Bab 06.
Setelah para prajurit Paku bumi meninggalkan tempat dimana telah terjadi pertarungan antara Raka pati dan prajurit bawahan nya dengan seorang kakek tua renta yang misterius itu, tiba-tiba sesosok tubuh kurus kering yang hanya tinggal kulit pembungkus tulang itu meluncur turun dari atas sebatang pohon yang rindang dan sangat besar.
"Hehehe..."
"Dasar para prajurit-prajurit tolol. Seenaknya saja ingin mencelakai orang." Kata kakek itu sambil terkekeh. Lalu dia segera berjalan berjingkrak-jingkrak meninggalkan tempat itu.
Kakek Tua ini berjalan seperti biasa saja. Namun sekejap saja dia telah sampai di ujung jalan.
Jika bukan karena memiliki ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna, mana mungkin seorang yang sepertinya di tiup angin saja sudah tumbang itu bisa melakukan hal seperti itu.
"Hmmm.. Aku harus segera mencari keberadaan ibu dari bayi lelaki itu." Kata orang tua itu berbicara sendiri.
Sebetulnya siapakah kakek ini sebenarnya?
Lima puluh tahun yang lalu dunia persilatan di gemparkan oleh kehadiran seorang pemuda digdaya yang memiliki kepandaian ilmu yang sulit di ukur tingkatan nya.
Tidak ada yang mengetahui dari golongan mana pendekar ini di awal kemunculannya. Namun, setelah dia banyak membantu kaum yang lemah dan menumpas kelompok aliran hitam dan salah satu gembong rampok yang sangat tinggi ilmu nya yaitu bajing hitam dan Warok abang, disitu lah para kalangan rimba persilatan mulai memasukkannya kedalam golongan aliran putih.
Tidak ada yang tau siapa nama anak muda yang telah menggemparkan dunia persilatan itu karena memang dia sendiri pun tidak tau siapa namanya.
Karena memiliki sifat dan tingkah laku layaknya seperti orang kurang waras dan tidak pernah serius dalam hal apa pun. Maka, kalangan sepuh dari golongan putih menggelar nya dengan sebutan Santalaya.
Selama lima puluh tahun malang melintang di dunia persilatan dari ujung barat sampai ke ujung timur, tidak terhitung sudah berapa banyak tokoh aliran hitam yang tewas di tangannya.
Pernah suatu hari dedengkot aliran hitam bernama Dirga angkara secara terbuka ingin mengadu ilmu kesakitian dengan Santaya dan berakhir dengan kematian Dirga angkara.
Pertarungan dua hari dua malam yang diadakan di bukit menjangan itu di menangkan dalam duel yang berkepanjangan itu.
Dikisahkan bahwa arena adu kesaktian telah berdampak buruk terhadap medan tarung dimana sampai saat ini puncak bukit menjangan itu tidak lagi di tumbuhi oleh sebatang rumput pun alias tandus oleh ajian dan ilmu yang mereka lepaskan.
Singkat cerita, kini bukit menjangan itu telah gundul dan tandus sampai saat ini.
Pertarungan dua tokoh papan atas dunia persilatan ini di kenang dalam rimba persilatan sebagai pertarungan maut Bukit menjangan.
Namun, beberapa tahun belakangan ini nama dan sepak terjang Santalaya sudah tidak terdengar lagi.
Banyak yang beranggapan jika Eyang Santalaya sudah meninggal karena tua. Ada juga yang mengatakan bahwa dia telah kalah dalam sebuah pertarungan. Tapi tak sedikit yang mengatakan jika Eyang Santalaya ini telah mengundurkan diri dari hiruk pikuk dunia persilatan dan mengasingkan diri entah kemana.
Berita tentang raib nya Eyang Santalaya sangat membuat legah di hati para begundal-begundal rampok dan penyamun sehingga mereka mulai berani lagi menampakkan batang hidung nya dan mulai membuat keonaran dimana-mana.
******
Setelah puas mengitari hutan di sekitar lembah bangkai ini namun tidak menemukan seorang pun, akhirnya Eyang Santalaya pun kembali ketempat pengasingan nya di dasar jurang paling dalam lembah bangkai ini.
