Bab 03
Matahari telah meninggi di garis edar nya, embun-embun mulai mengering di ujung dedaunan yang menghijau.
Pagi yang seharusnya indah dan damai itu harus dinodai dengan pertumpahan darah.
Pagi yang seharusnya tenang itu di usik oleh pekik jeritan dan suara denting senjata beradu.
Para penduduk kota raja saat ini tidak ada yang berani keluar seperti hari-hari biasanya.
Kedai-kedai makan dan taman-taman tempat anak-anak kecil bermain kini sunyi sepi.
Begitu juga dengan sungai tempat anak dara mencuci, dan ladang sawah dimana para petani bercocok tanam juga tidak di garap.
Benar-benar satu pemandangan yang aneh bagi mereka yang tidak tau apa yang terjadi saat ini di depan istana kerajaan Sri kemuning.
Tampak saat ini seluruh prajurit yang mencoba mempertahankan istana mulai kocar-kacir di serang dari segara penjuru.
Mereka saat ini hanya mampu bertahan tanpa memiliki kesempatan untuk balik membalas serangan yang datang bertubi-tubi.
Ketika mereka bener-benar terdesak, mendadak dari dalam istana keluar seorang lelaki berpakaian perang lengkap dengan sebatang tombak yang memiliki hujung seperti keris berluk tujuh. Dengan suara yang lantang, dia membentak kearah pasukan yang sedang bertempur itu.
"Hentikan!!!"
Mendengar suara teriakan disertai dengan pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi itu, membuat para prajurit dari kedua belah pihak menghentikan serangan. Semua mata saat ini memandang kearah datangnya suara tadi.
"Gusti prabu Wardana."
Kata para Prajurit itu yang segera memisahkan diri mengikut kelompok masing-masing. Tidak ada yang berani bertindak melakukan apa pun saat ini.
Raja Wardana berjalan penuh wibawah dan berdiri tepat di tengah-tengah antara kedua pasukan itu.
"Dinda Pradana. Sudahi peperangan ini. Apakah kau ingin menghancurkan kerajaan yang telah susah payah dibangun oleh nenek moyang kita ini?"
Mendengar teriakan dari Raja Wardana, seorang lelaki yang menunggangi seekor kuda yang sangat besar dan gagah segera melompat dari punggung kuda tunggangannya.
Sekilas orang ini sangat mirip satu sama lain dengan Raja Wardana. Dia adalah Pangeran Pradana adik dari Gusti Prabu Wardana.
"Hahaha. Kanda Prabu. Aku telah terlalu lama menunggu sampai hari ini tiba. Kau lihat di sekeliling mu. Meraka adalah prajurit-prajurit yang gagah perkasa yang selama ini berada di bawah perintah ku. Coba kau tanyakan kepada mereka sudah berapa banyak kerajaan yang telah kami binasakan?! Itu baru bisa di sebut sebagai Raja. Pewaris dari raja-raja sebelumnya yang sangat gagah perkasa. Bukan seperti kau yang hanya bisa memerintah dari kursi kebesaranmu saja."
"Kanda Wardana, Kau tidak layak untuk memegang tampuk kekuasaan di Sri kemuning ini. Serahkan saja padaku! Kau terlalu lemah untuk menjadi raja." Kata pangeran Pradana dengan senyum menghina.
"Dinda Pradana. Beginikah cara mu membalas kepercayaan ku padamu? Kau ku berikan kekuasaan di wilayah paku bumi dan menjadi raja kecil disana. Mengapa kau tidak puas dan ingin memberontak? Ingat Pradana! Aku adalah raja yang sah dan di akui oleh seluruh rakyat."
"Puiiih..."
" Apa itu raja kecil? Aku inginkan tahta dan aku memang lebih layak dibandingkan dirimu.
Serahkan tahta secara baik-baik atau aku tidak akan sungkan lagi untuk merebutnya secara paksa." Ancam Pangeran Pradana dengan pongah.
"Bukan kah kau telah melakukannya Pradana? Kau telah merebut kekuasaan secara paksa. Lalu untuk apa kau berkata seolah-olah kedatangan mu kemari dengan cara baik-baik.
