Keesokan harinya, jam masih menunjukkan pukul 06 pagi, namun Sutris sudah terlihat mematut dirinya di depan cermin. Serong kanan, serong kiri seperti pemuda yang mau pergi kencan.
Melihat suami nya sibuk berdandan, Tutik bergegas menghampiri.
"Mau kemana Mas, kok sudah rapi sekali."
"Mas mau pergi ke kota Dek. Ada urusan."
Tutik menatap penampilan suaminya dari ujung kaki sampai ujung kepala, semua pakaian yang melekat di tubuhnya serba baru. Tutik mengibas-ngibaskan tangannya didepan hidung saking tidak kuat dengan aroma parfum yang menyengat.
Menyadari sedang diperhatikan sedemikan rupa, Sutris pun menoleh ke istrinya yang semakin hari semakin terlihat kucel seperti kain pel.
"Kenapa bibirmu merengut terus, sudah seperti bibir kudanil saja."
"Hem.. minta uang lah Mas.. sudah waktunya bayar sekolah Bima ini." Tutik menunduk, takut suaminya akan marah.
"Bilang lah dari tadi, tidak perlu monyong-monyong bibirmu sepagi ini. nih!" Sutris menyerahkan satu lembar uang merah kepada Tutik.
"Tambahin lah Mas.." rengek Tutik.
"Lah! biasanya kan juga segitu, apa sudah naik sekarang uang spp nya?"
" Bukan uang SPP nya yang naik, tapi Aku mau beli gincu baru, sudah habis gincu sama bedakku Mas."
"Opo mbo pangan gincu iku Dek, bendino kok tuku gincu." (Apa Kamu makan gincu itu Dek, setiap hari kok beli gincu.)
"Mana ada Aku setiap hari beli gincu Mas? sudah setahun Aku tidak membelinya, sekarang sudah habislah gincu merahku itu, sudah Aku kerok-kerok sampai kedalam-dalam nya juga, tidak ada lagi yang tersisa."
"Halah, begaya sekali Kamu ini, pakai beli bedak sama gincu segala. Yasudah!" Lagi Sutris merogoh sakunya dan memberikan selembar uang 20 ribu.
Tutik hanya menatap nanar, mana cukup uang dua puluh ribu untuk beli bedak sama lipstik di jaman sekarang ini? tapi Tutik tetap menerimanya dan pura-pura tersenyum.
"Ingat! kalau beli gincu yang warna merah saja, biar awet, sedikit-sedikit saja pakainya."
"Iya.."
"Yasudah Aku mau berangkat dulu, lusa Aku baru pulang, jaga rumah baik-baik. Masak yang enak buat anakku, jangan Kamu kasih makan telur ceplok terus si Bima itu, bisa bisulan dia nanti."
"Iya.. Mas."
"Hari ini akau bawa mobil, kalau Kamu mau pakai motorku pergi kondangan besok, pakai saja. Tapi ingat! jangan sampai lecet, mahal itu harganya. Jangan lupa juga, antar jemput anakku pakai motor itu. Oh ya, satu lagi! kalau malam jangan kelayapan apalagi lewat perkebunan yang di ujung Desa sana, bahaya. Banyak begal, sayang motorku kalau dibegal Orang. Aki beli pakai uang itu, tidak pakai daun."
"Iya...."
"Jangan cuma iya-iya saja kalau suami lagi ngomong. Dengerin! catet kalau perlu."
"Siap.. Pak Mandorrr...!"
Selesai memberi wejangan, Sutris melangkah meninggalkan kamar dengan menyeret koper berukuran sedang, entah kapan pria itu menyiapkan pakaiannya. Mungkin subuh tadi, sejak Tutik mulai sibuk di dapur.
Keesokan harinya, Tutik berdiri termenung didepan lemari pakaiannya, membolak balik beberapa baju, menempelkanya ke badan namun semua baju-baju itu sudah tidak muat lagi di tubuhnya, kebanyakan baju-baju itu memang koleksi lama, saat Ia masih gadis dulu. Tidak banyak pakaian yang Ia miliki setelah menikah, hanya daster saja yang sesekali Ia beli.
"Pakai baju apa ya aku untuk pergi ke pesta Pak RT. Kebanyakan baju-bajuku sudah tidak muat, sebagian lagi warnanya sudah pudar."
Hingga pilihan Tutik jatuh pada sebuah Dress berwarna hitam dengan panjang semata kaki, lumayan meskipun warnanya sedikit pudar namun masih nyaman digunakan.
Setelah memoles wajahnya dengan bedak dan sedikit lipstik, Tutik bergegas menuju rumah Pak RT dengan berjalan kaki karena jaraknya tidak terlalu jauh. Terlalu ribet kalau harus naik motor besar dengan menggunakan Dress panjang yang Ia gunakan.