Orang tua kurus kering dan sangat renta itu terus bergerak ringan bagai seekor burung alap-alap yang melompat ke sana ke sini. Sesekali dia bertumpu menginjakkan kaki nya ke sehelai daun rumput lalu mengempos tubuhnya melayang ke arah batu cadas di dinding tebing dan meluru turun kebawah dengan kecepatan yang sulit untuk di lakukan oleh orang biasa.
"Hehehe... Anak bagus... Anak bagus.. Tuhan telah menganugrahkan kepada ku seorang bayi laki-laki. Hehehe..."
"Hmmm..., tubuh yang bagus. susunan tulang yang sangat bagus. Fisik yang kuat dan memiliki ketenangan bahkan anak ini tidak menangis saat terlempar sampai ke dasar jurang ini."
"Nasib ku benar-benar sangat baik. Bayi ini adalah calon murid yang akan menggemparkan dunia persilatan. pambasmi ke-angkaramurkaan dan membela kaum yang lemah."
Eyang Santalaya segera mendekati anak itu dan ingin menggendong nya.
Setelah anak itu berada dalam pelukannya, tiba-tiba dia merasa sesuatu yang mengganjal.
Dengan rasa penasaran, Eyang Santalaya segera memeriksa sesuatu yang terasa mengganjal itu.
Ketika Eyang Santalaya memeriksa, kini tampak di balik kain pembedung anak itu terselip sesuatu yang keras terbungkus kain sutra kuning.
"Apa ini?" Kata Eyang Santalaya sambil mengeluarkan benda itu dari dalam kain sutra berwarna kuning emas itu.
"Hah? Sebilah keris. Hmmm... Aroma keris ini sangat harum. Tampak kalau keris ini sangat bertuah." Gumam Eyang Santalaya.
Dia segera memperhatikan keris itu dengan seksama dan mulai tertarik untuk melihat seperti apa bentuk asli dari senjata bertuah itu.
Namun sekuat apa pun Eyang Santalaya mengerahkan tenaga luar dan dalam nya, tetap saja keris itu tidak bisa di hunus dari warangka nya.
Eyang Santalaya sudah mandi keringat saat ini. Namun keris itu tetap tidak bisa di cabut dari sarung nya.
"Keris setan apa ini?" Kata Eyang Santaya dengan kecewa lalu membungkus kembali keris itu dan akan menyimpan nya kedalam ruang rahasia di dalam goa itu.
Namun belum lagi Eyang santalaya melangkah jauh, Bayi itu pun menangis dengan kerasnya.
Eyang Santaya kaget dan kembali mendatangi bayi itu. seketika bayi itu diam dan tidak menangis lagi.
"Hmmm..., Anak nakal." Kata Eyang Santalaya kembali melangkah untuk menyimpan keris itu.
Sekali lagi anak bayi itu menangis dengan keras.
Berulang kali kejadian itu membuat Eyang Santalaya berfikir keras.
"Anak ini. Apakah karena keris ini?" Kata Eyang Santalaya bertanya-tanya.
Dia lalu melangkah mendekati bayi itu lalu meletakkan keris itu tepat di samping tubuh bayi itu dan segera melangkah menjauh. Tapi yang mengherankan adalah, bayi itu tidak lagi menangis.
"Hmmmm..., aku tahu sekarang. Pasti anak nakal ini tidak bisa dipisahkan dengan keris ini." Kata Eyang Santalaya menebak.
Eyang Santalaya sangat gembira di dalam hatinya karena mendapat teman di dasar lembah bangkai ini. Ini karena selama beberapa tahun pengasingan nya, dia sama sekali tidak memiliki siapa pun sebagai sahabat atau pun teman.
Dia yang sangat gembira mendapat anugrah ini segera menggendong calon murid nya ini sambil tertawa bahagia. Tapi tak lama setelah itu dia langsung menghentikan tawanya ketika dia merasakan ada cairan hangat mengalir dan membasahi badannya.
"Kurang asam. Dasar anak nakal. Kau mengencingi ku." Kata Eyang Santalaya sambil mengomel panjang pendek.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Fikri Ghozali
pakein Pampers Mbah😃😃
2023-09-05
1
lukman
👍👍💪💪💪
2023-01-20
0
LENY
Pasti eyang Santalaya mirip guru Joe pak Malik dan Tengku Mahmud kocak
2022-12-11
0