"Gagal lagi," seorang pria berjas putih mencoret list di catatan digitalnya. Ia memerintahkan agar relawan yang mengikuti uji coba segera diobati. "Tempatkan mereka di aula terapi. Jangan sampai kondisi para calon driver memburuk. Lakukan protokol penanganan sebaik mungkin."
Keadaan di laboratorium itu menjadi ricuh. Tim medis yang telah dipersiapkan segera menjalankan tugas. Mereka keluar-masuk ruang uji coba untuk menyelamatkan para driver yang suka rela mengikuti pengembangan proyek ini. Para profesor yang ada di ruang kendali menghela napas, mengerutkan kening, berdecak, dan lain sebagainya.
Padahal, proyek ini sudah mereka kembangkan sejak lama, tapi malah hanya berujung pada kegagalan semata. Ini adalah harapan besar bagi mereka untuk memutakhirkan teknologi sistem di Kekaisaran Altair Raya, satu-satunya kekaisaran yang menguasai langit dunia. Setelah kegagalan total ini, seluruh proyek akan ditutup dan aliran dana untuknya akan dihentikan oleh pemerintah. Jadi, tak ada lagi harapan baginya untuk berkembang.
Untung segala protokol keamanan sudah disiapkan dengan baik sehingga setiap kecelakaan yang mungkin saja terjadi dapat diatasi. Jadi, para driver masih dapat diselamatkan. Akan tetapi, tetap saja proyek itu menjadi suatu yang berbahaya dan harus disegel.
"Simpan benda itu," kepala riset yang mengatasi proyek ini menyuruh asistennya untuk memasukkan benda berbentuk pin pentagon di sebuah kotak besi keperakan. "Aku akan kembali ke akademi dan mengevaluasinya di sana."
"Baik, Profesor," si asisten itu menjalankan titah mentornya. Setelah proyek ditutup total, proyek yang baru akan segera datang mengisi Laboratorium Pusat Kekaisaran yang amat dibanggakan oleh Kekaisaran Altair Raya. Para peneliti dari proyek sebelumnya akan kembali ke tempat masing-masing dan mencoba hal baru. Ada juga yang mungkin menetap untuk membantu proyek selanjut.
"Hah ... walau berujung pada kegagalan, aku masih harus bersyukur karena akhirnya dapat kembali," kepala riset menyaksikan komplek Akademi Altair yang terang benderang. Pesawatnya sudah dekat dengan sebuah pulau yang mengambang di langit. Rasanya nostalgia saat melihat satelit raksasa yang terus mengorbit bumi sejak ratusan tahun lalu itu.
Kepala riset membaca kembali data-data terkait penelitiannya. Ia yakin telah memberi proporsi yang tepat pada setiap bagiannya. Akan tetapi, benda itu masih saja berat bagi otak manusia. Dibukanya kembali kotak perak tempat penyimpanan benda berbahaya itu. Setelah puas melihat lencana pentagon berwarna platinum dengan ukiran kepala singa di sana, pria itu menutup kembali kotak peraknya.
"Hais ... sekarang Kamu bukan lagi prioritas utamaku," gumam kepala riset. Saat turun dari pesawat pribadinya, ia membawa kotak itu di tangannya. Banyak sekali orang yang datang menyambutnya. Kepala riset memang bukan profesor terbaik, tetapi ia adalah guru yang hebat dan baik hati.
Kepala Akademi, para guru, dan murid senior mengelilingi pria berjas putih itu. Walau berita kegagalannya sudah sampai ke akademi, tidak serta-merta pria itu menjadi seorang yang dikucilkan. Ia adalah sosok guru yang paling dinanti. Banyak murid yang ingin belajar dan mendengar cerita darinya. Saking serunya, ia tanpa sadar meletakkan kotak peraknya di suatu tempat di komplek penelitian. Kotak itu pun menghilang entah ke mana.
***
"Senior, ini semua salahmu," keluh Ats yang tengah mati-matian mengatur napasnya. Ia berlutut di balik semak belukar agar tidak terpantau drone dan tim patroli. Mereka akan terkena masalah besar jika sampai tertangkap gawai-gawai otomatis itu.
Orang yang dipanggilnya senior menaruh telunjuk di bibir, menyuruhnya untuk diam. Orang itu adalah Fang, wakil ketua OSIS yang baru-baru ini akrab dengannya. Karena ini hari libur, Fang mengajaknya berkeliling ke Distrik Altalimain, sebuah distrik pariwisata yang berada satu konstelasi dengan Pulau Altair.
Di konstelasi pulau terbang itu, Pulau Altair adalah yang paling besar. Di sanalah pusat pemerintahan Kekaisaran Altair Raya berdiri. Di sana juga tempat akademi paling bergensi sekekaisaran didirikan, Akademi Altair yang dibangun oleh para leluhur Klan Zarah.