Kau boleh menduduki tahta ini setelah aku mati."
"Kurang ajaaaar..."
"Hiiaaaat..."
Pangeran Pradana tidak dapat lagi mengendalikan kesabarannya. Dia segera menerjang kearah Raja Wardana. Dan seketika itu juga perkelahian dua kakak beradik itu pun pecah.
Pertarungan tingkat tinggi itu berlangsung cukup alot dan belum ada tanda-tanda siapa yang akan terdesak.
Para prajurit saat ini hanya dapat menyaksikan kelebat bayang-bayang mereka berdua saja.
Beberapa lama berselang, Pangeran Pradana keluar dari pertempuran. Dia mengumpat panjang pendek ketika dalam waktu begitu lama tidak juga bisa menumbangkan Raja Wardana.
"Setaaaan... Ilmu apa yang kau pakai heh?"
"Mengapa Pradana? Apakah kau begitu sombong dan memandang lawan mu sebelah mata?"
"Huh.. Kau jangan bangga dulu Wardana. Aku belum mengeluarkan seluruh ilmu simpanan ku. Sekarang kau rasakan dulu keris kelabang hitam ini." Kata Pangeran Pradana sambil mencabut keris dari pinggang nya.
Kini di tangan Pangeran Pradana tergenggam sebilah keris berwarna hitam legam. Dari badan keris ini mengeluarkan uap asap berbau sangat busuk menusuk hidung.
Raja Wardana merasa adanya aura jahat yang terpancar dari keris itu. Lalu dia buru-buru meraba ke pinggangnya dan mencabut keris berwarna kuning. Sontak saja dari keris itu memancarkan sinar kuning ke emasan yang menebarkan bau harum namun mematikan.
"Hahaha... Keris kyai kuning. hahahaha.... Keris itu sudah ketinggalan jaman. Kau masih saja menggunakan nya sebagai senjata pamungkas mu. Ini rasakan keris kelabang hitam milikku ini."
" Hiaaaaaaaat...."
Wuzz...
Wuzz...
Suara angin menderu-deru bercampur bau busuk setiap kali keris itu di babatkan atau di tusukkan.
Raja Wardana juga tidak mau hanya menerima nasib saja. Dia juga membabatkan keris kyai kuning.
Beberapa ledakan pun terdengar beserta percikan bunga api setiap kali kedua senjata sakti itu beradu.
Perlahan namun pasti, aroma busuk yang keluar dari keris kelabang hitam itu mulai mempengaruhi nafas dan aliran darah Raja Wardana.
Dia kini merasa bahwa aliran darahnya seperti berbalik. Kepala terasa pusing dan tenaga dalamnya mulai berbalik menyerang titik-titik rawan dalam pembuluh darahnya.
Jurus-jurus Silat yang dikeluarkan oleh Raja Wardana kini benar-benar tidak beraturan. Pertahanan nya benar-benar kacau saat ini.
"Hahahahaha.... Bagaimana Wardana? Apakah kau mau mengaku kalah dan menyerahkan tahta kepada ku secara suka rela?" Tanya Pangeran Pradana sambil bertolak pinggang dengan angkuh.
"Jangan mimpi kau Pradana. Langkahi dulu mayatku jika kau menginginkan tahta itu."
"Setaaaan! Ternyata kau benar-benar keras kepala. Jangan salahkan aku jika kau harus terbunuh di ujung keris ku ini.
Bersiap lah Wardana!"
"Hiaaaat..."
Pangeran Pradana melompat dan menerjang kearah Raja Wardana.
"Uts... Hiiaaaat...."
Raja Wardana dengan sisa-sisa tenaga dan kesadaran akibat pengaruh keris itu segera berkelit kesamping dan mengirim satu tusukan balasan dari keris yang berada di genggaman tangannya.
Pangeran Pradana hanya mengegoskan sedikit tubuhnya ke samping dan segera merunduk sambil mengirimkan sapuan kaki kanan.
