Moccacino

Moccacino

Bab 1 - Moccacino

Gadis itu termenung memandang laptop-nya. Lembar kerjanya masih putih, itu pertanda ia tak dapat menemukan satu kata sekalipun untuk ditulis. Cangkir yang tadinya terisi penuh oleh moccacino hangat, kini telah tandas. Gadis itu sesekali melirik botol anggur di lemari bar-nya tapi gadis itu sama sekali tidak bergerak dari duduknya. Alkohol hanya membuat khayalan terlalu jauh dari alur sebenarnya menurut gadis itu.

Beberapa kali jarinya menyentuh huruf-huruf lalu dihapusnya kembali. Jari mungil gadis itu mengetuk-ketuk meja belajarnya sendiri menimbulkan suara yang memecah sepinya ruang itu. Saat jari gadis itu berhenti, ruangan itu kembali terasa sepi.

Ruangan sepi itu merupakan ruang kerjanya. Sebuah meja belajar, meja kerja tersendiri, satu set sofa, disertai beberapa lemari mempermanis ruangan itu. Warna kuning dan coklat pastel mendominasi ruangan ini. Salah satu dinding dicat kuning pastel dan sisanya adalah coklat pastel. Terlihat sangat nyaman untuk bekerja disana.

Meja belajar bercorak kayu itu sepertinya sengaja diciptakan hanya untuk laptop besar yang terlihat usang terbukti dengan laptop yang tak berpindah sama sekali dari meja tersebut. Tapi nyatanya, meja belajar itu tak tercipta untuk laptop saja, meja belajar itu dilengkapi dengan beberapa rak. Siapapun bisa melihat bahwa pada bagian atas terdapat ambalan yang diisi oleh buku – buku teori psikologi, desain interior, dan seputar per-coding-an. Dibawahnya beberapa binder dan alat elektronik yang tak selalu dipakai gadis itu. Dan di rak paling bawah juga rak paling besar terdapat beberapa tas dengan ukuran yang cukup besar. Tak sebatas itu. Meja belajar itu masih memiliki ambalan di bagian meja yang digunakan untuk menaruh laptopnya. Terdapat lampu belajar berwarna putih membuat kegiatan gadis itu asyik. Ditambah juga beberapa papercraft dari karakter superhero kesayangannya, Ironman. Alat tulis diletakan rapi dalam sebuah wadah. Pernak – pernik yang lucu namun tak cukup penting mendominasi dua lantai ambalan tersebut.

Berbeda dari meja belajarnya, Ia akan melakukan pekerjaan yang memerlukan tangannya untuk menulis disini, di meja kerja berwarna sama dengan meja belajarnya. Walau terdapat dua meja di ruangan ini, gadis itu hanya menempatkan satu kursi kerja dengan roda dibawahnya. Di depan meja kerja terdapat set sofa kecil berwarna coklat pastel ditambah meja kaca di antara sofa tersebut.

Sepertinya gadis itu masih memerlukan secangkir moccacino lagi. Ini sudah gelas ketiga moccacino tapi rasanya gadis itu belum puas. Sekedar informasi, gadis itu setiap hari meminum moccacino, apalagi di saat-saat seperti ini.

Jam berlalu sangat cepat. Kini sudah pukul sembilan, Gadis itu harus segera tidur jika tak mau terlambat ke gereja besok pagi. Bukannya tak ada jam lain untuk menghadiri kebaktian minggu besok, tapi Gadis itu memiliki jadwal pelayanan biola besok pada kebaktian pagi.

Gadis itu menutup macbook miliknya lantas keluar ruang kerja sambil membawa gelas yang digunakan tadi. Gelas tadi diletakkan di bak cuci dapur. Selanjutnya gadis itu menutup tirai di apartemen dengan remote control lalu menghilang di balik pintu kamar.

November 2014, dirinya sudah bulat untuk memiliki apartemennya sendiri. Apartemen yang cukup luas baginya. Apartemen yang ia desain sendiri. Semua perabot, pernak - pernik, cat dinding hingga engsel pintu, ia sendiri yang memilih.