Pulau Altair mengorbit bumi diikuti pulau-pulau terbang lainnya. Salah satunya adalah Distrik Althalimain. Di sana, Ats dan Fang terlalu senang melihat-lihat sampai lupa waktu. Yah, wajar saja. Distrik Altalimain adalah tempat wisata terbaik bagi Klan Zarah.
"Lagian, ngapain kita harus ngendap-endap kayak gini? Bukannya kita sudah ketahuan dari tadi waktu diabsen sore?" protes Ats. Ia sejak tadi hanya mengekor pada seniornya.
"Benar juga," ujar Fang dengan nada tak peduli dan seolah baru sadar, tapi tidak merasa bersalah sama sekali. Karena sudah telanjur, ia terus mengendap-endap di semak belukar bersama Ats. "Tahanlah sedikit lagi. Aku lihat cahaya tuh di sana."
"Aku 'dah lihat banyak cahaya pengintai dari tadi," rutuk Ats dalam hati. Mereka benar-benar keluar di tepi jalan yang terang. Ats mengamati sekitar dan melihat bangunan berkubah raksasa yang di atasnya terdapat teropong besar.
"Bukankah itu gedung Observatorium? Berarti kita ada di Komplek Penelitian Bintang dong?" seru Ats dengan lirih, "Senior Fang, kamu yakin kita ke asrama?"
"Hehe ... Kayaknya kita kesasar," jawab Fang enteng. Ats menepuk dahi, merasa bersalah karena baru mengerti bahwa seniornya itu buta arah, padahal dia sudah lama tinggal di akademi.
"Kita terima saja hukumannya nanti, ayo langsung pulang ke asrama sekarang," usul Ats pasrah sambil mengeluh, "Capek nih."
"Kamu saja sendiri. Aku nggak mau," Fang menolak mentah-mentah usulan itu. Ia langsung berjalan menuju komplek penelitian bintang.
"Senior mau ke mana lagi?" Ats bertanya panik. Karena lingkungan Akademi Altair ini masih baru baginya, lagi-lagi ia terpaksa mengikuti wakil ketua OSIS yang sembarangan itu.
"Sst ...! Aku tahu jalan tikus di sekitar sini," Fang terus menyelonong masuk. Ia berjalan dengan santai di Komplek Penelitian Bintang yang terang. Walau sunyi, tempat itu pasti masih ada orangnya.
"Kok orang kayak dia bisa terpilih jadi wakil ketua OSIS, sih?" batin Ats keheranan. Ia mengerutkan kening dan melangkah dengan pasrah di belakang seniornya.
Mereka terus berjalan sampai di samping sebuah gedung yang baru saja dimatikan lampunya. Fang mengepalkan tangannya senang. Ini akan menjadi lebih mudah karena kegelapan adalah kawannya. Berbeda dengan Ats yang melihat pertanda buruk dari sikap enteng seniornya itu.
"Di sana! Aku yakin tempat itu di sana," bisik Fang semangat. Samar-samar Ats melihat tangan Fang menunjuk kegelapan. Firasatnya pun menjadi semakin buruk.
"Aduh!?" Ats terjatuh. Kakinya tersandung sesuatu yang keras. Ia menggertakkan gigi sekaligus menahan sakit di kakinya itu. Tangannya meraba-raba, penasaran dengan benda dingin yang menyandungnya.
"Kotak logam?" gumam Ats pelan saat tangannya mendapati benda keras itu. Belum sampai ia menelitinya lebih jauh, Fang sudah lebih dulu memanggilnya dengan setengah berbisik.
"Ats, kamu nggak apa-apa?" tanya Fang saat melihat Ats berjalan terseok-seok. Ats menggeleng jujur. Ia yakin darahnya sedang mengalir di kakinya sekarang.
"Senior, inikah jalan tikus yang kamu maksud itu?" Ats menatap Fang tidak percaya setelah melihat lembah terjal di depannya. Untung mereka tidak terpelosok ke sana. Siapa yang akan menemukan mereka jika mati di sana?
"Baiklah-baiklah, kita kembali ke asrama lewat jalan biasa saja," akhirnya Fang menyerah setelah melihat junior barunya amat kesusahan.
"Kita istirahat dulu," usul Ats yang kali diterima oleh Fang. Ia pun bersandar pada sebuah pohon besar di belakangnya. Cahaya temaram dari komplek penelitian masih sampai ke tempat mereka. Karena penasaran, Ats pun membolak-balik kotak yang ditemukannya. Ia tanpa sengaja membuka kotak itu dan mendapati ada sebuah pin berukiran singa di latarnya.