Raja Wardana yang mulai merasa sesak di dadanya akibat terlalu banyak menghirup uap yang keluar dari keris itu tidak menyangka akan mendapat serangan balasan seperti itu membuat dia tidak sempat mengangkat kaki nya. Dan benar saja. Ketika sapuan kaki Pangeran Pradana menghantam kaki kanannya, kontan saja membuat Raja Wardana terjungkal kebelakang.
Begitu dia terjatuh tanpa bisa menguasai keseimbangan, kini dia merasakan ujung Keris yang berada di tangan Pangeran Pradana telah tertancap tepat di dada sebelah kiri nya.
Darah berwarna kehitaman kini tampak mengalir dari bekas luka tikaman keris itu. Ini menandakan bahwa keris yang dimiliki oleh lawan mengandung racun yang sangat jahat.
Raja Wardana kini merasakan pandangannya mendadak gelap. dan dia tidak dapat lagi menggerakkan bagian tubuhnya sebelah kiri.
Kini tubuhnya seperti mati rasa dan hawa panas menyengat mulai menjalari di seluruh aliran darahnya.
"Sebelum kau mati, Katakan dimana Keris tumbal kemuning kau simpan?" Kata pangeran Pradana dengan nada membentak.
"Kau.. Kau.. hahaha. Kau tidak akan dapat menemukan Keris itu.
Kau... Selamanya akan menjadi raja yang tidak sah. Rakyat tidak akan mengakui seorang raja tanpa memegang pusaka lambang kerajaan di tangannya."
"Jahannaaam.... Katakan padaku capaaat!!!...
Dimana kau sembunyikan keris tumbal kemuning itu setaaaan!!!..."
"Pradana adikku tersayang. Adik yang balelo. Adik yang merebut kekuasaan dengan cara menumpahkan darah saudaranya sendiri. Ketahui lah! Hutang ini akan kau bayar kelak di kemudian hari. Kau tidak akan pernah merasa tenang dalam hidupmu. Putra ku pasti akan datang menuntut balas. Hutang air dibalas air.
Hutang darah dibalas darah.
Hutang nyawa dibayar nyawa."
"Setaaaan. Aku tidak butuh khotbah mu. Aku hanya ingin tau dimana kau sembunyikan Keris pusaka tumbal kemuning itu haaaaa?" Bentak pangeran Pradana yang mulai hilang kesabarannya.
Namun, belum lagi gema teriakannya lenyap, Raja Wardana telah mencengkram tangan pangeran Pradana dengan erat dan menghentakkan kebawah dengan keras membuat seluruh bilah keris berluk tujuh itu amblas masuk menusuk dadanya hingga tembus kebelakang.
Pangeran Pradana sungguh terkejut dengan kejadian yang tak terduga itu. Dia membelalakkan matanya tak percaya dengan apa yang terlihat dihadapannya.
Dengan tangan bergetar, Pangeran Pradana melepaskan gagang keris yang tadi berada di dalam genggamannya.
"Kandaaa!!!."
Pengeran Pradana berteriak histeris sambil memangku kepala Raja Wardana. Namun tidak ada jawaban lagi yang keluar dari mulut sang baginda.
Begitu Raja Wardana menghembuskan nafasnya yang terakhir, mendadak di langit berpijar pancaran kilat tiga kali saling susul menyusul. Dan tanpa diduga, di hari yang terik itu kini telah turun hujan rintik-rintik di susul dengan angin yang sangat kencang berhembus membuat kabut debu berterbangan menutupi pemandangan.
Hari ini darah seorang Raja telah tertumpah membasahi tanah.
Darah seorang ksatria yang berjuang sampai titis darah terakhir demi mempertahankan harga diri, kehormatan dan hak nya sebagai Raja yang Sah!
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
On fire
Prabuuu
2025-02-17
0
On fire
🩷🩶🤎
2025-02-17
0
ᴊʀ ⍣⃝☠️
kenapa prabu wardana menyebut adiknya yg memberontak dengan menyebut Dinda pradana?
apakah yang memberontak ini seorang wanita? 🙄
2024-10-11
0