Susi yang tidak bisa menahan rasa kesalnya segera mendudukkan Dea ke sofa ruang depan dengan sangat kasar. "Apa yang sudah terjadi padamu, Dea! Katakan dengan jujur. Katakan yang sebenarnya kepada Kakakmu ini! Awas saja jika kamu berani berbohong maka aku tidak akan segan-segan untuk menghukummu!"
Dea kembali menundukkan kepalanya menghadap lantai sambil menggulung-gulung ujung kemejanya. Herman yang penasaran, ikut berdiri di samping Susi sambil menunggu jawaban dari adik perempuannya itu.
Bukannya menjawab pertanyaan dari kakak iparnya tersebut, Dea malah terisak di sana hingga tubuh mungilnya bergetar dengan hebat. Ia tidak tahu bagaimana caranya memberitahu mereka soal kejadian tadi malam.
Melihat hal itu, Susi pun semakin emosi saja. Ia menarik rambut Dea dengan kasar sembari memarahi gadis itu.
"Kamu tuli, ya? Bukannya menjawab pertanyaanku, kamu malah menagis seperti bayi!" kesal Susi.
"A-ampun, Kak! Ampun," lirih Dea sambil menyeka air matanya. Ini baru permulaan dan Dea yakin hukuman yang akan dia dapatkan dari wanita itu akan lebih menyeramkan lagi setelah tahu kebenarannya bahwa ia sudah tidak suci lagi.
"Coba jawab pertanyaan Kakakmu, Dea. Jelaskan semuanya biar kami tahu apa yang sebenarnya terjadi padamu," ucap Herman mencoba membujuk Dea agar secepatnya menjawab pertanyaan dari mereka.
"Siapa yang sudah melakukan hal ini kepadamu, Dea? Apakah lelaki itu Julian? Jika itu benar maka aku akan segera ke rumahnya dan meminta lelaki itu agar mempercepat pernikahan kalian. Benar-benar memalukan!" ketus Susi lagi sambil bertolak pinggang di hadapan Dea.
Perlahan Dea mengangkat kepalanya. Ia menoleh kepada Susi dan Herman secara bergantian dengan wajah yang masih terlihat memucat. Ia menggelengkan pelan kemudian menjawab pertanyaan dari kakak iparnya tersebut dengan terbata-bata.
"Bu-bukan Julian, Kak. Bukan," lirihnya dengan bibir bergetar.
"Bukan!" pekik Susi yang begitu syok mendengar jawaban dari Dea. "Kalau bukan Julian, lalu siapa, Dea! Katakan," lanjut Susi dengan gemas. Ia kembali mencengkram kedua pundak Dea dan mengguncang-guncang tubuh gadis itu dengan kasar.
"Se-sebenarnya tadi malam aku diperkosa, Kak. Dan aku tidak tahu siapa lelaki itu," lirih Dea sambil menitikkan air matanya.
"Apa?!" pekik Susi dan Herman secara bersamaan. Mereka benar-benar syok mendengar jawaban dari gadis itu. Susi pun semakin meradang, wanita itu bahkan tanpa sadar sudah menyerang Dea dan memukulinya hingga berkali-kali.
"Ampun, Kak! Ampun .... aku pun tidak menginginkan hal ini," ucap Dea sambil melindungi wajahnya dengan kedua tangan dari serangan Susi yang bertubi-tubi. Terdengar suara rintihan memilukan yang keluar dari bibir gadis itu ketika Susi memukulinya.
Tenyata bukan hanya Susi yang naik darah. Herman pun ikut-ikutan meradang. Ia bahkan memukul pipi Dea dengan keras hingga membuat sudut bibir gadis itu berdarah.
Plak!
"Kamu benar-benar melakukan, Dea! Bagaimana jika keluarga Julian mengetahui hal ini? Bisa-bisa mereka akan membatalkan pernikahan kalian secara sepihak! Lalu di mana kita akan meletakkan wajah kita nantinya? Sekarang katakan padaku, siapa yang sudah melakukan itu padamu!" geram Herman yang sudah tidak bisa mengontrol emosinya.
Dea menggelengkan kepalanya dengan cepat sambil memegang sudut bibirnya yang membiru. "Aku tidak tau, Kak. Aku bahkan tidak mengenali mereka," jawab Dea di sela isak tangisnya.
"Mereka, katamu! Itu artinya mereka lebih dari satu orang?!" pekik Susi lagi dengan mata melotot.
Sementara Herman menjatuhkan dirinya ke sofa sambil mengacak rambutnya yang sudah tersisir rapi hingga terlihat acak-acakan. Ia tampak putus asa dan tidak tahu harus berkata apa lagi.
