Memasuki alam yang berbeda

Suasana ruang makan masih tampak gelap dan sangat hening, sangat berbeda dari biasanya. Cici masih menatap kearah nenek tua yang masih berdiri dihadapannya, bertumpu pada satu batang ranting yang tampak sangat lusuh.

Dalam pandangan Cici, dia melihat nenek tua itu sangat nyata berdiri dihadapannya. Pandangan yang mengarah pada satu arah, dengan tatapan sendu dan penuh misteri, dia memohon kepada sang nenek tua.

"Tolong kembalikan suami saya, Nek...!" Cici kembali menangis seraya memohon. 

"Apo kau alah siap? Untuak masuak kaalam yang indak samo jo alam kau kini?" (Apa kamu sudah siap? Memasuki alam yang tidak sama dengan alam kamu saat ini?)

"Iko labiah manakuikkan dari yang dicaliak dek anak kau! Tutuiklah mato kau, Nak! Ambo akan memindahan pancaliaan anak kau." (Ini lebih menakutkan dari yang dilihat anakmu! Tutuplah matamu, Nak! Aku akan memindahkan Indra penglihatan anakmu)

Cici mengangguk, dikepalanya hanya ingin Akmal kembali. Apapun caranya, semua akan dia lakukan. Kepercayaannya tentang Akmal telah meninggal ditepis oleh hati dan perasaan wanita yang telah memiliki putri kecil tersebut.

Perlahan Nenek tua itu menutup matanya, mendekati Cici yang masih duduk dimeja makan. Menutup mata Cici dengan telapak tangannya yang keriput, bahkan mengeluarkan aroma yang sangat berbeda. Aroma yang benar-benar sangat khas, namun tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

"Bukaklah mato kau! Mungkin kau akan mancaliak apo yang di caliak dek anak kau!" (Bukalah matamu! Mungkin kamu akan melihat apa yang dilihat oleh anakmu)

Cici membuka perlahan matanya, betapa terkejutnya dia saat melihat sosok yang sangat menyeramkan berada dikediamannya.

Sosok wanita cantik yang menggunakan kemben merah, bahkan ada sosok wanita yang menyerupai manusia namun berwajah hancur, seperti mengalami satu kecelakaan tragis yang membuat wajahnya tak berbentuk.

Nafas Cici terasa sangat sesak, wajahnya kembali memucat, air matanya kembali mengalir deras, tangan kanannya meremas kuat gelas yang ada diatas meja.

"Nek, apakah benar makhluk ini yang dilihat Mira putriku?" Pertanyaan Cici membuat salah satu diantara mereka mendekatinya, berdiri dibelakangnya mencium aroma tubuh Cici, membuat bulu kuduknya meremang ketakutan.

Cici menggigil, rasa ketakutan yang menyeramkan membuat dia menutup kedua bola matanya.

Nenek tua itu kembali berbisik, membuat bulu kuduk Cici kembali meremang.

"Pailah ka kelok sembilan, jan sampai lewat dari hari katujuah." (Pergilah kekelok sembilan, jangan sampai lewat dari hari ketujuh)

Suara Nenek tua itu kembali menjauh, bahkan tubuh Cici masih menggigil ketakutan.

"Ci...!!"

Tangan Luqman menyentuh pundak Cici, membuat wanita yang tampak ketakutan itu terlonjak saat Abang pertamanya benar-benar berdiri disampingnya membuat Cici terlonjak kaget.

Keringat Cici bercucuran seperti merasakan sutu keanehan yang tidak dia percaya namun kini tampak jelas dihadapannya.

"Abang.... kita harus kekelok sembilan sekarang! Ci, yakin bisa membawa Abang Akmal kembali...!"

Cici kembali menangis dimeja makan, menundukkan kepalanya, semakin merasa merinding saat mata batinnya terbuka.

Perasaan dihantui bahkan diikuti oleh makhluk tak kasat mata yang sejak tadi meniupkan udara dingin ditelinga Cici.

"Iya, kita berangkat hari ini. Apa kamu sudah selesai sarapan? Dari tadi kami melihat kamu seperti ketakutan, bahkan sangat menyeramkan!" Luqman menatap aneh kearah Cici.

Cici mengusap wajahnya kasar, emosi yang tidak stabil membuat dia tampak seperti wanita yang kehilangan arah. Bahkan lebih tepatnya tidak bisa menerima kenyataan dengan tenang.

