Luqman dan Dean saling bertatapan, begitu juga dengan Cardo dan Dony yang diam mematung, karena mereka tidak melihat satupun anak-anak disana kecuali Mira yang ada dalam pelukan Oneng.
Oneng tampak kebingungan, bulu kuduknya merinding, bahkan sangat menakutkan baginya saat mendengar Datuak Mangkuto Malin berucap seakan-akan ada anak kecil selain Mira bersama mereka.
Keempat pria yang menemani Cici, hanya saling memandang satu sama lain, menelan ludah sendiri, sehingga mereka merapat karena perasaan takut.
Tanpa berbasa-basi basi, Datuak Mangkuto Malin sudah tahu maksud dan tujuan kedatangan mereka ke daerahnya yang tampak tenang dan sejuk tersebut.
"Manga kalian disitu, masuak...! Sunna... Sunna...!" (Ngapain kalian disana! Masuk... Sunna... Sunna...!)
Datuak Mangkuto Malin mengeluarkan suara beratnya, mengejutkan lamunan keempat pria yang masih tampak kebingungan, memanggil istrinya untuk menyambut para tamu yang datang dari kota.
"Apo Uda... ambo masih didapua...!" (Apa Uda, saya masih didapur!)
Datuak Mangkuto Malin, memberi perintah pada istrinya dari tatapan mata, untuk menyambut para tamu terutama keluarga dekat dari pria yang hilang empat hari lalu.
"Masuak lah nak... rumah amak ketek, cukuiklah untuak kalian beristirahat disiko beberapa wakatu." (Masuklah nak, rumah Mamak kecil, cukup untuk kalian beristirahat beberapa waktu!)
Mendengar kalimat yang ramah dari mulut seorang wanita paruh baya itu, sangat ramah, membuat mereka memasuki kediaman Datuak Mangkuto Malin dengan penuh semangat.
"Semoga Akmal bisa ditemukan dalam waktu yang cepat," Luqman hanya bisa membisikkan kalimat itu ketelinga Dean.
Dean mengangguk, membenarkan perkataan Abang tertuanya, agar tidak menunggu waktu lama bagi mereka untuk mencari keberadaan Akmal yang hilang.
Datuak Mangkuto Malin duduk bersila dihadapan mereka, wajahnya menggeram, bahkan berkali-kali dia berbicara sendiri, dengan tatapan penuh amarah.
Cici hanya menunduk, saat matanya menatap Datuak Mangkuto Malin.
"Apo alah siap manjapuik laki awak kasiko? Ndak tangguang syarat yang diminta Upiak Rayo..." (Apa sudah siap menjemput suami kamu kesini? Banyak syarat yang diminta Upik Raya)
Datuak Mangkuto Malin menatap kearah Cici dengan penuh tanda tanya.
Cici kembali menatap kearah keempat pria yang menemaninya. Dia mengangguk penuh keyakinan, "Apapun syaratnya Datuk, Ci harus menjemput Abang Akmal pulang."
Tangis Cici kembali pecah, saat menyebut nama suaminya.
Datuak Mangkuto Malin mengangguk, meraih daun nipah untuk melinting tembakau yang ada dihadapannya.
Luqman dan Dean kembali berbisik kecil, melihat kearah daun yang sudah lama tidak mereka lihat. Bahkan sudah sangat jarang didaerah perantauan mereka.
"Sunna, buek-an urang ko makan malam! Agiah yang barasiah! Jan yang biaso." (Sunna, buatkan orang ini makan malam! Kasih yang bersih! Jangan yang biasa.)
Datuak Mangkuto Malin kembali memberi perintah pada istrinya, yang tengah sibuk mengaduk-aduk kopi hitam untuk para tamu mereka yang datang dari kota.
Mendengar kalimat dari Datuak yang masih bersimpuh dihadapan mereka, tentu membuat perasaan keempat pria itu tidak karuan. Bagaimana tidak, mendengar kata 'bersih' itu membuat pikirannya jadi sedikit penasaran. Apakah Datuk ini bagian dari mereka? Atau jangan-jangan mereka sering memakan, makanan yang tidak sehat? Hanya pertanyaan itu yang menari-nari dikepala mereka kecuali Cici.
Cici masih menunduk, kembali mendongakkan kepalanya menatap hormat pada Datuak Mangkuto Malin.
"Apakah suami saya masih bisa diselamatkan, Datuk!?" Cici kembali menundukkan wajahnya.
Datuak Mangkuto Malin, tersenyum tipis, "Makanlah daulu, bia batanago awak. Kito tunggu Inyiak Rampai untuak tibo salasai isya." (Makanlah dulu, agar bertenaga kamu. Kita menunggu Inyiak Rampai untuk hadir selesai isya.)
Mereka bernafas lega, wajah Cici tampak lega seperti menemukan jalan keluar, dapat menemukan keberadaan Akmal yang sudah memasuki hari kelima.
"Alhamdulillah yah Kak Ci. Semoga Bang Akmal segera dipertemukan," Oneng berbisik ketelinga Cici yang duduk disebelahnya.
Cici mengangguk. Senyuman tampak terpancar jelas dari raut wajah cantiknya.
