Kelok Sembilan

Cici kembali teringat, selendang merah yang menutupi kaca mobil sebelum keberangkatan mereka. Perlahan dia menoleh kebelakang, mencari keberadaan selendang merah yang tidak diketahui dimana Akmal meletakkannya.

"Dimana diletakkan Abi yah? Kok malah enggak ada?"

Cici merogoh kantong belakang yang terletak dijok kemudi, namun tidak menemukan apapun.

"Mana yah...!?"

Cici bergumam dalam hati, namun dapat dirasakan oleh Cardo, yang masih fokus pada stir kemudi.

"Cari apa Kak?"

Cardo menoleh kearah Cici yang masih meraba-raba dikantong belakang jok kemudi.

"Hmm, itu... e-e-e-anu... hmm, udah aaagh! Kakak lupa dimana letaknya."

Cici terdiam, wajah cantiknya tampak menyembunyikan sesuatu.

Mereka tiba dikediaman Cici, kembali memasuki rumah dalam kondisi lelah. Cardo berpamitan, karena dia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya saat itu.

Mira masih terlelap, diatas ranjang kamar utama. Diranjang peraduan Cici dan Akmal berukuran kingsize, bernuansa biru cream menjadi warna favorit ke-duanya. Cici merebahkan tubuhnya disamping putri kesayangan, meletakkan handphone diatas nakas.

Oneng, pembantu rumah tangga yang selalu menemani Mira saat siang, disela-sela kesibukan dua insan dalam meniti karir dikota minyak tersebut. Seperti biasa Oneng mempersiapkan makan siang, dan juga membersihkan rumah hingga sore.

Cici tersentak dari tidurnya. Telinganya kembali terdengar suara riuh seperti dipasar, membuat dia semakin penasaran keluar dari kamar.

Betapa terkejutnya Cici, saat melihat Oneng yang tengah menikmati sinetron terbaru di salah satu stasiun televisi. Pelan dia mengusap lembut wajahnya, perlahan mendekati Oneng yang belum menyadari kehadirannya.

"Oneng...."

Cici mengagetkan pembantu yang tengah serius menatap lekat kearah televisi.

Oneng terlonjak kaget, mendengar suara Cici, dia mengusap dadanya sambil tersenyum tipis kembali fokus pada layar televisi.

"Kirain Kakak masih tidur, tadi Oneng kesini jam delapan, tahunya Kakak pergi, Oneng terpaksa pulang lagi. Abang jadi berangkat, Kak?"

"Jadi, tapi Mira rewel banget! Aku jadi susah, sampe Cardo menyusul ku."

Cici berlalu menuju meja makan, melihat hidangan sederhana yang sangat menggugah seleranya, "Hmm, ayam belado sama jengkol kesukaan Abi."

Bergegas Cici mengambil piring, duduk dimeja makan, menikmati makan siang yang sudah sore dengan sangat nikmat.

Namun saat Cici tengah menikmati makan siang yang jelas-jelas sudah terlambat, kembali terdengar suara tangisan Mira dari arah kamar.

Bergegas wanita cantik itu berlarian kekamar untuk mengambil putri kesayangannya.

"Eeeh, anak Ami sudah bangun? Kirain masih bobo."

Cici menggendong tubuh putri kecilnya, menuju ruang makan, namun Mira masih saja menangis.

"Abiii.... Abi...!"

Tangis Mira dibarengin teriakan membuat Cici kembali kewalahan. Wajahnya tampak panik, melihat putri kesayangan rewel tidak seperti biasanya.

Oneng dengan sigap membantu Cici, untuk menenangkan Mira, namun gadis itu terus menangis.

"Neng, Mira gimana? Dari Abang pergi dia rewel terus manggil Abi-nya! Ci khawatir, takut Abang kenapa-napa!"

Tampak wajah Cici kembali khawatir, saat mendengar tangisan Mira yang tidak kunjung berhenti.

"Ade mau apa?" Oneng membujuk Mira, namun gadis kecil itu terus memanggil Abi-nya.

"Abii... Abiii...!!"

Tubuh mungil yang tidak tenang dalam gendongannya, membuat Cici semakin tidak tenang.

"Ya ampun, kenapa ini Oneng! Apa kita bawa ke dokter saja? Ci, takut Mira kenapa-napa."

Oneng bergegas membuatkan sebotol susu formula, agar gadis mungil itu kembali tenang.

Namun dia menepis, membuat botol susu formula itu terhempas ke lantai.

"Ya Tuhan, nak! Kamu kenapa siih? Ade mau apa? Ngomong sama Ami. Kita telepon Abi? Ade mau ngomong sama Abi?"

Cici membawa Mira kembali kekamar, meraih handphone miliknya. Bergegas dia mencari nomor telepon Akmal, agar putrinya kembali tenang.

Panggilan telepon tersambung, namun tidak ada jawaban yang berarti.

"Hmm... Abi kemana siih? Buat Ami jadi nggak hati!"

Cici berulang kali menghubungi Akmal, namun masih tetap tidak ada jawaban. 

"Iiiighs, Abi suka banget nggak angkat telepon Ami!" Cici kembali menggeram, karena mendengar suara tangisan Mira yang tidak kunjung berhenti.

"Oneng, gimana ini!!"

Cici tampak lelah, bahkan melupakan makan siangnya yang masih tersisa.

