"Baiklah, aku bisa menghubungimu nanti," gumam Julian sambil memperhatikan Dea dan Susi yang terus menjauh. Setelah Dea menghilang dari pandangannya, Julian pun bergegas melangkah menyusul lelaki yang baru saja memanggilnya.
Sementara itu.
Setelah merasa aman, Susi pun melepaskan bekapan mulut Dea kemudian mendorong gadis itu dengan kasar hingga terjatuh ke tanah.
"Dasar bodoh! Apa kamu sudah gila, Dea! Jika kamu mengatakan yang sebenarnya kepada Julian saat ini, aku yakin pihak keluarga besar Julian akan membatalkan pernikahan kalian! Dan mereka pasti akan minta uang ganti rugi karena biaya yang mereka keluarkan untuk pernikahan kalian tidaklah sedikit. Memangnya Kakakmu itu punya banyak uang untuk mengganti semuanya?" geram Susi sambil bertolak pinggang di hadapan Dea yang masih tersungkur di tanah.
Dea mengangkat kepalanya dan menatap Susi yang sedang emosi. "Tapi, Kak. Lebih baik Julian tahu sekarang. Seandainya dia memutuskan untuk membatalkan pernikahan kami, setidaknya aku tidak membohongi dirinya soal apa yang terjadi padaku," lirih Dea.
Susi memperhatikan sekelilingnya dan ada beberapa orang yang memperhatikan mereka dengan serius. Karena merasa tidak nyaman, ia pun kembali menarik tangan Dea hingga gadis itu kembali ke posisinya semula, berdiri di sampingnya. "Sebaiknya kita pulang dan bicarakan ini di rumah!"
Susi kembali mencengkram tangan Dea dengan erat agar gadis itu tidak kabur dan kembali ke kediaman Julian. Dea tampak kesakitan, tetapi ia tidak berdaya melawan. Selain ukuran tubuh Susi yang jauh lebih besar darinya, ia pun masih menghormati wanita itu sebagai pengganti Ibunya.
Setibanya di depan rumah, Susi kembali menyeret gadis itu hingga masuk ke dalam kamarnya.
"Sini, mana ponselmu?" pinta Susi sambil mengulurkan tangannya ke hadapan Dea.
Namun, Dea tidak ingin menyerahkannya kepada Susi. Ia menggelengkan kepala sambil memegang erat saku bajunya, di mana Dea menyimpan ponsel tersebut. "Jangan ambil ponselku, Kak."
Namun, tidak semudah itu meluluhkan hati Susi yang sekeras baja. Wanita itu mengambil paksa ponsel tersebut dari saku baju Dea dan setelah berhasil ia pun menyimpannya.
"Akan kuserahkan kembali ponselmu, setelah hari pernikahan kalian selesai dilaksanakan," ucap Susi yang kemudian melenggang pergi.
"Kakak, aku mohon! Kembalikan ponselku!" teriaknya dari dalam ruangan itu.
Setelah keluar dari kamar sempit tersebut, Susi langsung mengunci pintunya dari luar hingga hingga Dea tidak bisa keluar. Sementara kunci milik Dea pun sudah berada di tangannya.
"Kenapa Tante Dea dikurung, Bu?" tanya Virna yang baru saja tiba di tempat itu dan menghampiri Sang Ibu dengan wajah heran.
"Dia pantas dikurung! Kamu jaga kamar ini dan jangan biarkan siapapun membukanya kecuali Ibu. Paham?" tegas Susi kepada Virna.
"Walaupun itu Ayah?" tanya Virna lagi.
"Ya, walaupun itu Ayahmu. Jika dia berani membukakan pintu untuk Dea, maka katakan sama Ibu, mengerti 'kan?" sahut Susi.
"Baik, Bu!" ucap Virna sambil memberi hormat kepada Ibunya tersebut.
"Bagus, anak pintar!" Susi tersenyum sambil mengelus lembut puncak kepala Virna dengan lembut.
Sementara Dea masih terus berteriak sambil menggedor pintu kamarnya, meminta Susi mengeluarkan dirinya dari ruangan itu.
Mendengar suara teriakkan adik perempuannya, Herman pun segera menyusul ke kamar gadis itu. "Ada apa lagi ini, Susi? Kenapa Dea dikurung?" tanya Herman dengan wajah bingung.