Di tengah perjalanan, Tutik bertemu dengan Sugeng, Duda kaya raya si juragan tanah. Pemilik seluruh perkebunan karet beserta pabriknya, sekaligus Bos dari Sutris, suami Tutik.
"Mau kemana Kamu Tik?" Sugeng menyapa Tutik.
"Eh, Juragan. Saya mau ke rumah Pak RT, Juragan sendiri mau kemana?" Tutik kembali bertanya, pasal nya yang Ia lihat Sugeng juga berpenampilan rapi, seperti hendak bepergian.
"Sama, Aku juga mau ke rumah Pak RT. Kalau begitu bareng saja. Kok sendirian saja Kamu, Sutris apa tidak ikut?"
"Tudak juragan, Mas Sutris kan sedang tidak di rumah."
Tutik dan Sugeng akhir nya berjalan beriringan menuju rumah Pak RT, tempat diadakan nya pesta.
"Pergi kondangan kok pakai baju hitam, Mau ke pesta atau kerumah duka?"
Tutik menoleh dan tersenyum sinis, heran dengan satu orang ini, masih saja menyimpan dendam kepadanya.
Namanya Marni, Istri dari mantan kekasih Tutik yang masih gagal move on. Dulunya suami Marni dan Tutik adalah sepasang kekasih yang saling mencintai dan berencana akan menikah, namun cinta mereka justru terhalang oleh perhitungan weton yang tidak cocok. Terpaksa mereka harus berpisah dan menurut apa kata Orang Tua.
Herman akhir nya dijodohkan dengan Marni, namun setelah mereka menikah, Herman justru tetap tidak bisa melupakan Tutik, sering kali Herman salah menyebutkan nama, Marni menjai Tutik. Hal itu membuat Marni membeci Tutik hingga puluhan tahun lamanya.
"Istri mandor kok bajunya buluk! uda gak jaman lagi, untung aja Mas Herman nikahnya sama Aku yang jauh lebih cantik dan pintar menjaga penampilan." Sindir Marni dengan suara cukup nyaring.
Meskipun tau sedang dihina dan disindir secara terang-terangan, namun Tutik tetap diam tidak berminat untuk menanggapi barang sedikitpun. Sedangkan Sugeng sang Juragan justru menatap iba kepada perempuan yang duduk disampingnya itu.
"Jangan didengerin Pak, biasa lah itu mulut orang yang suaminya gagal move on sama Saya, jadi cemburu buta Dia."
Sugeng tersenyum mendengar ucapan Tutik, "Ya pantes sih kalau suaminya gagal move on, orang jelas-jelas Kamu aja lebih cantik dari istrinya."
Tutik hanya tersenyum menanggapi ucapan Sugeng.
"Tapi Tik, saranku, jangan Kamu biarkan orang-orang itu menghina dan merendahkanmu. Sekali-kali nggak papa Kamu lawan. Biar jera." Sugeng memberi saran.
"Tidak perlu lah Pak, biarkan saja. Suka-suka mereka lah mau apa."
Baru saja sampai di halaman rumah setelah menghadiri pesta, Tutik sudah disambut Mamak mertuanya dengan membawa dua kantong besar berisi pakaian kotor.
"Darimana saja Kamu Tik? lama sekali Aku tunggu."
"Maaf Mak.. habis dari rumah Pak RT Aku, ada pesta disana."
"Ooo.. yasudah. Ini baju-baju kotorku, tolong Kamu cuci ya! Nanti suruh Sutris antar kerumahku kalau sudah selesai."
"Iya Mak "
"Oh iya Tik, satu lagi. Besok sawahku sudah mau panen, Tolong bantu Aku masak ya, untuk makan orang-orang yang bekerja disana. Ini uang nya, Kamu belanjakan besok."
Tutik menerima tiga lembar uang berwarna merah dari tangan Mamak mertanya.
"Untuk berapa orang Mak, masaknya?"
"Untuk 10 orang, Kamu bikin 2 kali ya, untuk pagi sama siang. Kamu masak saja, biar Parlin yang mengambilnya kesini."
"Baiklah Mak."
"Ya sudah, mau balik dulu Aku, sudah sore."
"Loh, kok buru-buru sekali Mak? tidak masuk dulu kah Mamak? biar Aku siapkan minum." tanya Tutik yang jelas hanya basa-basi.
"Tidak perlu, kasihan itu Ojekku sudah nunggu lama. Pulang dulu Aku."
"Iya Mak, hati-hati dijalan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Devi Ratna Sari
Sabarrrr
2022-09-29
2