Gadis itu tersenyum bangga melihat apartemennya yang sudah siap menjadi tempatnya berteduh. Ini adalah hari pertama ia akan tinggal sendiri. Bersamaan dengan itu, Gadis ini memilih untuk resign dari kantornya untuk mengejar mimpinya selama ini. Selama empat tahun ia telah kerja mati-matian untuk berada di titik ini. Titik dimana ia akhirnya memiliki brand street food yang cukup dikenali di Singapura, eatkuy. Titik dimana ia berhenti mencari materi. Titik dimana ia benar – benar mantap untuk masuk ke dunianya sendiri. Titik dimana kehidupannya yang sebenarnya baru saja dimulai. Titik dimana akhirnya ia mantap untuk kembali ke kota asalnya, Semarang.

Gadis itu melemparkan diri ke sofa abu – abu di ruang tengah sekaligus ruang tamu apartemennya. Ia memandangi apartemen yang cukup luas itu. Tak lama pintu masuk apartemennya terbuka, masuklah seorang pria yang memasuki umur 28 tahun. Di tangan pria itu menggenggam cangkir kertas kopi, moccacino, kesukaan gadis itu. Di cangkir kertas itu tercetak jelas brand coffee shop ternama di dunia

“Thank you, honey,” ucap gadis itu sambil menatap kekasihnya penuh cinta disusul pria itu yang duduk di sofa yang sama dengannya. Pria itu merangkul pundak gadisnya, dan sebatas itu.

“Finally, baby. I’m happy for you,” ucap pria itu dengan tatapan cinta yang tak kalah dengan gadis itu. Gadis itu mencium pipi kekasihnya penuh cinta. Gadis itu berwajah asia dengan kulit kuning langsat ditambah tubuh yang mungil membuat semua orang yang melihatnya langsung berpikir gadis itu merupakan murni keturunan asia. Pria yang merasakan bibir di pipinya tersenyum bahagia. Rambut pria itu sedikit coklat namun berwajah asia. Orang-orang heran saat bertatapan dengannya. Matanya berwarna abu terang ditambah tinggi yang semampai. Orang akan berpikir pria ini keturunan asia dan eropa.

Setelah bercengkrama cukup lama, Andi berpamitan pada gadisnya dan pulang. Rasanya apartemen gadis itu kosong tanpa kehadiran Andi. Disesap moccacino yang tak lagi hangat itu perlahan. Setelah memastikan cangkir kertas itu berada di tempat sampah, gadis itu mulai berjalan ke kamarnya dan tidur.

Juni 2019, gadis itu bangun lima belas menit setelah alarm pertamanya berbunyi. Ini masih pukul lima pagi tapi semangat pelayanan gadis itu tak pernah luntur. Ia sudah terlanjur jatuh cinta pada pelayanannya. Gadis itu tahu bahwa apa yang ia miliki kini berasal dari yang di atas. Yang dapat Ia lakukan hanyalah sekedar menjadi pelayan mimbar di gereja. Setelah mandi, segeralah Ia berpakaian dan tak lupa cologne bayi yang selalu digunakan sejak duduk di bangku SMA. Wewangian ini dan dirinya seakan memang sudah disatukan. Memulas sedikit wajahnya menambah kesan manis dan segar di wajahnya. Wajah gadis itu sungguh terawat dapat dipastikan Ia cukup telaten merawat dirinya sehingga kulit putihnya terlihat mulus nan lembut.

Disambarnya sandwich instan dan biolanya. Segera kakinya berjalan ke mobilnya yang berada di parkiran bawah tanah gedung apartemen ini. Bukan mobil mewah yang biasa digunakan gadis itu untuk menghadiri rapat tapi hanya sebuah Honda Brio tahun 2017. Makan sambil menyetir sudah menjadi tabiatnya jika harus pergi pagi – pagi seperti ini. Ini bahkan belum lewat setengah enam pagi.

