang tetap sabar sambil terus berdoa agar Devendra kembali ke jalan yang benar, namun harapannya akan menjadi sia-sia kerena sifat keras kepala yang dimiliki Devendra.
Siang itu keduanya sudah cek out dari hotel dan memutuskan untuk kembali ke rumah. Devendra merasa sangat lega karena ia sudah resmi menjadi pewaris tahta kerajaan bisnis milik kakeknya yang sudah diserahkan kepadanya kini.
"Nanti kalau sudah tiba di rumah, aku harap kamu tetap bersikap wajar layaknya seorang istri pada suaminya. Jangan pernah membuat orang rumah curiga atas hubungan kita yang tidak harmonis, apakah kamu paham, Sabrina?" Ucap Devendra mengingatkan istrinya dengan penuh intervensi.
"Aku paham mas, tanpa harus diingatkan olehmu." Ucap Sabrina dengan seulas senyum.
"Bagus, kalau begitu tetaplah bersandiwara dengan peranmu sebagai istriku hingga tiba saatnya, kamu akan aku ceraikan." Ancam Devendra tanpa punya hati.
Sabrina hanya terus beristighfar tanpa ingin membantah perkataan suaminya. Dadanya terasa sangat sesak ketika mendengar semua ucapan yang sangat menyakitkan yang keluar dari mulut Devendra, namun tetap di sambut Sabrina dengan perkataan yang santun.
Sabrina mengembalikan semua sakit hatinya kepada Allah. Ia ingin terlihat tetap tangguh di depan Devendra agar Allah akan terus menolongnya.
Ketika sedang menunggu pintu lift terbuka seorang lelaki tampan dan berkelas menyapa Sabrina dengan wajah Sabrina.
"Sabrina!" Sapa Raihan yang merupakan mahasiswa alumni di kampus yang sama dengan Sabrina.
"Assalamualaikum tuan Raihan!" Sapa Sabrina dengan tersenyum kecil pada tuan Raihan.
Devendra mendadak merasakan gelegar aneh di hatinya ketika melihat tuan Raihan seakan menyapa gadis yang selama ini ia rindukan. Devendra langsung berdehem untuk mengingatkan Sabrina akan keberadaan dirinya.
"Oh iya!" Tuan Raihan!" Perkenalkan ini suamiku dan mas Dev, ini teman kuliahku dan kami mengambil jurusan yang sama saat itu." Ucap Sabrina dengan tetap tenang.
"Devendra!"
"Raihan!"
Keduanya saling bersalaman lalu menanyakan pekerjaan mereka masing-masing.
Devendra dengan bangga memperkenalkan dirinya seorang CEO muda Arta group.
"Bukankah itu adalah perusahaan milik tuan Ardiansyah?" Tanya Raihan yang belum familiar dengan nama Devendra.
"Saya adalah cucu kandungnya." Ucap Devendra yang ingin diakui oleh Raihan sebagai pengusaha muda.
"Ok, berarti suatu saat kita bisa bekerjasama dalam bisnis kita tuan Devendra." Ucap Raihan begitu antusias.
"Tentu saja dengan senang hati tuan Raihan."
Pintu lift terbuka, keduanya masuk bertiga dengan tetap mengobrol layaknya seorang pengusaha sejati.
"Tuan Devendra!" Bagaimana cara kamu menaklukkan gadis alim ini?" Tanya tuan Raihan dengan candaan membuat Devendra menelan salivanya dengan susah payah.
"Kami dijodohkan tuan Farhan!" Ucap Sabrina yang tidak ingin melihat Devendra berbohong.
"UPS!" Maaf nona Sabrina, aku sudah membuat kalian tidak nyaman." Ucap tuan Raihan so akrab.
"Apakah istriku tidak pernah memiliki hubungan dengan lelaki yang ada di kampus kalian?" Tanya Devendra penuh selidik.
"Sabrina selalu mengatakan sudah punya tunangan dengan menunjukkan jari manisnya dengan sebuah cincin berlian.
Dari itulah tidak ada lelaki di kampus yang berani mendekatinya." Ucap Raihan.
"Mungkin, yang Sabrina maksudkan, tunangannya itu adalah anda tuan Devendra?" Timpal tuan Raihan.
"Mungkin saja!" Ujar Devendra yang tidak ingin terlihat bodoh di depan tuan Raihan.