Ats pun mengambil lencana berbentuk pentagon itu. Saat tangannya menyentuh bagian bawah lencana, benda itu otomatis memindai sidik jarinya. Kemudian, Ats mengarahkan benda itu ke cahaya yang tidak terhalang bayang-bayang pohon. Matanya memerhatikan lebih teliti benda unik itu dengan seksama. Ukiran singanya terlihat sangat keren.
"Argh ...!"
Sebuah cahaya tiba-tiba menusuk kedua mata Ats. Jelas saja Ats langsung menutup matanya karena terkejut dan melepaskan benda itu. Alih-alih terjatuh ke tanah, lencana itu malah melebur di udara dan berubah sedemikian rupa, lalu menjerat tangan Ats. Ia menjadi sebuah gelang yang melingkar di lengan anak itu.
"Hai, apa itu!?" Fang tak kalah kagetnya. Ia melihat Ats yang merintih kesakitan dan memejamkan mata. Firasatnya berubah buruk saat melihat sebuah benda asing yang melilit tangan juniornya.
Ats terus merintih kesakitan. Tangannya mengepal seolah berusaha menekan rasa sakit itu. Fang bingung bukan main. Ia tidak ingin bertindak gegabah dengan sembarangan menyentuh benda mencurigakan yang melilit juniornya.
"Tunggu di sini, aku akan mencari bantuan," Fang berlari ke Komplek Penelitian Bintang. Ia berdecak kesal, menyadari bahwa ini semua juga salahnya.
Di bawah pohon besar itu, Ats terus merintih dan menahan sakit. Tangannya tiba-tiba merasakan dingin yang aneh karena lilitan benda itu. Samar-samar, ia mendengar sebuah suara. Sambil tetap mengatur napasnya dan menahan sakit, ia berusaha mendengar suara lirih itu dengan lebih jelas.
"Sinkronisasi driver ... sukses!"
"Apa-apaan ini?" batin Ats yang kini menggigit bibir bawahnya. Tangan kirinya menggenggam erat tangan kanannya yang kebas. Ia terus merintih perlahan.
"Menyambungkan perangkat pada server ...."
"Argh ...," Ats tidak lagi dapat menerima rasa sakitnya. Ia pun berteriak keras.
Bersamaan dengan itu, sebuah notifikasi muncul di gawai seorang pria berkacamata. Matanya terbelalak begitu melihat pesan yang masuk itu. Kekhawatiran segera meliputi dirinya. Ia menengok ke kanan-kiri. Kotak peraknya tidak ada. Pria itu pun baru ingat bahwa kotak itu ditinggalkannya di suatu tempat. "Tidak! Ini gawat."
"Tersambung. Mendaftarkan driver ...."
Pria itu berlari. Ia bisa melacak tempat kotak peraknya berada. Untung tidak jauh dari kediamannnya. Ia harus segera menemui driver malang itu sebelum otaknya hancur.
"Profesor Han!" panggil seorang pemuda yang berlari dengan panik. Melihat keadaan pemuda itu, Profesor Han dapat menebak apa yang terjadi dengannya.
"Tolong temanku. Sesuatu terjadi padanya. Benda aneh itu," Fang berseru panik, "Aku tidak tahu apa itu. Benda itu melilit tangannya."
"Tenanglah, Nak!" Profesor Han menepuk pundak Fang dengan kedua tangannya, "Aku mengerti kondisinya. Cepat antarkan aku ke temanmu."
"Gawat! Jadi, benda itu benar-benar diaktifkan oleh seorang murid!?" Profesor Han merutuki tebakannya. Mereka sampai di tempat Ats saat teriakannya sudah berhenti.
Tidak seperti yang Profesor Han kira, pemuda itu terlihat tenang bersandar pada pohon. Para driver yang gagal sebelumnya langsung mimisan ketika melangsungkan proses pengaktifan, tetapi anak ini berbeda.
Napas Ats mulai kembali teratur. Keringat membasahi wajahnya yang pucat. Selain sebuah luka di kaki, tak ada lecet sedikit pun di tempat lainnya. Profesor Han yakin luka itu jelas bukan efek dari penggunaan lencananya, sebuah lencana berisikan sistem yang gagal dikembangkannya.
"Hai, Ats! Kamu bisa mendengarku?" panggil Fang. Pemuda yang dipanggilnya mengangguk. Fang pun menghela napasnya lega.
"Kita harus memeriksanya dulu," Profesor Han memberi arahan, "Nak, apa Kamu bisa berjalan?"
"Kakiku terluka, tapi aku masih bisa berjalan," jawab Ats.