Datuak Mangkuto Malin, hanya diam, melihat sosok Mira tengah sibuk menikmati dot kesayangannya berisikan susu formula dari dalam botol.
Tak seberapa lama, mereka saling berbincang, beramah tamah, hidangan makan malam, terhidang dengan sangat cepat. Bahkan aroma yang sangat menggugah selera, dari makanan khas Sumatera Barat yang terbuat dari bahan-bahan rempah alami.
Mereka dihidangkan gulai rebung, dan sambal ikan danau kering belado, semangkuk nasi putih hangat berada dihadapan para tamu yang berkunjung di kediaman Datuak Mangkuto Malin.
"Hmm... ini terlihat sangat menggugah selera Datuk," senyum Dean pada Datuak Mangkuto Malin.
Datuak Mangkuto Malin mengangguk tersenyum ramah, "Makanlah yang kanyang. Nak, agiah anak awak makan ikan danau ko! Jan takuik, ikan ko langsuang dari Danau Singkarak." (Makanlah yang kenyang. Nak, kasih anak kamu makan ikan danau ini. Jangan takut, ikan ini langsung dari Danau Singkarak)
Datuk menyuguhkan sepiring ikan danau yang tidak di lumuri cabe merah, seperti dipiring yang ada dihadapan mereka.
Cici menyambut sepiring kecil ikan danau yang sudah digoreng kering oleh istri beliau.
"Ade makan sama, Ami?" Cici melepaskan dot susu dari mulut mungil putrinya.
Mira menatap ikan itu penuh semangat, rasa kenyang karena susu hilang seketika, karena melihat ikan kering yang gurih dan sangat lezat.
Sunna duduk disamping Cici, mengusap lembut punggung wanita baik yang berkunjung dikediaman mereka.
"Ndeh nak, untuang kau tibo dihari yang topek! Kok indak, mungkin antahlah... kini alah masuak hari Kaliki." (Ndeh nak, untung kamu tiba dihari yang tepat! Kalau tidak, mungkin entahlah, sekarang sudah memasuki hari kelima)
Cici tersenyum sumringah, "Ci yakin, Mak... suami Ci masih hidup!"
Sunna tersenyum lebar, "Saba yo, Nak." (Sabar ya, Nak)
Cici mengangguk.
Datuak Mangkuto Malin menyuguhkan makanan pada tamunya, membuat keakraban semakin terasa. Bahkan mereka seperti mendapatkan keluarga baru yang sangat ramah dan bersahaja yang sangat disegani, bahkan dihormati disana.
Suasana semakin terasa sejuk, mereka telah melakukan ritualnya sebagai umat muslim yang taat, sesuai ucapan Datuak Mangkuto Malin, selesai isya akan hadir Inyiak Rampai.
Sunna telah mempersiapkan sebuah ruangan yang tampak tenang, bahkan sangat wangi.
Datuak Mangkuto Malin, meminta izin pada keempat keluarga dekat Cici, membawa adik mereka Cici untuk menjemput sang suami tercinta dengan caranya.
Sedikit candaan yang diberikan Datuk, mampu memberikan kenyamanan bagi mereka untuk tetap menunggu, tanpa perasaan takut dan cemas.
Namun berbeda dengan Mira, gadis kecil itu kembali menangis, karena akan ditinggal Cici.
"Sabar yah sayang, Ami akan membawa Abi kembali," kecup Cici pada puncak kepala putri kesayangan.
Senyuman indah kembali terpancar manis diwajah Mira, saat menatap Datuk dan Sunna yang juga memandangnya dengan penuh rasa iba.
Cici mencium aroma bunga, bunga yang dia cium saat berada diruang makan miliknya. Saat nenek tua itu menutup wajahnya untuk membuka mata batin Cici sebelum keberangkatannya ke kelok sembilan.
Dengan wajah tenang, karena ditemani oleh Sunna, Cici duduk bersila dilantai, melihat disebuah mangkok emas yang berisikan bunga rampai dan bunga raya.
Suasana semakin gelap, bahkan hanya diterangi cahaya lampu semprong, yang sudah tidak terlihat lagi keberadaannya di zaman canggih seperti saat ini.
Cici menutup matanya perlahan, merasakan sesuatu keanehan yang tiba-tiba kembali dia rasakan. Hawa dingin bahkan sangat aneh saat memasuki dunia lain bersama Datuak Mangkuto Malin.
"Inyiak Rampai, manga kau bukak mato batin paja ko? Iko membahayokan anak gadihnyo!" (Inyiak Rampai, mengapa kamu membuka mata batin anak ini? Ini akan membahayakan anak gadisnya!)
Mendengar kalimat Datuak Mangkuto Malin, Cici kembali membuka kedua bola matanya, melihat sosok nenek tua ada dihadapannya, yang tersenyum kearah Cici.
"Nenek? Apakah Nenek akan menyakiti putriku!?" Cici kembali merasakan kepanikan dihadapan Sunna dan Datuak Mangkuto Malin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Simply Yunita
Cerita ini sarat unsur kedaerahan.
Mantap mak
lanjuttttt...... 💪
2022-07-09
3