Sistem Arselan: Pengendali AI
"Gagal lagi," seorang pria berjas putih mencoret list di catatan digitalnya. Ia memerintahkan agar relawan yang mengikuti uji coba segera diobati. "Tempatkan mereka di aula terapi. Jangan sampai kondisi para calon driver memburuk. Lakukan protokol penanganan sebaik mungkin."
Keadaan di laboratorium itu menjadi ricuh. Tim medis yang telah dipersiapkan segera menjalankan tugas. Mereka keluar-masuk ruang uji coba untuk menyelamatkan para driver yang suka rela mengikuti pengembangan proyek ini. Para profesor yang ada di ruang kendali menghela napas, mengerutkan kening, berdecak, dan lain sebagainya.
Padahal, proyek ini sudah mereka kembangkan sejak lama, tapi malah hanya berujung pada kegagalan semata. Ini adalah harapan besar bagi mereka untuk memutakhirkan teknologi sistem di Kekaisaran Altair Raya, satu-satunya kekaisaran yang menguasai langit dunia. Setelah kegagalan total ini, seluruh proyek akan ditutup dan aliran dana untuknya akan dihentikan oleh pemerintah. Jadi, tak ada lagi harapan baginya untuk berkembang.
Untung segala protokol keamanan sudah disiapkan dengan baik sehingga setiap kecelakaan yang mungkin saja terjadi dapat diatasi. Jadi, para driver masih dapat diselamatkan. Akan tetapi, tetap saja proyek itu menjadi suatu yang berbahaya dan harus disegel.
"Simpan benda itu," kepala riset yang mengatasi proyek ini menyuruh asistennya untuk memasukkan benda berbentuk pin pentagon di sebuah kotak besi keperakan. "Aku akan kembali ke akademi dan mengevaluasinya di sana."
"Baik, Profesor," si asisten itu menjalankan titah mentornya. Setelah proyek ditutup total, proyek yang baru akan segera datang mengisi Laboratorium Pusat Kekaisaran yang amat dibanggakan oleh Kekaisaran Altair Raya. Para peneliti dari proyek sebelumnya akan kembali ke tempat masing-masing dan mencoba hal baru. Ada juga yang mungkin menetap untuk membantu proyek selanjut.
"Hah ... walau berujung pada kegagalan, aku masih harus bersyukur karena akhirnya dapat kembali," kepala riset menyaksikan komplek Akademi Altair yang terang benderang. Pesawatnya sudah dekat dengan sebuah pulau yang mengambang di langit. Rasanya nostalgia saat melihat satelit raksasa yang terus mengorbit bumi sejak ratusan tahun lalu itu.
Kepala riset membaca kembali data-data terkait penelitiannya. Ia yakin telah memberi proporsi yang tepat pada setiap bagiannya. Akan tetapi, benda itu masih saja berat bagi otak manusia. Dibukanya kembali kotak perak tempat penyimpanan benda berbahaya itu. Setelah puas melihat lencana pentagon berwarna platinum dengan ukiran kepala singa di sana, pria itu menutup kembali kotak peraknya.
"Hais ... sekarang Kamu bukan lagi prioritas utamaku," gumam kepala riset. Saat turun dari pesawat pribadinya, ia membawa kotak itu di tangannya. Banyak sekali orang yang datang menyambutnya. Kepala riset memang bukan profesor terbaik, tetapi ia adalah guru yang hebat dan baik hati.
Kepala Akademi, para guru, dan murid senior mengelilingi pria berjas putih itu. Walau berita kegagalannya sudah sampai ke akademi, tidak serta-merta pria itu menjadi seorang yang dikucilkan. Ia adalah sosok guru yang paling dinanti. Banyak murid yang ingin belajar dan mendengar cerita darinya. Saking serunya, ia tanpa sadar meletakkan kotak peraknya di suatu tempat di komplek penelitian. Kotak itu pun menghilang entah ke mana.
***
"Senior, ini semua salahmu," keluh Ats yang tengah mati-matian mengatur napasnya. Ia berlutut di balik semak belukar agar tidak terpantau drone dan tim patroli. Mereka akan terkena masalah besar jika sampai tertangkap gawai-gawai otomatis itu.
Orang yang dipanggilnya senior menaruh telunjuk di bibir, menyuruhnya untuk diam. Orang itu adalah Fang, wakil ketua OSIS yang baru-baru ini akrab dengannya. Karena ini hari libur, Fang mengajaknya berkeliling ke Distrik Altalimain, sebuah distrik pariwisata yang berada satu konstelasi dengan Pulau Altair.
Di konstelasi pulau terbang itu, Pulau Altair adalah yang paling besar. Di sanalah pusat pemerintahan Kekaisaran Altair Raya berdiri. Di sana juga tempat akademi paling bergensi sekekaisaran didirikan, Akademi Altair yang dibangun oleh para leluhur Klan Zarah.