Profesor Han menyuruh Fang untuk membantunya. Mereka pun berjalan bersama ke kediaman Profesor Han yang terletak di Komplek Penelitian Bintang. Fang berseru senang dalam hatinya. Ia telah menemukan orang dan alasan yang tepat untuk menghindari hukuman.
"Pendaftaran driver. Mohon isi data diri Anda."
Suara itu terus mengganggu Ats sebelum Profesor Han datang. Ia baru mengerti situasinya setelah dijelaskan oleh profesor terkemuka itu. Ia pun kembali ditanya, "Nak, apa Kamu mau bekerja sama denganku? Aku jamin ini akan berguna untukmu di masa depan. Yah, tergantung bagaimana Kamu menggunakannya sih."
Ats masih terlihat ragu dengan tawaran pria di hadapannya itu. Ia menimbang-nimbang baik-buruknya menerima tawaran itu. Tentu saja ia sudah diberi tahu mengenai risiko yang terjadi jika tidak dapat mengendalikan benda yang kini melilit tangannya itu.
"Sudahlah, terima saja," Fang memberi dukungan. Ia tertarik dengan penelitian yang dikembangkan oleh Profesor Han. Kalau saja ia bisa menggunakannya sendiri, tentu saja ia akan mengambilnya. Akan tetapi, ia tidaklah bodoh dan tahu diri. Kemampuan intelegensi terkristalnya kurang untuk bisa menerima sistem yang berat bagi otak. Ia tidak akan mau menerima risiko yang berbahaya itu. Untung saja Ats memiliki kualifikasi untuk menggunakannya.
"Aku tidak akan memaksa, itu adalah pilihanmu sendiri," Profesor Han tersenyum ramah. Ada harapan besar di sana. Fang pun juga begitu.
"Em ... mungkin aku akan mencobanya dulu," akhirnya Ats setuju dengan sedikit ragu-ragu. Ia juga penasaran dengan penelitian itu.
"Data diri driver diterima,
Nama: Atssuria Asir
Kode Nama: Ats
Usia: 16
Status: Murid (dasar)
Afiliasi: Akademi Altair
...."
Ada beberapa detail lainnya yang perlu dimuat. Ats mengisinya selengkap mungkin. Profesor Han membimbingnya setiap kali ada sesuatu yang membingungkan.
"Asir?" Profesor Han tertarik dengan marga yang melekat pada nama Ats, "Sudah lama aku tak mendengarnya. Kalian adalah keluarga yang hebat."
"Haha, itu hanya cerita di masa lalu," Ats menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia bisa mengerti maksud pujian Profesor Han. Di masa lalu, Keluarga Asir adalah keluarga yang paling berjasa dalam menyelamatkan Klan Zarah dari kehancuran. Keluarga Kekaisaran Altair ingin memberi mereka tanda jasa, tapi mereka semua menolak.
"Hm, apa kamu selalu diajari untuk merendah seperti itu?" tanya Profesor Han.
"Yah, mungkin," Ats tersenyum simpul, "Itu adalah budaya yang sudah mendarah daging di keluarga kami."
"Mohon masukkan nama pada sistem untuk menyelesaikan kontrak."
Sebuah jendela hologram menyala di mata Ats bersamaan dengan munculnya notifikasi di gawai Profesor Han. Pria paruh baya itu pun berseru senang. Ia langsung memperhatikan Ats yang tidak terdampak setelah sistem level pertamanya selesai diinstal.
"Kamu bisa melihatnya, kan, Ats?" Profesor Han memastikan. Ia pun bertanya setelah Ats mengangguk, "Apa kamu merasa pusing?"
"Tidak," Ats menatap gelang di tangannya, "Saya baik-baik saja."
"Hebat! Kita sukses melakukan instalasi level satu," senyum di wajah Profesor Han semakin melebar, "Beri dia nama dan selesaikan kontraknya, Nak. Kalau kamu merasa sakit, segera beri tahu aku."
Fang memperhatikan dengan seksama. Sejak tadi, ia duduk manis dengan tenang agar tidak menggangu proses yang disebut "instalasi" oleh Profesor Han. Sembari menunggu, ia berdebat aksara dengan sohib akrabnya di kolom obrolan dunia maya. Tentu saja, ia mengutarakan alasan agar tidak dihukum.
"Nama apa lagi? Sistem itu?" Ats mengerutkan keningnya dan melirik layar hologram di matanya. Ada sebuah kolom kosong di sana. "Buat apa aku harus memberinya nama?"
"Untuk mempermudah pemberian perintah pada sistem," jelas Profesor Han, "Sistem ini dibuat berdasarkan karakteristik gen Klan Zarah. Mereka dapat melebur bersama drivernya ketika digunakan. Karena itu, dibutuhkan pengikatan kontrak nama agar sistem tidak tertukar."