"Y-ya, Kak. Ta-tapi yang melakukan hal itu hanya satu orang saja da-dan sepertinya mereka bukan berasal dari kampung ini," lirih Dea lagi dengan pundak yang turun naik, seiring dengan isak tangisnya.
"Oh ya, Tuhan!" Susi memijit pelipisnya.
Ia tidak habis pikir bagaimana hal memalukan itu bisa terjadi. "Ini semua gara-gara kamu sendiri, Dea! Bukankah aku sudah melarangmu menemui Julian dan sekarang kamu lihat sendiri 'kan akibatnya! Tak ada gadis perawan berjalan di pagi-pagi buta, selain kamu! Ya, kamu yang bodoh itu!"
Susi mendorong kening Dea dengan kasar hingga kepala gadis itu mundur beberapa centi ke belakang.
"Maafkan aku, Kak."
"Maaf katamu? Memang dengan meminta maaf masalah ini akan selesai begitu saja, Dea? Lalu dengan meminta maaf, keluarga Julian sudi menerima dirimu yang sudah tidak perawan itu, iya?" Susi mendengus kesal.
Kini tatapan Susi beralih pada Herman yang masih terdiam di sofa dengan wajah kusutnya. Susi tersenyum sinis kemudian kembali bicara.
"Sekarang terbukti 'kan, Mas. Apa yang aku khawatirkan ternyata benar-benar terjadi."
Herman benar-benar sudah kehilangan kata-kata. Ia merasa sangat malu karena sebelumnya tidak mempercayai ucapan Susi.
"Lihatlah Adik kesayanganmu ini! Lihat cara dia berterima kasih kepada kita yang sudah bersusah payah membesarkannya! Dia bahkan ingin mencoreng muka kita di hadapan seluruh warga desa!" gerutu Susi kepada Herman yang masih terdiam.
Akhirnya Herman mengangkat kepalanya lalu menatap Susi. "Lalu apa yang harus kita lakukan setelah ini? Apakah kita harus mengatakan yang sebenarnya kepada keluarga Julian?"
Susi menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia benar-benar tidak setuju dengan ucapan Herman barusan.
"Tidak-tidak! Jangan lakukan itu! Aku tidak setuju! Apa kamu ingin seluruh warga kampung tahu bahwa Adik perempuanmu ini sudah tidak suci lagi, ha? Setelah kamu mengakuinya kepada keluarga besar Julian, aku yakin sekali bahwa mereka tidak akan pernah diam. Mereka pasti akan menyebarkan berita memalukan itu kepada seluruh warga desa!"
"Ya, kamu memang benar. Lalu kita harus bagaimana?" tanya Herman yang sudah putus asa.
"Biarkan ini jadi rahasia kita. Kita jaga rahasia ini hingga pernikahan Julian dan Dea dilaksanakan. Dan setelah itu, biarkan Dea yang menjelaskan semuanya kepada Julian. Kalau lelaki itu benar-benar mencintainya, maka hal itu bukanlah masalah besar untuk Julian. Lagi pula ini kasus pemerkosaan, bukan karena Dea yang berselingkuh di belakangnya, 'kan?" Susi melirik Dea yang sepertinya keberatan dengan keputusannya.
"Namun, jika Julian tidak bisa menerima dirimu, itu artinya dia tidak benar-benar mencintaimu apa adanya, Dea!" lanjut Susi.
Dea membalas tatapan Susi. "Se-sebenarnya aku tidak yakin, Kak. Aku rasa Julian tidak akan bisa menerima hal itu," lirih Dea dengan wajah sedih.
"Ya, sudah. Terima saja nasibmu! Kamu akan dibuang oleh Julian, dihina oleh seluruh keluarganya, satu kampung akan mengetahui aibmu dan itu artinya kamu tamat, Dea!" ketus Susi.
"Makanya, otakmu ini digunakan!" Susi kembali mendorong kasar kening Dea dengan telunjuknya. "Jika aku bilang jangan pergi, ya jangan pergi! Sekarang kamu rasakan akibatnya. Akibat suka membantah omongan orang tua," lanjut Susi dengan wajah kesal.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Hanifah
mulutmu Susi tanpa saringan
2024-07-19
0
shadowone
susi ini bukan pemarah tapi di balik itu dia perhatian sama Dea, dia cuma kasar dengan mendidik Dea.
2024-02-04
1
Bundana Irpan Sareng Faizal
sorry thor q ga bisa baca fool di bab" awal karna hatiku terlalu sakit baca'y😭
2023-11-19
1