Kegelapan malam

Senja menyelimuti suasana Kelok Sembilan Sumatera Barat. Angin berhembus sepoi-sepoi, terasa sangat menusuk tulang saat Dony dan rekan kantornya selesai melaksanakan shalat magrib.

Dony yang tengah menuruni anak tangga musholla kecil, baru menyadari bahwa dirinya tidak melihat sosok Akmal sejak sore menjelang senja.

"Kemana Akmal? Apa dia masih menemui temennya? Siapa yang dia temui? Kenapa terburu-buru!!! Akmaal....!" teriak Doni disekitar musholla.

Dony mencari-cari keberadaan Akmal, mencoba menghubunginya melalui sambungan telepon seluler, namun tidak memiliki jawaban.

Dony tampak kebingungan, wajah bersihnya karena air wudhu, memberikan cahaya yang berbeda saat berpapasan dengan Sony.

"Bro...! Kamu lihat Akmal?"

Donya masih melihat kekiri dan kekanan, kebelakang tempat Sony berdiri, bahkan melihat kearah penurunan hutan yang sangat gelap dan hanya terdengar aliran suara derasnya sungai. 

"Perasaan sejak tadi aku tidak melihat Akmal, aku juga lagi mencarinya. Karena istrinya beberapa kali menghubungi aku!"

Sony dan Dony saling menatap dan berfikir.

"Kita cari dulu, jangan-jagan anak itu tersesat. Tapi tersesat dimana dia? Orang kita disini sejak tadi, yuuk... kita tanya ke yang lain. Mungkin saja mereka tahu dimana keberadaan Akmal."

Dony menepuk pundak Sony, menghampiri rombongan kantornya, yang tengah bersiap-siap untuk segera naik kedalam bis.

Mereka berangkat hanya para manager area cabang daerah Riau. Acara yang biasa dilakukan tiga bulan sekali oleh pihak perusahaan tempat mereka bekerja, membuat semua saling mengenal.

Perlahan Dony memperhatikan beberapa orang penjaga warung,  tengah bersiap-siap untuk menutup lapak jualan mereka, Dony mengambil inisiatif untuk menanyakan keberadaan Akmal.

Pertanyaan Dony, didengar oleh Pimpinan kepala cabang tempat mereka bekerja, membuat Pak Sukoco segera menghampiri pria berwajah tampan itu, disusul oleh Sony, dan sahabat yang lainnya.

"Ada apa, Don? Ada apa dengan Akmal?" Pak Sukoco menepuk pundak Dony.

Dony masih tampak tenang, namun ada sedikit kekhawatiran dihatinya, "Kemana Akmal? Apakah dia sengaja bermain-main didaerah sini?" dia bergumam sendiri.

"Akmal nggak kelihatan sejak sore Pak, saya sudah mencari kemana-mana! Takutnya dia tersesat atau bahkan terjadi sesuatu, bagaimana kita mencarinya disekitar sini Pak? Jangan pergi dulu."

Dony meminta pada atasannya, tentu diangguki setuju oleh pria berusia 45 tahun tersebut.

Mereka berpencar, meminta orang-orang setempat juga ikut mencari Akmal.

"Akmaaaaaal..... Akmaaaaaal...!!!"

"Akmaaaaaal... Akmaaaaaal....!!"

Suara panggilan lengkingan terdengar saling bersahutan diarea kelok sembilan.

Dony dan Sony sangat bersemangat mencari keberadaan sahabatnya, "Kemana anak itu? Apa yang dia lakukan tiba-tiba menghilang?"

Dony hanya bisa tersenyum tipis, rona wajah berubah drastis tampak jelas, rasa takut, menghantui pikirannya, berkali-kali dia berniat untuk menuruni anak tangga kecil yang berada disudut jalan tikungan beton kelok sembilan.

"Entahlah... aku takut dia terpeleset, atau bahkan tercebur ke sungai," Dony memancing Sony agar mau menemaninya menuruni anak tangga tersebut.

"Ck, nyusahin aja. Punya temen satu, suka main rahasia. Kita jadi susah, nggak bisa memahami dia. Lagian sudah dua hari, Akmal berubah kan? Selalu menyendiri, bahkan seperti orang yang tengah mabuk asmara. Atau jangan-jangan, dia kabur dari rombongan, meninggalkan kita, pergi dengan nasabah yang mencarinya kemaren siang kekantor?" Sony sedikit berbisik ketelinga Dony, mengingatkan sikap Akmal beberapa beberapa hari terakhir.

Sontak pikiran Sony ditepis oleh Dony, "Apa siih, kejam amat pikiranmu? Akmal itu sweet daddy and sweet husband. Enggak mungkin dia mau begitulah... jauh banget dari sosok seorang Akmal yang namanya selingkuh!"