"Tertukar?" Fang tidak mengerti maksudnya.
"Yah, kalian pasti sudah mempelajarinya di kelas tingkat dasar, bukan?" Profesor Han mengelus janggut tipis di dagunya, "Klan Zarah dapat meleburkan tubuh ke dalam dimensi ruang yang sangat kecil sebagai partikel tak terhitung. Dibutuhkan kekuatan yang besar ikut meleburkan obyek lain yang menyertainya seperti pakaian. Karena itu, sistem ini diprogram untuk meminimalisasi penggunaan kekuatan Zarah yang berlebihan."
"Aku mengerti," Ats menimpali, "Jadi, pengikatan kontrak nama digunakan untuk memungkinkan driver menjalankan perintah di segala kondisi, termasuk saat kita menjadi butiran partikel."
"Tepat sekali," Profesor Han menepuk tangannya sekali, senang dengan kecepatan Ats menangkap informasi baru, "Jadi, nama apa yang akan kamu berikan pada sistemmu?"
"Aku suka emblem singa ini," Ats menatap lambang kepala singa yang terbentuk di gelangnya. Ia memejamkan mata untuk berpikir. Jendela hologram itu otomatis menghilang dari pandangannya saat memejamkan mata, "Aslan, Arslan, Arselan. Ya, Arselan. Itulah namamu."
Ats membuka matanya. Kolom nama pun terisi otomatis ketika Ats menyerukan nama yang dipikirkannya. Proses instalasi lanjutan segera berproses.
"Arselan. Nama telah diberikan. Kontrak dengan driver telah selesai. Senang bertemu dengan Anda, Tuan Ats."
Profesor Han tersenyum senang melihat notifikasi di gawainya. Sama seperti Fang, ia juga tidak melihat hologram di mata Ats. Hanya ada notifikasi khusus yang muncul di gawainya. Tampilannya jauh berbeda dengan hologram yang ada di mata Ats.
"Profesor, apa saja yang bisa kulakukan dengan ini?" tanya Ats ingin tahu. Belum sampai Profesor Han menjawab, Arselan sudah lebih dulu menjelaskan.
"Tuan, dengan bantuan saya, Anda akan dapat mengendalikan perangkat terpaut secara instan dengan pikiran. Saya juga memiliki berbagai fitur-fitur lainnya. Silakan pilih kolom untuk mempelajari fitur terkait."
"Mengendalikan perangkat?" Ats memikirkan maksudnya. Fang kembali menatapnya heran, sementara senyum di wajah Profesor Han kembali mengembang.
"Oh, pasti sistem itu sudah memulai fungsi asistensinya," jelas Profesor Han. Ats pun mengangguk paham. Fang masih bertanya-tanya dan mengabaikan omelan kawannya di kolom obrolan maya.
"Coba pautkan perangkat droid ini pada ... apa tadi namanya?" Profesor Han mengeluarkan sebuah benda seukuran genggaman tangannya. Bentuknya seperti kubah. Ada kaki capit dan belalai di bawahnya. Profesor Han pun menekan bagian atasnya.
Suara desingan terdengar pelan. Robot itu pun melayang di udara. Ats yang baru pertama kali melihatnya menatap kagum. Robot itu jadi terlihat seperti ubur-ubur yang bercahaya.
"Arselan," Ats baru menjawab setelah ditanya kembali oleh Profesor Han. Ia diminta untuk menautkan sistemnya dengan droid yang mirip ubur-ubur itu. Akan tetapi, ia sama sekali tidak tahu caranya.
"Anda cukup memfokuskan pandangan pada obyek terkait, Tuan," Arselan menjelaskan.
"Tautan diizinkan. Apa Anda ingin mengikat perangkat J.M-52?"
Sebuah hologram seketika muncul di atas robot ubur-ubur itu. Ats terkejut. Ia masih belum terbiasa dengan fitur yang selalu keluar tiba-tiba itu.
"J.M? Apa itu nama droid ini?" tanya Ats memastikan. Profesor Han mengangguk dan mengatakan, "Aku sudah memberikan akses pada Arselan untuk menautkannya. Sekarang, cobalah!"
"Tautan berhasil dibuat. Legalisasi terverifikasi," Arselan melaporkan, "Otorisasi pada J.M-52 diberikan."
Ats mengerutkan kening ketika mendapat notifikasi itu. Ia pun mencoba memberikan perintah sederhana pada J.M-52. Droid ubur-ubur itu seketika melayang maju perlahan. Profesor Han memperhatikan dengan antusias. Uji cobanya berjalan dengan lancar. Padahal, para driver di laboratorium pusat yang notabenenya adalah orang militer tidak dapat menyelesaikan kontrak sama sekali.