Saat mobilnya sampai di depan gereja, parkiran masih sepi, hanya beberapa mobil yang terparkir. Segera gadis itu turun. Udara dingin menusuk betisnya yang tak tertutup kain apapun. Sepertinya keputusannya untuk menggunakan gaun selutut ini agak salah. Gadis itu setengah berlari ke ruang Matius –ruangan yang biasanya digunakan untuk persiapan ibadah- bukan karena terlambat tapi gadis itu tak terbiasa berlama – lama. Di dalam ruang Matius sudah ada seorang pria yang sangat Ia kenal. Itu teman Andi. Ia memang sengaja tak mengakrabkan diri lagi dengannya. Ia memilih diam di sudut ruangan sambil memeriksa biolanya.

“Cal,” panggil pria itu dengan suara beratnya. Baru saja Ia menengok, seorang wanita masuk ke ruangan itu. Istri pria itu rupanya.

“Koh!” Seru wanita itu memanggil suaminya. Gadis ini keluar ruangan  sambil membawa biolanya.

Seperti perkiraannya, kebaktian pagi memang jarang peminat tapi entah mengapa gadis ini sepertinya sudah jatuh cinta dengan ibadah subuh-subuh. Saat band mulai mengeluarkan suara, gadis itu menggesek biolanya dengan luwes. Hanya beberapa kesalahan tak berarti. Kini waktunya kembali ke dunia yang sebenarnya.

Seperti hari - hari sebelumnya, gadis itu akan segera pulang. Ada yang berubah dari wajahnya saat memasuki mobilnya. Tatapan sendu yang masih terpancar beberapa tahun ini. Mobilnya mengarah ke suatu tempat. Tempat yang menurutnya amat sejuk untuk disebut rumah. Tempat yang sepertinya menjadi favoritnya empat tahun belakangan ini.

Desember 2014. Ini natal. Setelah ibadah natal, Andi mengajak kekasihnya itu ke rumah. Tempat dimana keluarga Andi berkumpul. Tempat dimana suasana nyaman membuat gadis itu betah berlama – lama disana. Rumah keluarga Andi! Rumah utamanya tak terlalu besar, hanya memiliki empat kamar tidur termasuk kamar utamanya. Rumah ini lebih mirip rumah peristirahatan di masa tua, tapi nyatanya Andi dan kedua orangtuanya sudah tinggal disini sejak dulu. Rumah ini dilengkapi dengan halaman belakang yang cukup luas.

Andi biasa memanggil ayahnya dengan Otousan dan ibunya dengan Okaasan meski mereka tinggal di Indonesia. Otousan maupun Okaasan meminta gadis itu juga untuk memanggil mereka dengan panggilan tersebut, dan gadis itu tak punya pilihan lain selain menuruti keinginan calon mertuanya. Otousan yang merupakan orang Jepang asli, mengajarkan banyak filosofi – filosofi yang membuat gadis betah lama – lama bercengkrama dengannya. Filosofi yang menjadi favorit gadis itu adalah secangkir moccacino. Ya! Minuman favoritnya dan ternyata filosofi menurutnya maupun Otousan kebetulan sama. Di dalam moccacino terdapat kopi, susu, dan coklat. Kopi akan terasa pahit bagi orang yang tak terbiasa meminum nya. Tapi beberapa orang tersebut memerlukan kopi untuk tetap terjaga sehingga ditambahkan-lah susu dan coklat yang membuat rasa pahit itu tak terlalu dominan. Begitulah hidup. Saat kita belum terbiasa dengan berbagai masalah, akan terasa pahit saat kita merasakannya. Tapi dalam beberapa kasus, masalah itu datang bersamaan dengan sebuah kebahagiaan.

Malam itu, Okaasan meminta gadis manis itu untuk bermalam yang tentu saja ditolak pada awalnya. Tapi bukan Okaasan jika tak bisa membujuk orang. Dan akhirnya, mereka berempat menikmati malam di teras belakang ditemani makanan kecil dan canda tawa.

