Malam itu, setelah semua orang sudah mulai larut dalam mimpi mereka, Julian malah duduk sendirian di teras rumahnya. Ia mencoba menghubungi nomor ponsel Dea berkali-kali, tetapi gadis itu tidak juga menerima panggilannya.
"Angkatlah, Dea! Aku mohon! Aku ingin bicara denganmu," gumam Julian sambil terus memantau layar ponselnya.
Sementara itu, di kediaman Susi.
Wanita itu kesal karena ponsel butut milik Dea terus saja bergetar dan membuat dirinya terbangun dari tidur. Ia meraih ponsel tersebut dan melihat ke arah layar.
"Hmm, Julian," ucap Susi sambil tersenyum sinis.
Karena tidak ingin terganggu dengan suara getaran yang berasal dari ponsel tersebut, Susi pun memutuskan untuk mematikannya. Sekarang ponsel butut itu dalam keadaan off dan Julian sudah tidak bisa lagi menghubunginya.
"Bukan kah ini ponselnya Dea? Kenapa sekarang ada padamu?" tanya Herman yang juga ikut terbangun karena getaran ponsel tersebut. Ia mengucek matanya sembari memperhatikan ponsel milik Dea yang kini berada di dalam genggaman Susi.
"Ya. Ini memang ponsel milik Dea. Memangnya kenapa, tidak boleh? Aku tidak mengambilnya. Aku hanya mengamankannya hingga hari pernikahan mereka berlangsung. Setelah itu aku akan mengembalikan benda butut ini kepada pemiliknya. Lagi pula ponsel butut seperti ini siapa yang mau? Ponsel Virna jauh lebih bagus dan lebih mahal dari ini," kesal Susi sambil memasang wajah malas.
Susi meletakkan ponsel butut milik Dea ke dalam laci yang ada di samping tempat tidur. Susu berbaring sama seperti sebelumnya. Ia memejamkan mata dan mencoba kembali tidur. Sementara Herman masih terdiam sembari memperhatikan punggung Susi yang kini berbaring membelakanginya.
Di kediaman Julian.
"Apa yang terjadi padamu, Dea? Kenapa kamu terus menolak panggilanku?" gumam Julian sambil menatap kosong ke arah layar ponselnya.
Ya, walaupun Julian tahu bahwa ponsel gadis itu sudah tidak aktif, tetapi ia tidak menyerah sampai di situ. Ia terus mencoba menghubungi nomor tersebut hingga ia lelah dan akhirnya menyerah.
Keesokan harinya. Sehari sebelum hari pernikahan mereka dilangsungkan.
Susi membuka pintu kamar Dea sambil membawa nampan berisi sepiring nasi dengan lauk ikan asin dan segelas air putih. Setelah berhasil membuka pintu tersebut, Susi pun segera masuk kemudian meletakkan nampan tersebut ke atas meja rias milik Dea yang terbuat dari kayu.
"Makanlah! Nanti kamu malah jatuh sakit lagi."
Dea yang tadinya berbaring lemah di atas tempat tidur, mencoba bangkit dan duduk di tepian ranjang.
Kini tatapan Susi tertuju pada wajah Dea yang terlihat memucat. "Coba lihat wajahmu! Sama seperti ikan asin ini, asin tidak ada manis-manisnya sama sekali! Aku yakin, tukang rias pengantin yang bertugas meriasmu nanti akan kesusahan menyamarkan wajah pucatmu itu," gerutu Susi panjang lebar.
Dea hanya diam dan ia tidak peduli apa pun yang dikatakan oleh kakak iparnya tersebut. Susi menghampiri Dea kemudian duduk di samping gadis itu.
"Ingat, ya, Dea! Jika kamu masih menyayangi Herman sebagai Kakak lelakimu, maka tutuplah mulutmu itu. Apa kamu tidak kasihan melihat Mas Herman yang selama ini susah payah membanting tulang hanya untuk menghidupi keluarga ini. Dan sekarang kamu ingin menambah bebannya dengan berkata jujur kepada Julian soal kejadian memalukan itu? Iya?!"
"Tapi, Kak!" Lagi-lagi Dea mencoba protes.
"Tidak ada kata tapi! Ingat, jika kamu memang sayang kepada kami, terutama pada kakakmu, sebaiknya jangan lakukan hal bodoh itu! Mengerti?!"
Susi bangkit dari posisi duduknya kemudian melangkah menuju pintu kamar. "Kamu mengerti 'kan, Dea?!" ucap Susi sekali lagi sebelum ia benar-benar pergi dari ruangan sempit dan pengap tersebut.
Dea mengangguk pelan. "Ya," jawabnya singkat dan jelas.
"Bagus!"
Susi bergegas keluar dari kamar tersebut kemudian mengunci pintunya. Sepeninggal Susi, Dea melirik ke samping tubuhnya, di mana nampan berisi sepiring nasi dengan lauk ikan asin itu tergeletak. Dea meraih piring nasi tersebut kemudian mulai menyantapnya.
Walaupun hanya dengan lauk ikan asin, tetapi setidaknya makanan itu mampu mengganjal perutnya yang sangat lapar. Ya, sejak kemarin siang, Dea tidak menyentuh makanan apapun. Susi bahkan mengurungnya tanpa memberikan makan dan minum.
Tak terasa sore pun menjelang.
Salah seorang kerabat dekat Julian tiba di kediaman Susi dan Herman. Ia ingin menjemput Dea dan membawa gadis itu bersamanya.
Susi yang baru saja teringat bahwa Dea masih ia kurung di dalam kamar sempitnya, bergegas menuju kamar tersebut kemudian meminta Dea untuk segera bersiap.
"Cepatlah, Dea! Wanita itu sudah menunggumu," ucap Susi dengan cemas.
"Iya, Kak. Sebentar!" Dea merapikan penampilannya yang masih terlihat acak-acakan.
"Ingat pesanku, Dea! Tutup mulutmu, paham?!" tegas Susi lagi sebelum Dea pergi menemui wanita itu.
"Ya, ya! Aku mengerti," jawab Dea yang sudah mulai bosan dengan peringatan tersebut.
Dea melenggang pergi menuju ruang depan, di mana wanita itu sudah menunggunya. Sementara Susi mengikuti dari belakang dan memastikan bahwa Dea tidak akan menceritakan masalah tersebut kepada siapapun, termasuk wanita itu.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Herry Sakti
cerita banyak ngusir terlalu TDK masuk akal dan otoriter.
2022-12-30
1
Rinnie Erawaty
dikurung terus gmn klw mau pipis 😁
2022-11-11
1
Kendarsih Keken
ksksk ipar lucnut
2022-09-27
2