"Heh, Mas! Adik perempuanmu ini sudah gila! Dia ingin membatalkan pernikahannya bersama Julian. Memangnya Mas punya banyak uang untuk menggantikan semua biaya yang sudah mereka keluarkan untuk menyambut acara pernikahan itu, iya?!" ketus Susi dengan mata membesar.
Herman pun terdiam dan ia menatap sedih ke arah kamar gadis itu. Ia tidak tega melihat Dea diperlakukan seperti itu. Namun, ia pun takut jika harus diminta menggantikan seluruh uang yang sudah dikeluarkan oleh keluarga Julian nantinya.
Susi melengos pergi, sementara Herman dan Virna masih berada di ruangan itu. Herman menatap heran kepada Virna yang seperti seorang satpam berjaga di depan pintu kamar Dea.
"Kenapa kamu masih di sini, Virna? Kenapa tidak menyusul Ibumu?" tanya Herman dengan kening mengkerut.
"Aku diperintahkan Ibu untuk menjaga tante Dea agar tidak kabur. Memangnya kenapa? Ayah ingin mengeluarkan tante Dea, ya?" celoteh Virna dengan penuh selidik.
Herman menggelengkan kepalanya pelan sambil berdecak sebal. "Ck ck ck! Kamu benar-benar sudah seperti Ibumu, Virna."
Virna tidak menggubris, ia hanya tersenyum tipis tanpa berkeinginan menjauh dari tempat itu. Herman menghampiri pintu kemudian menyingkirkan Virna yang mencoba menghalanginya.
"Menjauh sana! Ayah ingin bicara sama tante Dea."
"Aku tidak mau, Ayah! Aku 'kan sudah mendapatkan perintah dari Ibu untuk menjaga pintu ini!" sahut Virna sambil menekuk wajahnya.
Virna tampak kesal karena Herman berhasil menyingkirkan dirinya dari pintu tersebut. Virna berjalan menghampiri meja makan kemudian duduk di sana dengan tatapan yang terus tertuju pada Herman.
Herman menempelkan telinganya di daun pintu dan mencoba mendengarkan suara Dea yang terkurung di dalam sana. Tak ada lagi suara teriakan yang terdengar dari bibir gadis itu. Hanya isak tangis yang kini terdengar jelas di telinga Herman.
"Dea, kamu baik-baik saja?" tanya Herman sembari mengetuk pintu kamar gadis itu.
Dea menghentikan tangisnya. Dea yang masih bersandar di daun pintu sambil memeluk kedua lututnya, perlahan bangkit dan menempelkan telinganya di sana.
"Kak, kumohon bantu aku keluar! Aku harus menemui Julian dan menceritakan semuanya!"
Herman menghembuskan napas berat. "Bukannya Kakak tidak ingin membantumu, Dea. Namun, apa yang dikatakan oleh Susi memang ada benarnya. Kita sudah terlanjur basah. Keluarga Julian sudah mengeluarkan banyak uang untuk menggelar acara pesta pernikahan kalian. Kakak takut, Dea. Kakak takut keluarga besar Julian meminta ganti rugi kepada kita. Kamu tahu sendiri 'kan, Kakak tidak punya uang sebanyak itu," lirih Herman dengan wajah sedih.
"Tapi, Kak!"
Tubuh Dea kembali luruh. Ia jatuh ke lantai dengan posisi bersandar di daun pintu kamarnya. Gadis itu tampak pasrah karena sekarang tak ada siapa pun lagi yang bisa ia mintai tolong. Bahkan Herman pun setuju dengan pendapat istrinya itu.
"Maafkan Kakak, Dea," lirih Herman sembari menghembuskan napas berat. Dan dengan berat hati, Herman pun bergegas pergi dari ruangan itu.
"Sekarang apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus menutup mulutku rapat seperti permintaan kakak dan kakak ipar?" gumam Dea sambil menyeka air mata yang kembali merembes di kedua pipinya.
"Lalu bagaimana jika Julian tidak bisa menerima ini semua? Oh ya, Tuhan! Kenapa Engkau berikan aku cobaan seberat ini?" keluh Dea.
Perlahan Dea bangkit dari posisinya. Ia berjalan gontai menuju tempat tidur kemudian membaringkan tubuhnya di sana.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Ryani
terlalu lama ini cerita😂..
2023-09-14
3
Amelia Syharlla
suami kok kurang tegas😡😡😡😡😡😡😚😚😚😚
2022-12-30
1
Kendarsih Keken
Herman , nggsk tau deh mo koment apa
2022-09-27
1