“Okaasan! Hentikan! Jangan mempermalukanku di depan gadisku!” sungut Andi saat Okaasan menceritakan masa kecil Andi. Gadis itu tak akan pernah tahu jika Andi pernah menangis karena mobil – mobilannya disembunyikan oleh otousan yang kesal karena Andi lebih memilih bermain dengan benda itu daripada otousan. Gadis ini akhirnya sama sekali tidak menyesali keputusannya untuk bermalam. Mengetahui hal - hal yang tak semua orang tahu adalah hal favoritnya, apalagi orang itu adalah pasangannya.

“Jadi Okaasan adalah WNI?” Tanyaku di tengah pembicaraan.

“Tentu!” Jawab Okaasan lantang.

“Tapi wajah Okaasan...,” kata gadis itu belum sempat selesai.

“Ya, wajah Okaasan lebih cocok disebut orang Jepang.” potong Otousan dengan bahasa Indonesia yang sangat fasih.

“Sepertinya Otousan sangat memahami Okaasan,” puji gadis itu.

“Kau tahu apa yang paling penting dari suatu hubungan? Saling memahami! Jika kau tak pernah saling memahami, jangan harap hubungan itu dapat berjalan lancar!” Otousan mulai dengan sifat bijaknya.

“Percayalah untuk mencapai titik ini, kami berdua benar – benar harus mengorbankan ego kami,” tegas Okaasan menambahkan. Benar kata Okaasan.

Saat malam semakin larut, mereka berempat segera kembali ke kamar masing – masing. Gadis itu meletakkan punggungnya pada ranjang berharap dirinya segera terlelap tapi nyatanya tidak. Ia masih memikirkan hubungannya dengan Andi. Diambilnya ponsel yang berada di nakas. Panggilan pertamanya tak dijawab oleh Andi. Mungkin Andi sudah tertidur. Andi memang sangat suka tidur. Ponsel itu dikembalikan di atas nakas lagi. Gadis itu lagi – lagi melamun di atas kasurnya. Selimutnya Ia angkat hingga dada. Ponselnya berdering, segera gadis itu bangun untuk melihat siapa yang menelponnya. Andi.

“Halo?” Ucapnya.

“Halo? Ada apa?” jawab Andi di seberang sana.

“Kau... mengapa tak mengangkat panggilanku?” tanya gadis itu langsung ke intinya dengan nada berhati – hati.

“Maaf, kau tahu aku tak pernah bermaksud seperti itu,” jawab Andi.

“Lalu?”

“Aku baru saja berdoa, mendoakan hubungan kita,” jawaban Andi yang benar – benar membuat gadis itu tersipu sendiri di atas ranjangnya. Walaupun terdengar seperti rayuan manis seorang pemain wanita tapi itulah kenyataannya.

“Ehmm,” balas gadis itu yang Andi sudah tahu bahwa gadis itu tersipu.

“Kau tidak tidur?” tanya Andi mengalihkan pembicaraan.

“Sebentar lagi mungkin,” sergah gadis itu.

“Cepatlah tidur. Kau sudah lama tidak tidur dengan benar,” pria itu mengingatkan gadisnya.

“Iya – iya.”

Januari 2015. Lagi – lagi gadis itu menjadi bagian dari perayaan di keluarga Andi. Ini tak sekedar menjadi perayaan tahun baru. Semakin hari hubungannya dan Andi semakin membaik. Ini adalah keluarga besar dari Otousan. Tak heran jika kebanyakan memiliki struktur wajah orang Jepang.

“Lihatlah aku akan memiliki adik ipar yang sangat cantik!” Seru salah satu kakak sepupu Andi. Andi sendiri adalah anak tunggal dan menjadi yang paling muda di antara sepupu – sepupunya. Keluarga Andi sangatlah hangat, dan kehangatan itu disempurnakan dengan kehadiran bayi-bayi kecil yang amat menggemaskan.

“Kau harus segera menikahinya, bro! Sebelum laki – laki di luar sana merebutnya!” Seru kakak sepupunya yang memiliki badan yang paling kekar.