Apa yang membuat suaminya diambil oleh makhluk yang tak kasat mata? Apa pernah Akmal melakukan kesalahan didaerah itu? Hal itu yang selalu bersemayam dibenak Cici, membuat wanita itu hanya memiliki asa untuk merebut Akmal kembali bersamanya seperti dulu.

"Bang Akmal belum meninggal! Dia hanya tersesat, dia masih hidup! Dia hanya berada dialam yang berbeda dengan kita!"

Kalimat yang tiba-tiba keluar dari bibir Cici, sangat mengejutkan Luqman yang berdiri disampingnya.

"Iya, Akmal masih hidup! Sekarang kita pergi mencari cara, bagaimana membawa Akmal kembali dalam keadaan selamat dan tidak berkurang satu apapun. Abang percaya sama kamu!" Luqman kembali menegaskan pada Cici.

Cici menoleh pada Luqman dengan tatapan sinis, "Tapi kenapa Abang mengabarkan pada semua rekan kerjanya menyatakan Akmal meninggal? Bahkan dengan tega kalian memasang bendera kuning didepan rumah! Apa Abang enggak kasihan sama Mira? Dia seperti dihantui setiap hari, karena kehilangan Abi-nya."

Luqman menghela nafas panjang, tidak ingin melanjutkan perdebatannya dengan Cici adik perempuan yang memiliki sifat keras kepala sama persis dengan sang Ibunda yang telah meninggalkan mereka beberapa tahun silam.

Dean yang mendengar perdebatan dua insan tersebut diruang makan, hanya menepuk pundak Luqman, "Kita berangkat sekarang? Semua sudah dipersiapkan oleh Oneng."

Luqman mengangguk setuju, bergegas keluar dari rumah, yang akhir-akhir ini memiliki hawa lebih panas, sehingga membuat kondisi didalam rumah tidak seramah dulu.

Luqman menarik lengan Dean, "Kita harus membawa Akmal pulang, apapun keadaannya."

Dean mengangguk, menatap kearah Cici dengan penuh semangat, "Yakin kita bisa membawa Abi Mira kembali kesini?"

Cici mengangguk penuh keyakinan.

"Apapun keadaannya?" Dean menelan salivanya, sedikit ragu.

Cici kembali mengangguk, "Jika benar Akmal meninggal, Ci akan membawa jasadnya kembali, tapi saat ini Ci yakin Abi Mira masih hidup. Hanya saja dia tidak tahu cara kembali."

Dean menatap kearah Luqman, mengangguk setuju, merangkul adiknya yang sangat yakin bahwa suaminya masih hidup.

Mereka memasuki mobil, berangkat menuju kelok sembilan, ditemani Dony yang diberi izin oleh Pak Sukoco untuk terus mengawal pencarian Akmal.

Dony bersama Cardo di mobil yang berbeda, sementara Luqman dan Dean membawa Cici dan Oneng beserta Mira putri Akmal.

Dua mobil, sangat cukup untuk membawa Akmal kembali kepelukan Cici. Tidak lupa Luqman mengunci pintu utama, menyalakan lampu teras agar tidak terlihat gelap disaat malam.

Saat mereka akan berlalu, ketukan dari kaca mobil, terdengar sangat keras. Kaca mobil yang tertutup diketuk, namun mereka tidak dapat melihat apapun, tapi dapat dilirik oleh Cici.

Seorang wanita cantik, berdiri disampingnya, menjulurkan lidah, bahkan kembali tertawa sangat keras sehingga Cici menutup kedua daun telinganya dengan telapak tangan.

"Khiiik... khiiik.... khiiik...!!"

Cici berusaha menguatkan hatinya, tanpa perasaan takut lagi, dia hanya menundukkan kepalanya, tanpa melihat lagi, namun terdengar suara Mira kembali menangis. Susah payah Oneng menenangkan gadis kecil itu, agar tidak menangis, namun Mira masih terus menangis.

Mira seperti kehilangan sesuatu, namun tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata. Dia hanya gadis kecil yang sulit untuk menjelaskan apa yang dia lihat selama ini. Selama tinggal dirumah itu.

Cici teringat apa yang dikatakan Ustadz Imam, untuk segera meninggalkan kediaman mereka sementara waktu. Namun sangat sulit bagi Cici, karena tidak mungkin meninggalkan rumah saat Akmal belum kembali.

"Abi... Ami akan membawa Abi pulang! Ami yakin, Abi masih hidup, masih merindukan Ami."

Cici mengambil Mira dari pangkuan Oneng, mendekap tubuh mungil putrinya erat.

"Ami... Abi... Abi, Mi...!!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!