"Bagus, Kamu melakukannya dengan baik, Nak," puji Profesor Han.
J.M-52 terus melaju sampai ke tempat Fang yang tengah terkantuk-kantuk. Ats berniat menjahilinya. Senyum tipis mengembang di bibir murid baru itu.
"Auw!? Apa-apaan ini?" Fang menepis sesuatu yang mencubit hidungnya.
Ats sudah bersiaga. Ia segera menarik J.M-52 sebelum Fang menepuknya. Profesor Han pun terkekeh keras. Ia tidak menyangka robot reparasinya dapat melakukan hal seperti itu juga.
"Nak, jangan gunakan sistem itu dengan sembarangan," Profesor Han mengingatkan. Ats pun mengangguk. Ia berniat mengembalikan J.M-52 kepada pria paruh baya itu, tetapi Profesor Han menolaknya, "Itu sudah jadi milikmu. Gunakanlah ia untuk meningkatkan kemampuanmu mengendalikan sistem. Mulai sekarang, kita akan bekerja sama. Beristirahatlah di sini. Malam sudah sangat larut. Asrama pasti sudah dikunci sekarang."
Fang menguap. Ia samar-samar mendengar tawaran itu. Saking beratnya kantuk yang ia derita, wakil ketua OSIS itu langsung kembali tertidur. Ats yang melihatnya hanya dapat menghela napas pelan, lalu berterima kasih dengan sopan kepada Profesor Han.
"Oh, ya. Bagaimana caranya melepas gelang ini? Tidak mungkin aku terus menggunakannya, kan?" pertanyaan itu baru terlintas saat Ats mulai berbaring. Ia pun kembali duduk dan meraba permukaan gelang platinum di tangannya. Dicarinya tombol yang mungkin dapat membantunya.
"Peringatan! Pencopotan piranti akan mencabut semua otoritas perangkat terpaut. Anda yakin?"
"...!?" Ats sedikit terkejut dengan peringatan yang menyala merah itu. Ia tak menyangka bahwa akan ada notifikasi seperti itu. Sampai sekarang, ia masih belum terbiasa dengan sistem yang didapatkannya. Ia bahkan merasa bahwa semua ini adalah mimpi.
"Ya," kata Ats tanpa ragu. Gelang di tangan Ats pun merenggang dengan sendirinya dan otomatis berubah ke bentuk awal, yaitu lencana pentagon. Lencana itu terjatuh di tangan Ats. Ia pun memasukkannya ke dalam saku.
"Ats," panggil sebuah suara lembut yang menyusup ke telinga Ats. Anak itu pun menoleh. Ia menatap dengan polos seorang pria berjanggut tipis yang memanggilnya. Senyum di wajah pria itu amat hangat. Jelas sekali kasih sayang yang diberikan olehnya.
"Ayo pulang," ajak pria itu seraya mengulurkan tangannya yang besar. Ats kecil pun meraih uluran tangan itu dengan jari-jemarinya yang mungil. Ia berjalan sambil digandeng oleh pria itu selama beberapa saat.
"Apa Kamu lelah?" tanya pria itu dengan raut khawatir di wajahnya.
Ats hanya mengedipkan mata. Kedua tangannya pun terangkat seolah berusaha meraih langit di hadapan pria itu. Mereka berdua saling bertatapan.
Si pria berjanggut tipis pun menarik Ats ke dalam gendongannya. Dalam gendongannya, Ats memeluk si pria berjangguk itu dengan erat seakan ia tak ingin lepas darinya. Matanya terpejam, tapi hatinya terus merasakan kehangatan kasih sayang seorang ayah.
"Kita sudah sampai," ucap pria itu ceria.
Ats membuka matanya dan menoleh ke depan. Dilihatnya sebuah rumah bercat hijau dengan tanaman-tanaman gantung yang lebat di halamannya. Ada sebuah kolam ikan berbentuk persegi di sampingnya. Ikan-ikan nila terlihat berenang dengan riang di kolam itu. Pot-pot dengan bermacam bunga di letakkan di sekitarnya.
Ats yang diturunkan dari gendongan langsung buru-buru merangkul tangan ayahnya. Pria itu sampai terkejut. Putra semata wayangnya itu seolah-olah sangat tidak ingin kehilangan dirinya.
Mereka pun masuk ke rumah. Seorang wanita berkerudung krem cerah meyambut keduanya dengan hangat. Ats segera berlari ke pelukannya. Ia disambut dengan kecupan di kening dan kedua pipi.
"Yuk, makan dulu," ajak wanita itu. Ats mengangguk. Kedua tangan mungilnya mencengkram ujung kerudung besar yang dipakai wanita itu. Ia tak ingin melepaskannya.