“Astaga! Dia masih 23 tahun!” Seru Andi tak mau kalah dari sepupunya. Gadis itu hanya dapat cekikikan sambil memangku salah satu bayi laki – laki bernama Peter.

“Aku menikahi Lucy saat Ia masih 20 tahun, dan itu tak masalah,” bantah sepupu Andi yang berbadan paling kekar tadi.

“Rasakan kau!” Seru sepupu Andi yang lainnya lagi. Gadis itu hanya dapat ikut tertawa bersama yang lainnya.

“Dan juga, sepertinya gadismu sudah mampu merawat anak. Lihat saja! Baby Peter yang sulit akrab pun merasa nyaman di pangkuan gadismu!” seru sepupu Andi yang berbadan kekar tadi. Sekedar informasi saja, Dia adalah Hansen. Hansen dan Istrinya, Maria, baru saja memiliki anak, dan itu adalah baby Peter yang kini di pangkuan gadis Andi. Baby Peter memang sulit untuk akrab serta merasa nyaman dengan orang baru, dan kini, baby Peter sangat akrab dengan gadis Andi itu.

Gadis itu pun mulai gemas terhadap baby Peter yang dengan santainya duduk dan mulai mengantuk. Ubahlah posisi baby Peter menjadi tidur di atas pangkuannya. Baby Peter seakan berkata “Jangan ganggu tidurku!” saat gadis itu membenarkan duduknya yang kurang nyaman. Sang ibu hendak mengangkat baby Peter dari pangkuan gadis itu namun seakan menolak, baby Peter mulai merengek. Gadis itu hanya terkekeh kemudian mendekap kembali baby Peter.

Juni 2019. Perjalanan menuju tempat Andi memakan waktu cukup lama. Angan gadis itu baru saja berkelana dimana Ia menghabiskan akhir tahun 2014 bersama keluarga Andi. Disinilah gadis itu mulai menyadari hal – hal yang tak pernah Ia pikirkan sebelumnya. Kenangan itu membawa cerita serta pesan tersendiri baginya. Ia merasa sangat beruntung pernah memiliki kenangan itu walaupun semua ini berakhir menyakitkan.

Februari 2015. Ini bukan kali pertama gadis itu menerbitkan novelnya. Nama gadis itu sudah cukup dikenal oleh beberapa kalangan. Peluncuran novel kali ini berjalan lebih menyenangkan menurut gadis itu. Memberikan pidato pembukaan singkat, kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab. Hal-hal yang selalu diimpikan gadis itu.  Saat kembali ke kursinya, Andi memberinya sebuah amplop yang entah apa isinya. Tanpa curiga dimasukan amplop itu pada tas jinjing yang dibawa. Setelah acara benar-benar selesai, Andi menggandeng gadisnya menuju mobil. Wajah keduanya berseri.

Jalanan Semarang saat ini cukup senggang. Teringat amplop pemberian Andi, gadis itu bergegas membuka tas yang ada di pangkuannya. Saat Gadis itu menarik kertas dari amplopnya, Ia menganga tak percaya. Hal yang selama ini selalu menjadi impian gadis itu.. Pergi ke Jepang! Di dalam amplop itu terdapat tiket penerbangan ke Tokyo pulang pergi! Gadis itu menatap kekasihnya yang masih menyetir tak percaya. Laki – laki itu hanya menatap jalanan dengan senyumnya.

“OMG! Thank you so much!” jerit gadis itu. Andi tahu bahwa jeritan itu menjadi jeritan pertama gadis itu setelah selama ini mereka kenal, yang tandanya, Gadis itu benar – benar bahagia.

“Just you, and only you. As your wish, baby,” kata Andi lembut dengan senyum tulus terukir di bibirnya. Selanjutnya hanyalah berisi kebahagiaan gadis itu atas pemberian Andi.

Gadis itu berangkat keesokan harinya. Gadis ini terlalu bersemangat untuk segera sampai di Tokyo. Hanya dia dan dirinya, seperti impiannya. Perjalanan kurang lebih enam jam telah Ia lalui. Gadis itu akhirnya menginjakan kaki di Narita International Airport. Gadis itu menarik koper besarnya berjalan mencari jalan keluar.