Tidak lama berselang keduanya sudah tiba di lantai satu. Sabrina mengatupkan kedua tangannya untuk pamit kepada tuan Raihan dan Devendra menyalami tuan Raihan untuk pamit dari hotel itu.
Sepanjangan jalan Devendra merasa Sabrina bukanlah gadis sembarangan karena tidak mungkin banyak lelaki menyukainya kalau dia tidak memiliki kelebihan. Hanya saja Sabrina tidak begitu mengumbar sesuatu yang menjadi daya tariknya selain wajahnya yang cantik.
"Apakah kamu sudah bertunangan sebelumnya Sabrina?" Tanya tuan Devendra.
"Aku sengaja melakukan itu untuk melindungi diriku sebagai bentuk penolakan agar mereka segan untuk mendekati aku yang sudah memiliki tunangan." Jelas Sabrina agar suaminya tidak salah paham padanya.
Devendra memahami jalan pikiran istrinya karena Sabrina adalah seorang gadis yatim piatu.
Devendra melirik wajah Sabrina yang memang sangat cantik walaupun gadis ini hanya memoles makeup dengan sangat lembut.
Sabrina hanya tetap menatap lurus ke depan tanpa ingin melihat wajah suaminya yang terlihat dingin di hadapannya.
Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan ibukota Jakarta lalu mulai masuk wilayah perumahan milik Devendra.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Mobil mewah hadiah dari kakek Ardian terparkir rapi di depan mansionnya. Keduanya turun dari mobil sambil bergandengan tangan dengan seulas senyum yang menghiasi wajah keduanya.
"Mbak Sabrina....!" Panggil Indri yang sangat merindukan kakak iparnya ini.
"Indri..!" Sabrina memeluk adik iparnya itu sebagai pengobat hatinya.
Di mansion itu yang berbuat baik pada Sabrina hanya Indri, kakek Ardan dan kepala pelayan. Selebihnya hanya sebagai musuh baginya.
Nyonya Desy dan putrinya Inca terlihat angkuh dengan senyum mencibir melihat kepolosan Sabrina.
"Bagaimana dengan bulan madunya sayang?" Tanya nyonya Desy pada putra tirinya Devendra.
"Seperti yang kalian lihat, kami sangat bahagia, iyakan sayang?" Devendra melingkarkan tangannya ke pinggang Sabrina dengan sangat mesra.
Andien hanya memberikan senyum terbaiknya diikuti anggukan. Ia pun menyalami ibu mertuanya dan juga cipika cipiki dengan Inca, adik iparnya.
"Ayo kita ke kamar sayang!" Ajak Devendra sambil menarik tangan Sabrina menaiki anak tangga.
"Indri, nanti kita main lagi ya sayang." Ucap Sabrina dengan menggunakan bahasa Arab.
"Baik mbak Sabrina!" Indri kembali memainkan ponselnya tanpa menghiraukan ibu dan kakaknya yang sedang menertawai Sabrina.
"Terlihat sekali kebohongan antara pasangan pengantin baru itu. Devendra ingin melindungi gadis itu dari kita, namun dia sendiri terlihat sedang menyiksa istrinya. Mata gadis itu tidak bisa berbohong karena Devendra tidak mencintainya sama sekali." Ucap nyonya Desy sambil terkekeh.
"Benar sekali mami, gadis itu terlihat tertekan dengan permainan yang diperankannya saat ini atas perintah Devendra. Kakak tiri ku yang bodoh itu tidak tahu kalau kita sedang mengumpulkan bukti dirinya hanya bersenang-senang dengan wanita malam dan meninggalkan Sabrina tidur seorang diri dikamar hotelnya." Timpal Inca dengan menarik sudut bibirnya.
Keduanya kembali melanjutkan nonton drama Korea kesukaan mereka sambil mengunyah camilan masing-masing di atas pangkuan mereka.
Sementara di dalam kamar, Devendra memilih meneruskan tidurnya yang sempat tertunda karena harus cek out dari hotel mewah tempat bulan madu mereka.
Sabrina yang terlihat bosan berada di kamar memilih keluar menemui adik iparnya Indri.