Sesampainya di ruang makan, Ats masih saja menempel. Bocah itu tidak ingin duduk sendiri. Ia merengek agar dapat duduk di pangkuan ibunya. Tanpa keberatan, wanita itu pun menerimanya.
Nasi yang hangat, lauk yang sedap, lengkap dengan kebersamaan sebuah keluarga dalam bahtera rumah tangga yang harmonis. Itulah yang Ats kecil rindukan, kehangatan sebuah keluarga kecil yang sederhana. Tidak kurang, tidak lebih.
Tiba-tiba saja, ia merasa hampa. Saat menoleh ke belakang, ia tidak mendapati keberadaan ibunya di sana. Saat menoleh ke depan, ia pun tidak melihat keberadaan ayahnya. Lagi-lagi, ia sendirian di depan bermacam hidangan yang mulai mendingin.
Ats terdiam. Tangan-tangan mungilnya mengepal. Air mata tangisnya menetes tak tertahankan. Pipi tembam di wajah imutnya basah tak lama kemudian.
Segala yang ada di masa lalu itu telah hilang. Tinggal seorang anak kecil malang yang berdiri seorang diri. Isakan tangis pun menyeruak kencang.
Hati seorang anak sangatlah peka. Karena itu, mereka langsung menangis saat merasa sedih dan kesepian. Begitulah Ats menangis tanpa henti. Kerinduannya seakan sama sekali tidak bisa terobati.
Ats pun terbangun dari tidurnya. Ia duduk dan menutup matanya dengan sebelah tangan. Air mata bening merembes dari sana. Air mukanya beriak oleh kesedihan. Kerinduan menyentuh hati seakan tak mau berhenti.
***
"Senior Fang, cepat bangun," panggil Ats sambil menepuk-nepuk pundak Fang. Pemuda bermata sipit itu sangat sulit dibangunkan. Ia malah meringkuk di sofa seperti batu.
Fang baru bangun setelah Ats memanggilnya berkali-kali. Ia duduk mengumpulkan nyawanya yang masih berhamburan. Sayangnya, tubuh Fang kembali ambruk karena gagal menghimpun kembali nyawanya. Ats pun berdecak pelan dan menatap droid barunya.
"Aktivasi sukses ...
Identifikasi driver ...
Driver teridentivikasi! Selamat pagi, Tuan."
Suara-suara itu bermunculan di benak Ats. Meskipun masih butuh pembiasaan, ia sudah lebih mendingan sekarang. Ats pun mengirim perintah dengan pikirannya, "Tautkan perangkat J.M-52!"
"Perangkat tertaut. Otoritas telah didapatkan. Silakan beri perintah selanjutnya."
Notifikasi muncul di mata Ats. Ia pun menyeringai usil. Seniornya yang bebal itu harus diberi pelajaran.
Dalam sekejap, J.M-52 aktif. Droid itu melayang di udara dan mengeluarkan suara desingan pelan. Ia terbang mengambil sebuah gelas yang terisi air putih. Dengan kaki capitnya yang cukup kuat, J.M-52 dapat mengangkat gelas itu dan membawanya terbang di atas Fang.
"Balik pelan-pelan gelasnya," Ats mengatakan perintahnya dengan spontan, padahal ia cukup mengirimnya dengan pikiran.
"Uh ...!?" Fang terperanjat duduk. Tangannya reflek menyambar ke atas. Untungnya J.M-52 terbang cukup tinggi.
"Pfth!" Ats nyaris gagal menahan tawanya saat melihat ekspresi kaget Fang. Yah, anggap saja itu pembalasan karena wakil ketua OSIS itu sudah melibatkannya dalam masalah. Mereka pasti akan dihukum pagi ini. " Senior, kita harus bergegas untuk kembali ke asrama."
"Di mana ini?" tanya Fang sambil mengusap mukanya yang basah. Ia seolah tak ingat dengan kejadian yang menimpa mereka sejak kemarin.
"Kediaman Profesor Han," jawab Ats. Ia sudah mengatur J.M-52 agar menumpahkaan airnya perlahan. Jadi, volume air yang tumpah dapat disesuaikan agar tidak terlalu membasahi sofa tempat Fang tidur. "Mau sampai kapan Senior sembunyi di sini?"
"Eh? Kamu serius? Kok kita bisa di sini?" ternyata Fang memang tidak mengingatnya sama sekali.
"Kalian sudah bangun?" Profesor Han muncul dari pintu depan, "Maaf tidak bisa memberi kalian tempat yang nyaman untuk menginap. Rumahku memang kecil."
