Dea mengerjapkan matanya secara perlahan. Sinar matahari pagi yang begitu cerah membuat gadis itu tersadar. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang sudah terjadi pada dirinya hingga ia bisa terbaring lemah di tempat itu.
Hingga rasa perih yang ia rasakan di area pribadinya membuat gadis itu teringat akan kejadian memilukan yang telah terjadi tadi malam. Dea pun kembali menangis lirih. Ia sudah kehilangan sesuatu yang paling berharga, yang begitu ia jaga selama ini.
"Ya, Tuhan," lirih Dea sembari mencoba bangkit dari posisinya.
Kini Dea dalam posisi duduk dan memperhatikan area pribadinya yang masih terasa sakit tersebut. "Ya Tuhan, aku harus bagaimana? Aku yakin Julian tidak akan pernah bisa menerima ini semua?" gumam Dea sambil menyeka air matanya.
Dengan tertatih-tatih, Dea mencoba bangkit kemudian merapikan kembali pakaiannya yang berantakan akibat perbuatan keji ketiga lelaki bejat tersebut. Setelah pakaiannya kembali seperti semula, Dea pun melangkah menuju rumah milik Sang Kakak Ipar sambil menahan rasa perih di area pribadinya.
Ya, rumah yang mereka tinggali selama ini adalah rumah peninggalan kedua orang tua Susi. Sementara rumah peninggalan kedua orang tua Herman dan Dea sudah dijual oleh Herman sendiri atas bujukan Susi dan uang hasil penjualan rumah tersebut digunakan untuk memperbaiki rumah peninggalan kedua orang tua Susi. Rumah yang sekarang mereka tempati.
Dengan penuh perjuangan, Dea akhirnya tiba di depan rumah tersebut. Kedatangan gadis malang itu disaksikan oleh keponakannya yang sedang bermain di halaman rumah. Bocah perempuan itu segera berlari ke dalam rumah sambil berteriak memanggil Ibunya.
"Ibu! Ibu! Coba lihat Tante Dea! Dia sudah pulang," ucap Virna kepada Ibunya yang sejak tadi memang sudah menunggu kedatangan gadis itu.
"Benarkah? Di mana dia?!" Susi yang saat itu sedang menikmati sarapan paginya bersama Sang Suami, segera bangkit dari posisi duduknya. Ia menghampiri Virna sambil melongok ke arah depan rumah.
"Sayang, kumohon! Jangan keras-keras sama Dea. Kasihan dia," lirih Herman dengan wajah cemas dan mencoba mengingatkan istrinya itu.
"Cih! Tidak ada ampun untuk gadis pembangkang seperti dia!" geram Susi dengan wajah memerah.
Wanita itu segera melangkah ke depan rumah bersama Virna, sementara Herman serta Virna mengikuti Susi dari belakang dengan perasaan cemas.
"Ya, Tuhan! Apa yang terjadi padamu, Dea!" pekik Susi setelah melihat penampilan Dea yang acak-acakan saat itu. Bukannya merasa iba dan kasihan melihat kondisi Dea, Susi malah semakin geram dan gemas ingin menghukumnya.
Bukan hanya Susi, Herman pun tidak kalah terkejut melihat kondisi adik perempuannya itu. Namun, ketika ia ingin menghampiri gadis itu, Susi malah menahannya.
"Mau ke mana kamu, Mas? Biarkan aku saja! Kamu itu bukannya memberikan pelajaran kepada Adikmu yang pembangkang itu, malah memaafkannya lagi dan lagi, sama seperti biasanya!" gerutu Susi sembari menarik tangan Herman yang ingin menghampiri Dea dan menghentikan langkah lelaki itu.
Herman pun akhirnya mengalah dan membiarkan Susi menghampiri Dea. Sementara Gadis itu tampak pasrah, ia siap menerima apapun yang akan dilakukan oleh Susi karena ia sendiri sudah mulai putus asa dengan kehidupannya.
"Lihat dirimu! Apa yang sudah kamu lakukan, ha?!" kesal Susi sambil mencubit tubuh Dea berkali-kali. Dea nampak kesakitan, tetapi rasa sakit itu tidak lebih sakit dari pada yang ia rasakan saat ini.
Dea mengelus tubuhnya yang terkena cubitan keras dari Susi. Ia menundukkan kepalanya tanpa bisa berbuat apa-apa, bahkan sekedar untuk membela diri.