Sony tertawa kecil, mendengar Dony membela sahabatnya, "Iya-iya... Akmal paling best lah, buat siapa nama istrinya bro? Lupa aku."

"Cici...!"

Dony mendengus kesal, mendengar penuturan Sony barusan.

"Sory bro, kan kali saja. Maaf, jangan marah dong!" Sony merangkul pundak Dony melangkahkan kaki menuju bis yang masih tampak panik karena tidak menemukan keberadaan Akmal.

Hari semakin dingin, sinar lampu kelok sembilan hanya menerangi bagian jalan raya, namun tidak menerangi wilayah jalan setapak penurunan, dan perbukitan yang tampak hanya diselimuti kabut asap dituruni rintik gerimis air hujan.

Dony menghela nafas panjang, dia menutup kepalanya dengan tangan, mendekati para sahabat yang sejak tadi masih mencari keberadaan Akmal.

"Bagaimana Don? Ada terlihat tanda-tanda Akmal di sekitar sini?"

Pak Sukoco mendekati Dony dan Sony.

"Belum Pak, tapi aku yakin Akmal kearah sana!"

Dony menunjukkan arah yang gelap, sebelah tembok pembatas jalan yang memiliki anak tangga.

Pak Sukoco menepuk pundak Dony, "Bagaimana kita meminta pertolongan dengan warga sini. Karena setahu saya, itu jalan menuju sungai, dan banyak bebatuan besar, bahkan hutan. Ini sudah larut malam, dan enggak mungkin kita hanya bertiga tanpa bantuan pemuda setempat."

Dony mengangguk setuju, bergegas dia melirik kearah Sony agar meminta bantuan dengan beberapa pemuda yang tengah bersiap-siap menutup lapak warung mereka.

Tentu pemuda setempat, mau menolong para pegawai bank tersebut, ada beberapa dari mereka yang baru menyadari bahwa Akmal telah hilang entah kemana.

Dony ditemani dua orang pemuda setempat, membawa senter kepala, dan menutup tubuhnya dengan jaket hangat, menutup kepala dengan kupluk hitam, menemani mereka mencari rekan kerja yang hilang.

Pak Sukoco hanya menunggu diarea bis, dengan alasan asam urat yang kambuh, sementara Dony dan Sony ikut dengan dua pemuda itu.

Berapa rekan lainnya, juga ikut menemani Dony dan Sony mencari keberadaan Akmal.

Dony menuruni anak tangga, kegelapan malam yang membuat bulu kuduknya merinding, hawa lembab dan dingin, membuat dia berkali-kali mengusap lengannya.

Sony seperti melihat dari kejauhan sosok pria berbaju hitam bergaris merah berdiri membelakangi kedatangan mereka.

"Itu Akmal...!" Sony menunjukkan jari telunjuknya.

Donya langsung menoleh kearah yang ditunjuk Sony, namun tidak dapat melihat apa-apa.

"Mana...? Kamu jangan bercanda...!" Dony mencari-cari keberadaan Akmal sesuai telunjuk Sony.

"Ada tadi pria berdiri tegap, pakai baju hitam bergaris merah. Sesuai yang dipakai Akmal. Aku nggak salah lihat kok...!" Sony kembali menunjukkan jarinya.

Dua pemuda yang menemani mereka dan beberapa rekan yang lain, sibuk mendekati bebatuan dan mendengar suara derasnya arus sungai yang mengalir.

"Kamu salah kali Son... Enggak ada siapa-siapa disini!"

Dony menatap panik kearah Sony.

Kini mereka berdiri ditempat yang ditunjuk Sony, dihadapan mereka tampak hutan belantara, yang memiliki jalan setapak untuk menaiki perbukitan curam dan tampak sangat menakutkan.

"Uda, ini tempat apa?" Doni membisikkan sesuatu di telinga pemuda setempat tersebut.

Pemuda itu menghela nafas panjang, "Sudah Bang, cari saja teman Abang. Jangan banyak bicara, jika sudah ketemu kita naik keatas lagi."

Dony mengangguk mengerti, wajahnya semakin berubah, merasa ketakutan karena semakin merinding, bergumam dalam hati, "Ya Tuhan, kemana Akmal? Jangan biarkan kami kehilangan dia, kasihan anak dan istrinya...!"

Sony berteriak, "Aku menemukannya... aku menemukannya... woiii tolong... aku menemukannya!!"

"Akmaaaaaal....!?"

_______

Note:

Uda itu panggilan untuk laki-laki Minang.

Terpopuler

Comments

Yurnita Yurnita

Yurnita Yurnita

penasaran

2023-02-27

0

GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™

GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™

sayang novel ini tidak masuk juara padahal ceritanya bagus, dari pada yang masuk juara. iya gak othor

2022-07-23

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!