Tak banyak yang terjadi di Tokyo. Bukan hal istimewa hingga Ia harus diceritakan sedetail itu. Kebanyakan gadis itu berdiam di suatu taman ataupun cafe kemudian mulai mengeluarkan macbook-nya dan mulai mengetik kata demi kata. Seperti saat ini. Di salah satu sudut basecamp menuju puncak Gunung Fuji, gadis itu duduk manis dengan laptop di pangkuannya. Pengap rasanya di dalam basecamp terus – menerus. Gadis itu keluar dan duduk di sebuah pohon besar. Seperti biasa, segelas moccacino menemani gadis itu. Semburat merah di pipinya terlihat jelas.

Seorang gadis kecil menghampirinya memberikan sepucuk surat pada gadis yang menginjak usia dewasa itu. Gadis itu berbalik seketika setelah melihat isi surat itu. Seorang pria berdiri disana dengan sebuah buket mawar di salah satu tangannya. Gadis itu berjalan perlahan menghampiri pria itu. Iris mata gadis itu memancarkan kebahagiaan yang tak bisa dipendam. Senyumnya tak luntur sama sekali.

Andi berdiri di sana menunggu gadis itu menghampiri dirinya. Setelah jarak terkikis, semuanya terasa pelan. Semuanya terasa seperti di film – film. Suara angin, di bawah pohon teduh, gadis dan pria yang saling mencintai serta sebuket mawar merah. Saat keduanya saling berhadapan dengan jarak yang sangat dekat, Andi mengulurkan buket mawar tadi dan langsung diterima oleh gadisnya dengan bahagia. Sesaat kemudian Andi berlutut dengan satu kaki. Gadis itu sepertinya dapat menebak apa yang akan dilakukan kekasihnya itu. Pria itu merogoh saku jaketnya lalu mengeluarkan sebuah kotak cincin. Dibuka kotak cincin itu dan dihadapkan pada gadisnya.

“So, baby, will you marry me?” Lamar Andi. Gadis itu menganga kemudian mengangguk. Setetes air mata bahagia mengalir di sudut matanya. Andi memasangkan cincin itu pada jari gadisnya kemudian bangkit dari lututnya dan memeluk gadisnya yang mulai tersedu – sedu. Pemandangan Gunung Fuji sepertinya mendukung rencana lamaran pria itu. Setelah Andi bangkit lututnya, gerimis baru mulai turun sedikit demi sedikit.

Pada hari itu juga, gadis itu turun dari Gunung Fuji bersama tunangannya. Ya! Dengan bangga Ia akan memperkenalkan tunangannya pada semua orang. Seperti di toko roti, gadis itu dengan random berkata pada kasir di toko roti itu bawah pria di sebelahnya adalah tunangannya. Kebahagiaan ini terus berlangsung meski Andi pulang ke Semarang hari itu juga. Ada urusan pekerjaan yang memaksa pria itu harus segera pulang. Gadis itu menggandeng tunangannya dengan bangga hingga di pintu terakhir ia dapat mengikuti jejak Andi. Dilepaskannya gandengan itu kemudian Gadis itu memeluk tunangannya untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Tunangannya itu cukup terkejut, terlihat jelas dari reaksinya saat Gadis itu memeluknya. Gadis itu melepas tunangannya di bandara setelahnya ia pulang ke hotelnya kembali.

Entah mengapa hari terasa lambat. Gadis itu ingin segera pulang menemui kekasihnya. Dua hari setelah Andi pulang ke Semarang, gadis itu menyusul tunangannya pulang. Rasa bahagia akan bertemu tunangannya menyelinap di dalam hatinya. Rasanya sudah tidak sabar menatap mata abu tunangannya itu. Dengan senyum  yang tak pernah pergi dari bibirnya, Gadis itu menarik kopernya melalui banyak orang. Perjalanan dari Jepang menuju Semarang memakan waktu yang cukup lama. Sebuah berita yang ia terima, kakinya yang melangkah ke rumah duka. Semuanya terasa menyakitkan.

