Keberadaan selendang merah

Keberangkatan Akmal menuju Bukittinggi Sumatera Barat, bukan yang pertama kali. Sudah ada beberapa kali pria hitam manis itu melakukan perjalanan dinas menuju tempat yang sama. Namun entah mengapa, kali ini sangat berbeda bagi wanita cantik yang memiliki hobi menari untuk mengisi waktu senggangnya.

Cici memeluk Akmal sangat erat, namun pria itu semakin suka menggoda sang istri.

"Ami peluk deh puas-puas, biar lega...!"

Akmal mengusap lembut punggung istrinya, sesekali melirik kearah Mira yang masih terlelap di baby stroller.

Cici mengusap air mata yang sejak tadi sulit dia bendung, mengalir tanpa sebab, bahkan rasanya kepergian Akmal kali ini sangat berbeda dari biasanya.

Akmal membuka penutup baby stroller, mencium putri mungilnya, mengusap lembut ubun-ubun kepala Mira seperti berbicara dari hati ke hati.

Dony menghampiri pasangan suami istri yang tampak harmonis itu, sedikit berbisik pada Akmal, "Bro, udah ditunggu. Yang lain udah naik ke bis. Tinggal kamu saja."

Akmal menutup kembali penutup baby stroller, kembali mengecup kening Cici dengan penuh perasaan.

"Abi berangkat, Assalamualaikum...!"

Akmal menaiki bis, melambaikan tangan, tampak tidak seperti biasanya. Wajah manisnya menyiratkan kesedihan, namun tidak mampu terucapkan.

Cici bersama para istri yang ikut melepaskan keberangkatan pasangan mereka masing-masing, untuk perjalanan dinas, hanya bisa turut melambaikan tangan kearah bis yang semakin menjauh.

Cici menghela nafas panjang, melihat bis 3/4 itu berlalu dengan kecepatan sedang, tengah berbalik arah, kembali melewati keluarga yang ditinggalkan.

Cici mendorong baby stroller, menyalakan mobil lebih dahulu, meletakkan Mira dengan sangat hati-hati di jok belakang, karena masih terlelap.

Namun betapa terkejutnya Cici, saat meletakkan putri kesayangannya, Mira terjaga, menangis dengan suara keras memanggil Abi-nya. Sontak Cici kembali menggendong Mira, membawa dalam pelukannya.

Secepat kilat, wanita yang sudah terbiasa melipat baby stroller, sambil menggendong sang putri, memasukkan kedalam bagasi mobil segera.

"Kenapa anak Ami hmm.... Abi kan udah berangkat sayang? Kita pulang yah?" Cici mengusap lembut kepala putri kecilnya, dengan penuh kasih sayang, menuju stir kemudi, memangku Mira.

"Anak Ami cantik, jangan nangis lagi...!"

"Abiiii.....!" Mira kembali berteriak memanggil Akmal.

Mendengar tangisan Mira, Cici kembali tidak tenang. Dia menghentikan kendaraannya, meletakkan Mira disampingnya, agar lebih leluasa, namun gadis kecil itu masih terus menangis.

"Sayang... diam nak. Ami disini, duduk disini dulu yah? Ami pasangin safety belt, biar Ade cantik Ami enggak jatuh," Cici membujuk Mira agar kembali tenang.

Bergegas Cici memberikan botol kesayangannya, namun ditepis oleh Mira. Air matanya tidak kunjung mengering, bahkan membuat Cici tampak panik.

Dia meraih handphone miliknya, segera menghubungi Cardo, salah satu keponakannya yang bekerja disalah satu kantor pemerintahan.

"Do, kamu dimana?"-Cici.

"Dirumah kak, kenapa? Itu suara Mira? Kenapa dia nangis?"-Cardo.

"Sini dong...! Kakak habis antar Abi, Mira, tapi Mira enggak mau diam setelah Abi-nya berangkat. Nanti kenapa-kenapa susah, denger sendiri, nih suara tangis Mira!"-Cici.

"Emang Kak Ci dimana?"-Cardo.

"Hmm, Kakak didepan kantor kamu, kejaksaan!"-Cici.

"Ya udah, tunggu disana!" Cardo menutup telfonnya.

Cici, memangku Mira, kembali membujuk putrinya agar tenang. Tangis Mira semakin keras, bahkan keringat dingin membasahi kepalanya, membuat dia harus menyalakan AC mobil lebih dingin lagi.

Sinar matahari yang cukup menghangatkan kota kecil itu, membuat Cici, memilih untuk memarkirkan mobilnya, didepan salah satu warung sarapan pagi.