Susi menghentikan aksinya untuk sejenak kemudian melirik Virna yang masih berdiri di samping Herman. Ia memerintahkan anak perempuannya itu agar segera pergi dan tidak ikut-ikutan dalam urusan mereka.
"Virna, segera kembali ke kamarmu! Jangan ikut campur, ini urusan orang tua!" titahnya kepada Virna.
"Tapi, Bu ...." protes Virna.
"Ibu bilang masuk, ya masuk!" tegas Susi dengan mata melotot menatap Virna.
Herman mengelus lembut puncak kepala Virna sambil menyunggingkan sebuah senyuman tipis. "Ibumu benar, Nak. Sebaiknya kamu kembali saja ke kamarmu," sambung Herman.
Virna mendengus kesal. Walaupun ia merasa kecewa karena tidak bisa melihat hukuman apa yang akan diberikan oleh ibunya kepada Dea pada saat itu, Virna pun akhirnya menurut saja. Bocah perempuan itu segera kembali ke kamarnya dengan wajah yang terlihat menekuk sempurna.
Setelah Virna pergi, Susi pun kembali fokus pada Dea yang masih berdiri di hadapannya dengan penampilan acak-acakan. Bahkan tubuh gadis itu penuh dengan butiran pasir yang menempel dari ujung rambut hingga ke ujung kaki.
"Heh! Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Apa kamu dan Julian sudah melakukan hal itu tadi malam, ha!" kesal Susi sembari mencengkram erat lengan Dea yang hanya sejak tadi hanya diam saja. Melihat dari penampilan Dea saat itu, Susi yakin bahwa ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada adik iparnya tersebut.
Herman yang kebingungan, segera menghampiri Susi kemudian mencoba bicara pada istrinya itu. "Sayang, apa maksudmu bicara seperti itu kepada Dea? Sebaiknya kita masuk, nanti kedengaran tetangga, tidak enak."
"Apa kamu tidak mengerti setelah melihat penampilan Adikmu saat ini, Mas? Dia ini seperti orang yang habis melakukan perbuatan zina, apa kamu tidak sadar akan hal itu, ha?!" tegas Susi dengan setengah berbisik kepada Herman yang berdiri di sampingnya.
"Be-benarkah itu?" pekik Herman sambil memperhatikan kondisi Adik perempuannya. Ia bahkan tidak berpikiran sampai sejauh itu.
"Benarkah, benarkah!" gerutu Susi lagi sambil menekuk wajahnya kesal. Wanita itu melirik ke kanan dan ke kiri, kemudian menarik kasar tangan Dea agar mengikutinya masuk ke dalam rumah. "Sini, ikut aku!" ucapnya.
Dengan tergopoh-gopoh, Dea mencoba menyeimbangkan langkahnya bersama Susi. Rasa sakit di area pribadinya, membuat Dea kesusahan ketika berjalan. Melihat cara berjalan Dea saat itu, membuat Susi semakin yakin bahwa gadis itu sudah tidak perawan lagi.
"Aku rasa firasatku benar. Gadis ini sudah melakukan hal menjijikkan itu tadi malam. Dasar gadis bodoh!" umpat Susi sambil terus menarik paksa tangan Dea.
"Pelan-pelan, Susi. Kasihan Dea," ucap Herman sambil mengikuti langkah kaki wanita itu dari belakang. Biar bagaimanapun Dea adalah adik kandungnya. Ia tidak tega melihat Dea diperlakukan dengan semena-mena oleh istrinya tersebut, walaupun di sini posisi Susi benar.
"Kasihan katamu?" Susi tersenyum sinis. "Kamu memang masih bisa bilang kasihan di saat seperti ini. Namun, jika suatu saat apa yang aku khawatirkan itu benar terjadi, apa kamu yakin masih bisa mengasihani gadis ini?!" lanjut Susi dengan penuh kesal.
"Susi, ayolah! Aku yakin Dea baik-baik saja. Dia tidak seperti yang kamu pikirkan," sahut Herman dengan wajah memelas menatap wanita tempramen tersebut.
"Yang seperti ini kamu bilang baik-baik saja? Ok, kalau begitu! Kita lihat, siapa yang benar di antara kita, Mas!" kesal Susi.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Samsuna
😢
2023-05-04
0
Dewi Ansyari
Kasihan Dea sudah yatim piatu di siksa Kakak ipar,dan lebih parahnya lagi malah diperkosa😔
2023-04-03
0
Aya Vivemyangel
Susiii gue tandain lo 😂😂😂
2022-12-19
2