Pulau Altair mengorbit bumi diikuti pulau-pulau terbang lainnya. Salah satunya adalah Distrik Althalimain. Di sana, Ats dan Fang terlalu senang melihat-lihat sampai lupa waktu. Yah, wajar saja. Distrik Altalimain adalah tempat wisata terbaik bagi Klan Zarah.
"Lagian, ngapain kita harus ngendap-endap kayak gini? Bukannya kita sudah ketahuan dari tadi waktu diabsen sore?" protes Ats. Ia sejak tadi hanya mengekor pada seniornya.
"Benar juga," ujar Fang dengan nada tak peduli dan seolah baru sadar, tapi tidak merasa bersalah sama sekali. Karena sudah telanjur, ia terus mengendap-endap di semak belukar bersama Ats. "Tahanlah sedikit lagi. Aku lihat cahaya tuh di sana."
"Aku 'dah lihat banyak cahaya pengintai dari tadi," rutuk Ats dalam hati. Mereka benar-benar keluar di tepi jalan yang terang. Ats mengamati sekitar dan melihat bangunan berkubah raksasa yang di atasnya terdapat teropong besar.
"Bukankah itu gedung Observatorium? Berarti kita ada di Komplek Penelitian Bintang dong?" seru Ats dengan lirih, "Senior Fang, kamu yakin kita ke asrama?"
"Hehe ... Kayaknya kita kesasar," jawab Fang enteng. Ats menepuk dahi, merasa bersalah karena baru mengerti bahwa seniornya itu buta arah, padahal dia sudah lama tinggal di akademi.
"Kita terima saja hukumannya nanti, ayo langsung pulang ke asrama sekarang," usul Ats pasrah sambil mengeluh, "Capek nih."
"Kamu saja sendiri. Aku nggak mau," Fang menolak mentah-mentah usulan itu. Ia langsung berjalan menuju komplek penelitian bintang.
"Senior mau ke mana lagi?" Ats bertanya panik. Karena lingkungan Akademi Altair ini masih baru baginya, lagi-lagi ia terpaksa mengikuti wakil ketua OSIS yang sembarangan itu.
"Sst ...! Aku tahu jalan tikus di sekitar sini," Fang terus menyelonong masuk. Ia berjalan dengan santai di Komplek Penelitian Bintang yang terang. Walau sunyi, tempat itu pasti masih ada orangnya.
"Kok orang kayak dia bisa terpilih jadi wakil ketua OSIS, sih?" batin Ats keheranan. Ia mengerutkan kening dan melangkah dengan pasrah di belakang seniornya.
Mereka terus berjalan sampai di samping sebuah gedung yang baru saja dimatikan lampunya. Fang mengepalkan tangannya senang. Ini akan menjadi lebih mudah karena kegelapan adalah kawannya. Berbeda dengan Ats yang melihat pertanda buruk dari sikap enteng seniornya itu.
"Di sana! Aku yakin tempat itu di sana," bisik Fang semangat. Samar-samar Ats melihat tangan Fang menunjuk kegelapan. Firasatnya pun menjadi semakin buruk.
"Aduh!?" Ats terjatuh. Kakinya tersandung sesuatu yang keras. Ia menggertakkan gigi sekaligus menahan sakit di kakinya itu. Tangannya meraba-raba, penasaran dengan benda dingin yang menyandungnya.
"Kotak logam?" gumam Ats pelan saat tangannya mendapati benda keras itu. Belum sampai ia menelitinya lebih jauh, Fang sudah lebih dulu memanggilnya dengan setengah berbisik.
"Ats, kamu nggak apa-apa?" tanya Fang saat melihat Ats berjalan terseok-seok. Ats menggeleng jujur. Ia yakin darahnya sedang mengalir di kakinya sekarang.
"Senior, inikah jalan tikus yang kamu maksud itu?" Ats menatap Fang tidak percaya setelah melihat lembah terjal di depannya. Untung mereka tidak terpelosok ke sana. Siapa yang akan menemukan mereka jika mati di sana?
"Baiklah-baiklah, kita kembali ke asrama lewat jalan biasa saja," akhirnya Fang menyerah setelah melihat junior barunya amat kesusahan.
"Kita istirahat dulu," usul Ats yang kali diterima oleh Fang. Ia pun bersandar pada sebuah pohon besar di belakangnya. Cahaya temaram dari komplek penelitian masih sampai ke tempat mereka. Karena penasaran, Ats pun membolak-balik kotak yang ditemukannya. Ia tanpa sengaja membuka kotak itu dan mendapati ada sebuah pin berukiran singa di latarnya.
Ats pun mengambil lencana berbentuk pentagon itu. Saat tangannya menyentuh bagian bawah lencana, benda itu otomatis memindai sidik jarinya. Kemudian, Ats mengarahkan benda itu ke cahaya yang tidak terhalang bayang-bayang pohon. Matanya memerhatikan lebih teliti benda unik itu dengan seksama. Ukiran singanya terlihat sangat keren.