"Gadis Ami lapar, yah? Yuk, kita makan dulu. Biar Ade enggak rewel lagi, sambil nunggu Om Cardo!"

Cici mengambil kunci mobil, membawa tas-nya, menuju warung sarapan pagi yang ada didepan gedung perkantoran.

Perlahan Cici menarik nafasnya, menekan tombol agar mobilnya terkunci, membawa Mira dalam gendonganya.

Benar saja, Mira sedikit tenang dan ceria, saat berada didalam keramaian. Wajahnya yang sembab, karena kelelahan menangis membuat tawanya semakin melebar, saat pemilik warung menyapanya.

Cici memilih duduk dikursi meja paling depan, agar terlihat oleh Cardo yang sedang menyusulnya.

Cici memesan lontong sayur, dan segelas teh hangat untuk mereka berdua. Mira yang tengah asik menikmati susu yang berada dibotol kesayangan dalam pangkuan sang ibunda, hanya menggoyangkan kaki mungilnya.

Mira Anastasya, putri kesayangan Akmal dan Cici yang berusia tiga tahun, memiliki tubuh mungil, dan sangat manja pada Akmal.

Mereka berdua saling berbagi dalam merawat buah hati, disela-sela kesibukan Akmal dan Cici yang jauh dari keluarga besarnya.

Oneng, pembantu rumah tangga yang selalu merawat Mira saat Cici melakukan tugasnya sebagai asisten dosen. Jam kerja yang sudah diatur oleh keduanya, untuk saling mengingatkan jadwal siapa yang pulang kerumah lebih dahulu.

Sepiring lontong sayur dan segelas teh manis hangat, habis tidak bersisa dilahap dua wanita cantik yang tengah menunggu keluarganya.

Mira kembali memeluk Cici, karena merasa kelelahan setelah menangis terlalu lama, membuat dia terlelap dalam pelukan sang ibunda.

Cardo datang menggunakan ojek online, mendekati Cici yang tampak kelelahan, menggendong Mira.

"Kak...! Kenapa nggak biarin Abang Akmal pergi pakai gocar atau biasanya pakai maxim? Kok tumben diantar?" Cardo mengambil Mira dari pelukan Cici.

Bergegas sang keponakan tampan itu membayar semua yang telah disantap Cici, membawa Mira ke mobil, karena waktu sudah mendekati untuk masuk kantor.

"Kamu terlambat, Do?" Cici membuka pintu mobil, memasuki jok penumpang, menyambut tubuh Mira.

"Iya, masuk jam 07.30 sih. Tadi sudah minta izin, karena ngurusin kakak. Aku khawatir mendengar tangis Mira, takut keram perut atau malah masuk angin. Enggak baik biarin anak nangis terus, takutnya kesambet!"

Cici menggelengkan kepalanya.

Cardo melajukan kendaraannya, meninggalkan warung sarapan mereka, menuju kediaman Cici.

"Kapan Abang pulang?" Cardo kembali menanyakan pada Cici tentang Akmal.

"Katanya tiga hari, dinas kayak biasa!"

Cici mengelus lembut rambut putrinya, mengecup lembut kening Mira, "Hmm, baru kali ini dia rewel banget Abang pergi. Kak Ci, jadi kewalahan. Biasanya aman saja, kayak Abi-nya mau pergi jauh."

Cardo menoleh kearah Cici, "Iyalah Kak, namanya juga anak cewek. Pasti dekat sama Abi-nya. Apalagi Cardo lihat, Abang Akmal kan perhatian banget sama Mira. Anaknya nggak boleh nangis, tapi sudah diletakkan dalam box sendiri kalau malam."

Cici tertawa, "Itu Abi-nya, enggak mau anaknya melihat' yang aneh-aneh kalau malam. Gimana sih kamu, kayak kamu sama Nisa enggak begitu."

Mereka tertawa, terbahak-bahak saling bercerita ringan seputar hubungan Cardo dan Nisa, yang baru memiliki seorang putra berusia satu tahun.

Cici kembali teringat, selendang merah yang menutupi kaca mobil sebelum keberangkatan mereka. Perlahan dia menoleh kebelakang, mencari keberadaan selendang merah yang tidak diketahui dimana Akmal meletakkannya.

"Dimana diletakkan Abi yah? Kok malah enggak ada?"

Cici merogoh kantong belakang yang terletak dijok kemudi, namun tidak menemukan apapun.

"Mana yah...!?"

Terpopuler

Comments

Yurnita Yurnita

Yurnita Yurnita

lanjut lanjut

2023-02-27

0

Buaya

Buaya

Lanjutkan mak..

2022-07-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!