Oneng hanya bisa mengusap lembut punggung Mira yang menangis dengan dot susu berada di mulut mungilnya.

Cukup lama suara tangisan Mira, membuat mata gadis kecil itu kembali terlelap, karena rasa lelah yang melanda.

Melihat putrinya kembali terlelap, Cici meminta pada Oneng untuk menginap dikediamannya.

Oneng mengangguk setuju. Statusnya yang tidak memiliki suami dan anak, menjadikan dia wanita yang dapat dijadikan Cici sebagai teman saat Akmal melakukan perjalanan dinasnya, seperti beberapa waktu lalu. 

Cici mengusap lembut kepalanya, dia kembali merebahkan tubuh disamping putri tercinta, mengecup lembut punggung Mira, dengan penuh perasaan cinta.

"Semoga Abi baik-baik saja yah, Nak?"

Tanpa disadari, Cici kembali terlelap disamping Mira.

Oneng memilih keluar dari kamar Cici, dikepalanya masih menerka-nerka, merasakan keanehan pada Mira anak semata wayang Akmal dan Cici.

"Kenapa Mira tiba-tiba rewel yah?"

.

Ditempat yang berbeda, Akmal dan rekan kerjanya, tengah menikmati keindahan panorama yang sejuk di kelok sembilan.

Suasana perbukitan, jalan yang berkelok-kelok, ditambah lagi pemandangan dari bangunan baru yang menjadi tempat pariwisata bagi pendatang untuk menikmati objek wisata dilintas jalan Riau-Sumbar (Sumatera Barat).

Perjalanan yang ditempuh dari Riau hanya memakan waktu tiga sampai empat jam, namun sangat berbeda bagi bis yang mereka tumpangi. Mereka menghabiskan waktu enam jam, karena memilih menikmati makan siang di perbatasan PLTA yang memiliki warung kecil yang menyediakan masakan yang sangat lezat.

Warung-warung kecil yang menyediakan beberapa pilihan makanan seperti jagung bakar, kerupuk kuah dan beberapa makanan khas Sumatera Barat diperbatasan tersebut.

Pemandangan yang sangat sejuk menjadikan tempat indah bagi team leader kantor Akmal untuk mengabadikan momen indah kebersamaan mereka.

Momen foto bersama, kebahagiaan para lajang yang terbebas dari beban pikiran pekerjaan dan rumah untuk beberapa hari.

Seketika mata Akmal kembali melihat sosok wanita cantik yang menggunakan kemben merah dan bawahan merah yang sangat mempesona pemandangan seorang pria sepertinya.

"Aaaagh, kenapa dia terus mengikuti aku? Atau jangan-jangan selendang merah yang tadi pagi milik wanita cantik itu? Pantas saja dia mengikuti aku. Bodoh banget aku, momen seperti ini tidak boleh dilewatkan," soraknya bergumam dalam hati.

Bergegas Akmal kembali memasuki bis, mencari travel bag milikinya, yang berada dikursi belakang. Matanya masih mengarah pada gadis yang seperti menunggu seseorang disalah satu pagar, menunjukkan penurunan menuju sungai kecil dibawah sana.

Saat Akmal turun dari bis, dia berpapasan dengan Dony yang sejak tadi mencarinya.

"Disini rupanya! Kita makan jagung dulu, kayaknya selesai sholat magrib kita langsung tancap ke Bukittinggi."

Dony melihat Akmal yang tengah memperhatikan seseorang dari jauh, namun entah dimana keberadaannya.

"Oogh iya, sebentar yah! Aku ada keperluan!"

Akmal berlari kencang, mendekati wanita cantik yang terlihat seperti sedang menunggunya, tidak  menghiraukan Dony lagi.

"Hei bro, Akmal... Akmal..!"

"Ck, kemana anak itu...! Kesambet baru tahu...!"

Doni menggerutu sendiri, karena tidak diacuhkan oleh Akmal.

Akmal benar-benar menghampiri gadis canti nan putih bersih yang tersenyum kearahnya, mengikuti langkah kaki wanita cantik itu, kemben yang membalut tubuhnya, tanpa merasakan perasaan sejuk, karena hari seakan semakin gelap.

Menuruni anak tangga beriringan, menggenggam selendang merah lembut ditangan kanannya. 

Akmal melangkah tanpa menyadari dia tiba disebuah desa terpencil yang sangat nyaman dan damai, diterangi lampu temaram kecil, disapa oleh orang-orang tua yang ramah, menyambut kedatangannya.

"Aaaagh, ini sangat indah... kenapa aku baru menyadari bahwa disini ada desa seindah ini?"

Akmal terpukau dengan penyambutan hangat didesa terpencil tersebut. Menyaksikan adegan talempong yang merupakan ciri khas adat Minangkabau. Menjadi suatu keindahan yang sangat menakjubkan dan kebahagiaan sendiri bagi seorang pria tampan hitam manis seperti Akmal.

Wanita cantik melantunkan lagu dengan suara merdu, mendayu-dayu bak penyanyi lawas nan sendu, sehingga Akmal benar-benar disambut seperti Datuak Rajo Mudo.   

 

Terpopuler

Comments

GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™

GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™

penisirin

2022-06-29

2

Ucil Oren

Ucil Oren

ayo Thor ditunggu up nya, penasaran Ama kelanjutan desa gaib

2022-06-29

2

Ucil Oren

Ucil Oren

gk sadar masuk desa gaib dia

2022-06-29

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!