"Ah, tidak masalah, Prof," Fang bangkit dari tempatnya. Ia sudah benar-benar sadar sekarang. "Kamilah yang harus meminta maaf karena sudah merepotkan Anda."
"Hm," Profesor Han mengangguk pelan, lalu menoleh ke Ats, "Bagaimana kondisimu sekarang, Nak?"
"Ah, saya baik-baik saja," jawab Ats spontan, "Saya rasa, saya mulai sedikit terbiasa."
"Yah, kamu bisa mengendalikan J.M dalam sekali coba. Ini langkah pertama yang baik, Nak. Namun," Profesor Han menoleh ke J.M-52 yang melayang-layang di atas Fang dengan cangkir air di kaki capitnya. "Aku akan mengingatkanmu sekali lagi, Ats. Jangan gunakan sistem itu sembarangan."
"Saya mengerti, Prof," Ats memerintahkan J.M-52 untuk menaruh gelas dan mendekat kepadanya, "Saya akan berhati-hati lain kali. Ini adalah kesengajaan yang diperlukan."
"Oh, ya," Profesor Han mengingat sesuatu, "Kamu bisa menyimpan Arselan dalam bentuk partikel saat tidak membutuhkannya. Dengan begitu, kamu bisa menggunakannya kapan saja tanpa harus mengaktifkan ulang sistemnya. Apa kamu sudah mempelajari teknik penyimpanan partikel?"
"Belum," Ats menggeleng. Penyimpanan partikel adalah teknik tingkat tinggi. Dengan teknik itu, Zarahian dapat meleburkan obyek sasarannya menjadi partikel-partikel kecil yang kemudian tersimpan dalam dimensi partikel. Butuh banyak tenaga Zarah untuk menggunakannya.
"Em, Profesor," Ats ingin menanyakan sesuatu yang membuatnya penasaran sejak semalam, "Sistem ini versi kedua kan? Bagaimana bentuk versi pertamanya?"
"Versi pertama?" Profesor Han mengingat-ingat, "Sistem versi pertama tersimpan dalam prototipe oktagon. Sistem itu lebih berat dari Arselan. Karena itu, proyeknya sudah dihentikan sejak perang dunia terakhir. Dari gosip yang kudengar, sistem itu diwariskan kepada keluarga kekaisaran yang tinggal di Bumi."
"Lebih berat? Apakah karena belum sempurna?" tanya Ats penasaran.
"Bukan," Profesor Han menggeleng, "Justru versi pertama lebih sempurna dari versi-versi keduanya. Bisa dibilang, versi kedua adalah bentuk penyederhaan dari pembagiannya."
"Apa maksudnya?" Fang tidak mengerti, begitu pula Ats.
"Saat menyederhanakannya, versi pertama dibagi menjadi 7 spesialiasasi yang diturunkan kepada versi kedua," jelas Profesor Han, "Setiap bagian memiliki fungsi utama dan satu fungsi spesialisasi."
"Jadi, apakah ada 6 sistem lainnya yang seperti Arselan?" Ats mulai mengerti. Profesor Han pun mengangguk, "Yah, ada 6 sistem lainnya. Sayangnya, sistem-sistem itu sudah tidak dikembangkan lagi karena kegagalan kami kemarin. Mereka disimpan di tempat paling rahasia milik keluarga kekaisaran."
"Apa spesialisasi dari Arselan?" Fang juga mulai mengerti.
"Arselan adalah yang paling dekat dengan karakteristik Klan Zarah, yaitu partikel," Profesor Han menunjukkan sebuah benda berbentuk kapsul seukuran biji gandum, "Ini adalah mikrobot. Kita harus menginstal sistem level 5 dari sistem Arselan jika ingin menguji otoritasi atasnya. Di level yang lebih tinggi lagi, driver mungkin bisa mengendalikan ribuan droid sebesar nano."
"Wow, bagaimana aku bisa menginstal level yang lebih tinggi," Ats jadi semakin tertarik. Pasti keren saat bisa mengendalikan ribuan robot-robot super kecil seperti itu.
"Itu tidak akan mudah," Profesor Han tersenyum simpul melihat semangat pada diri Ats, "Kita harus mengujinya sedikit demi sedikit terlebih dahulu. Otakmu mungkin akan hancur jika langsung menginstal level yang tinggi."
"Oh, aku mengerti," Ats mangut-mangut.
"Oiya, sebenarnya kalian sudah ditunggu Dewan Pengasuhan sejak tadi," kata Profesor Han menunjukkan panggilan suara dari Dewan Pengasuhan di ponselnya, "Kalian harus kembali sekarang. Maaf sekali, aku tidak berkuasa untuk memberi pembelaan pada kalian."
Ats pun tertegun, sementara Fang berteriak keras dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!