"Argh ...!"
Sebuah cahaya tiba-tiba menusuk kedua mata Ats. Jelas saja Ats langsung menutup matanya karena terkejut dan melepaskan benda itu. Alih-alih terjatuh ke tanah, lencana itu malah melebur di udara dan berubah sedemikian rupa, lalu menjerat tangan Ats. Ia menjadi sebuah gelang yang melingkar di lengan anak itu.
"Hai, apa itu!?" Fang tak kalah kagetnya. Ia melihat Ats yang merintih kesakitan dan memejamkan mata. Firasatnya berubah buruk saat melihat sebuah benda asing yang melilit tangan juniornya.
Ats terus merintih kesakitan. Tangannya mengepal seolah berusaha menekan rasa sakit itu. Fang bingung bukan main. Ia tidak ingin bertindak gegabah dengan sembarangan menyentuh benda mencurigakan yang melilit juniornya.
"Tunggu di sini, aku akan mencari bantuan," Fang berlari ke Komplek Penelitian Bintang. Ia berdecak kesal, menyadari bahwa ini semua juga salahnya.
Di bawah pohon besar itu, Ats terus merintih dan menahan sakit. Tangannya tiba-tiba merasakan dingin yang aneh karena lilitan benda itu. Samar-samar, ia mendengar sebuah suara. Sambil tetap mengatur napasnya dan menahan sakit, ia berusaha mendengar suara lirih itu dengan lebih jelas.
"Sinkronisasi driver ... sukses!"
"Apa-apaan ini?" batin Ats yang kini menggigit bibir bawahnya. Tangan kirinya menggenggam erat tangan kanannya yang kebas. Ia terus merintih perlahan.
"Menyambungkan perangkat pada server ...."
"Argh ...," Ats tidak lagi dapat menerima rasa sakitnya. Ia pun berteriak keras.
Bersamaan dengan itu, sebuah notifikasi muncul di gawai seorang pria berkacamata. Matanya terbelalak begitu melihat pesan yang masuk itu. Kekhawatiran segera meliputi dirinya. Ia menengok ke kanan-kiri. Kotak peraknya tidak ada. Pria itu pun baru ingat bahwa kotak itu ditinggalkannya di suatu tempat. "Tidak! Ini gawat."
"Tersambung. Mendaftarkan driver ...."
Pria itu berlari. Ia bisa melacak tempat kotak peraknya berada. Untung tidak jauh dari kediamannnya. Ia harus segera menemui driver malang itu sebelum otaknya hancur.
"Profesor Han!" panggil seorang pemuda yang berlari dengan panik. Melihat keadaan pemuda itu, Profesor Han dapat menebak apa yang terjadi dengannya.
"Tolong temanku. Sesuatu terjadi padanya. Benda aneh itu," Fang berseru panik, "Aku tidak tahu apa itu. Benda itu melilit tangannya."
"Tenanglah, Nak!" Profesor Han menepuk pundak Fang dengan kedua tangannya, "Aku mengerti kondisinya. Cepat antarkan aku ke temanmu."
"Gawat! Jadi, benda itu benar-benar diaktifkan oleh seorang murid!?" Profesor Han merutuki tebakannya. Mereka sampai di tempat Ats saat teriakannya sudah berhenti.
Tidak seperti yang Profesor Han kira, pemuda itu terlihat tenang bersandar pada pohon. Para driver yang gagal sebelumnya langsung mimisan ketika melangsungkan proses pengaktifan, tetapi anak ini berbeda.
Napas Ats mulai kembali teratur. Keringat membasahi wajahnya yang pucat. Selain sebuah luka di kaki, tak ada lecet sedikit pun di tempat lainnya. Profesor Han yakin luka itu jelas bukan efek dari penggunaan lencananya, sebuah lencana berisikan sistem yang gagal dikembangkannya.
"Hai, Ats! Kamu bisa mendengarku?" panggil Fang. Pemuda yang dipanggilnya mengangguk. Fang pun menghela napasnya lega.
"Kita harus memeriksanya dulu," Profesor Han memberi arahan, "Nak, apa Kamu bisa berjalan?"
"Kakiku terluka, tapi aku masih bisa berjalan," jawab Ats.
Profesor Han menyuruh Fang untuk membantunya. Mereka pun berjalan bersama ke kediaman Profesor Han yang terletak di Komplek Penelitian Bintang. Fang berseru senang dalam hatinya. Ia telah menemukan orang dan alasan yang tepat untuk menghindari hukuman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Lanz D Kenzy
temen laknat. temennya selamat dari maut, masih aja mikirin hukuman.
2022-08-15
0
fabdul
mampir kak
2022-06-07
1
chonurv
Awalan yang bagus untuk sci-fi.
2022-05-28
1