Andi meninggalkannya untuk selamanya. Tanpa pamit, tanpa kata perpisahan, tanpa penjelasan. Sebuah kecelakaan mengerikan membuatnya menghembuskan nafas terakhir seketika di jalanan menuju rumah orang tuanya. Gadis itu menatap tunangannya yang terbujur kaku di dalam peti di salah satu rumah duka di Semarang. Gadis itu lemas. Rasanya sakit di dalam sana. Rasanya Ia ingin mati saja. Pria yang menemani hari – harinya memilih berhenti dengan cara paling menyakitkan. Sungguh, ini adalah patah hati terhebatnya. Okaasan menghampirinya kemudian merangkul pundak gadis itu, memeluknya dengan cinta kasih. Air mata gadis itu tak mampu lagi turun. Tubuhnya mematung di depan jasad tunangannya. Bahkan untuk sekedar berkedip gadis itu tak mampu. Rasanya dunianya sudah jungkir balik. Hatinya terasa sesak seakan ada beban berat yang menindihnya lama.

“Kenapa? Kenapa Andi pergi? Apa aku nakal? Apa Andi tidak mau lagi denganku? Apa dia sudah tidak mencintaiku? Apakah... apakah...,” racau gadis itu seakan tak sadar. Kemudian isakan demi isakan mulai keluar dari mulut gadis itu dengan sangat memilukan. Rasanya, dadanya sangat sesak. Gadis itu ingin menjerit sejadi - jadinya sambil memukuli tunangannya itu tapi yang terjadi hanyalah keduanya kaku di tempatnya. Andi kaku di dalam peti, sedangkan Gadis itu kaku berdiri di samping peti Andi. Gadis itu menangis tersedu – sedu. Okaasan setia disampingnya memeluk tunangan anaknya itu. Okaasan sangat mengerti rasa pahit yang harus ditelan gadis itu bulat – bulat. Hingga hari pemakaman Andi, gadis itu terlihat belum mampu merelakan Andi pergi.

Hari – hari selanjutnya berjalan amat lambat nan menyakitkan. Wajah gadis itu tetap kusut. Matanya tak memancarkan cahaya apapun. Lipatan mata gadis itu bengkak. Bibirnya pucat pasi. Tak ada hasrat untuk melanjutkan hidup.

Otousan maupun Okaasan sama sekali tak menyalahkan gadis itu, sedikitpun tidak. Mereka selalu menyemangati gadis itu, menyayangi gadis itu seperti anaknya sendiri, merawat gadis itu membangkitkan gadis itu dari titik terendah dalam hidupnya. Kedua orang tua itu pada akhirnya melepas gadis itu untuk kembali ke apartemennya empat hari setelah upacara pemakaman Andi dilakukan. Empat hari yang berjalan sangat lambat nan menyakitkan. Empat hari yang dihabiskan gadis itu dengan menyiksa diri dengan mengurung diri di kamar Andi.

*Moccacino***memang benar adanya. Ada saatnya hidupku sepertimoccacino. Saat bahagia itu menyatu dengan kesakitan, disitulah titik terendah hidupku. Dalam kasus-ku lamaran Andi dan kepergiannya adalah komposisimoccacinoyang sangat tepat. Dan kenangan manis coklat susu bercampur dengan pahitnya kopi yang menciptakanmoccacino. Manis di dalam kepahitan.**

Terpopuler

Comments

Ajat Kusmawan

Ajat Kusmawan

Semangat Menulisnya kakak

2020-12-29

2

🌹Dina Yomaliana🌹

🌹Dina Yomaliana🌹

Hai kakak👋 aku datang di cerita mu ya🥰😉 semangat terus up ceritanya🔥🔥🔥🔥

salam kenal dari Adikku Sayang Adikku Malang🤗🤗🤗

2020-12-28

1

Nuni Widya Khadafi

Nuni Widya Khadafi

sedih😭

2020-12-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!