"Lebih baik bersama indri daripada menunggumu bangun mas Devendra." Ucap Sabrina.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Hari-hari berikutnya, Sabrina menjalani perannya sebagai istri dengan mengurus rumah tangganya. Setiap kali Devendra pulang kerja disambut dengan mesra dengan memberikan satu kecupan manis pada bibir suaminya.
Yah, Sabrina sangat menantikan kecupan itu dari suaminya setiap kali lelaki tampan itu pulang kerja. Hanya satu kecupan bibir Devendra membuat Sabrina seperti melayang di atas awan.
Tiga bulan pernikahan, tidak sekalipun Sabrina di sentuh oleh suaminya, itu berarti gadis ini masih terjaga kesuciannya.
"Apakah kamu baik-baik saja dirumah?" Apakah ibu sambung ku itu menyakitimu?" Tanya Devendra dengan suara yang cukup lantang untuk menyindir ibu sambungnya yang hanya numpang dirumahnya tanpa melakukan apapun semenjak ayahnya meninggal.
"Tidak perlu ada yang dikuatirkan karena mami sangat baik kepadaku sayang." Ujar Sabrina lalu mengambil tas kerja suaminya.
Devendra masuk ke kamar mandi yang sudah di atur suhu air shower oleh istrinya. Baju ganti dan juga kopi hangat untuk sang suami tercinta.
"Apakah seperti ini tugas seorang istri pada suaminya?" Tanya Devendra membatin.
Devendra yang sudah terbiasa memakai bajunya di kamar, melepaskan baju mandinya di depan Sabrina. Istrinya ini hanya tertegun melihat milik suaminya yang cukup membuat jantungnya berdebar kencang.
Sabrina memalingkan wajahnya ke arah ponsel membuat Devendra menahan geli.
"Memang enak dicuekin?" Ledek Devendra membatin.
"Mas, mau makan sekarang atau nanti?" Tanya Sabrina setelah melihat Devendra sudah berpakaian rapi.
"Nanti malam saja, aku ingin minum kopi dan tidur sebentar." Ucap Devendra sambil mengintip wajah cantik Sabrina ketika melepas hijabnya.
Sabrina selalu menggunakan hijab jika sudah bergabung dengan keluarga lain karena ada pelayan lelaki yang ada di rumah itu. Hanya di kamar pribadinya, ia bisa melepaskan hijab dan baju kebesarannya.
Saat malam makan malam bersama, Sabrina dengan cekatan melayani suaminya. Ketika ia baru ingin duduk, nyonya Desy ingin dilayani juga oleh Sabrina.
"Sabrina, ambilkan nasi dan lauk untuk mami. Harusnya kamu juga melayani ibu juga setelah suamimu." Ucap nyonya Desy dengan wajah jutek.
"Harusnya mbak Sabrina juga yang memasak untuk kita mami, bukan menjadi nyonya besar di rumah ini dengan menunggu suaminya pulang kerja." Sindir Inca yang ingin mendukung kakak sambungnya itu agar gadis itu tidak betah menjadi istri Devendra.
"Baik mami, maafkan Sabrina." Ucap Sabrina lalu mengambil piring milik ibu mertuanya dan langsung dicegah oleh Devendra.
"Tugasmu hanya melayani aku bukan orang lain kecuali aku yang memintanya. Apa memasak adalah tugas Chef yang sudah aku bayar untuk menyiapkan sajian apa saja yang kita sukai.
Sekarang kembali ke kursimu dan makan makananmu, sayang!" Titah Devendra membuat Sabrina begitu bingung.
Sabrina hanya berdiri termangu di tempatnya. " Bukankah sudah aku katakan kamu makan?" Mengapa malah kamu menatap wajah dia?" Bentak Devendra pada Sabrina.
"Ba...baik mas!" Maafkan saya mami!" Ucap Sabrina pada ibu mertuanya.
"Pak Iwan, tolong awasi istriku untuk tidak melakukan perintah nyonya Desy maupun putrinya karena nyonya besar di rumah ini adalah Sabrina. Kamu mengerti?" Bentak Devendra pada kepala pelayannya.
"Baik tuan muda!" Ucap pak Iwan dengan tubuh gemetar.
"Segera selesaikan makananmu, sayang dan kembali ke kamar kita!" Titah Devendra lalu meninggalkan meja makan itu.
Sabrina menghabiskan makanannya dan meneguk air dengan cepat. Ia pun berlari menaiki anak tangga untuk menemui suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments