Setelah mendengar penjelasan dari ibu Sarah dan Nafisah, Syifa tersipu malu tetapi ada perasaan lega juga di hatinya. Karena ternyata Nafisah bukan kekasih atau masa lalu calon suaminya, melainkan masih saudara sepupu.
Beliau menjelaskan kalau ummi nya Fadlan merupakan kakak kandung beliau, itu artinya beliau juga tante dari Fadlan.
Sedangkan Adiba dan Jihan ikut merasa bersalah karena sudah berprasangka buruk pada Fadlan dan Nafisah.
"Insyaa Allah nanti kami datang ke pernikahan kalian. Kemarin dia sudah mengantarkan undangan ke sini" Nafisah tersenyum dan menggenggam tangan Syifa.
"Terimakasih Nafisah"
"Fadlan itu pria yang baik, nak. Dia juga anak yang mandiri, di usianya yang masih remaja, dia sudah ditinggalkan orang tua untuk selama-lamanya. Tante yakin kalau nak Syifa adalah jodoh terbaik yang dipersiapkan oleh Allah untuknya"
"Sekali lagi, Syifa minta maaf tante, Nafisah, kalau sudah berburuk sangka sebelumnya.."
"Sudah jangan minta maaf terus Syif, sekarang kan kita sudah kenal. Sering-sering ketemu ya nanti"
"Insyaa Allah" membalas senyuman Nafisah.
...----------------...
Hari semakin sore, Jihan dan Adiba tidak sampai hati membiarkan Syifa pulang sendirian. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengantar Syifa pulang ke rumah.
Saat perjalanan pulang ke rumah Syifa, handphone Syifa berdering. Dengan cepat Syifa mengangkat panggilan itu setelah melihat nama kontak yang tertera di layar handphone.
"Assalamu'alaikum ndo.. "
"Wa'alaikumussalam ummi, pripun ummi?"
"Kamu dimana ndo? Kakek menyuruh kamu segera pulang ke rumah"
"Ini Syifa masih di jalan ummi, mau pulang"
"Ya sudah, hati-hati ya ndo"
"Nggih ummi"
"Oh ya, ini dirumah juga ada nak Fadlan. Mau ada yang disampaikan sama kamu juga katanya"
"O-oh nggih mi" terkesiap mengetahui ada calon suaminya di rumah.
'dia beneran datang ke rumah? pasti kakek bakal marah sama aku' bermonolog dalam hati.
"Ummi tutup telfonnya ya ndo. Wassalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam warahmatullah"
......................
"Ummi ya Syif?" tanya Adiba.
"Iya.. "
"Apa kata ummi, Syif? Udah di suruh pulang ya kamu?" sambung Jihan penasaran.
"Kakek nyuruh aku pulang, karena di rumah ada pak Fadlan"
"Ih serius Syifa? Matilah aku" Jihan menepuk jidatnya.
"Kalian ngga usah turun, nanti langsung pulang aja"
"Oh iya bener, jadi biar ngga usah ketemu pak Fadlan ya kan?"
"Ck! Jihan! Ngga Syifa, kamu kan hari ini perginya sama kita. Ngga sopan juga kalau kita nganterin kamu tanpa pamit sama ummi dan abah" pungkas Adiba mengingatkan.
"Iya juga sih" jawab Jihan yang sudah ketar ketir teringat kemarin malam sudah berbicara kurang sopan pada dosennya.
...----------------...
*Rumah Orang Tua Syifa
Syifa berjalan berdampingan dengan kedua temannya memasuki halaman rumahnya dan mereka langsung melihat sebuah mobil mewah terparkir di sana.
Mereka bertiga kompak menoleh ke teras rumah dan betul saja, tampak dua orang lelaki gagah yang tengah duduk di sana.
'Astaghfirullah... aku pengin kabur aja dari sini' batin Syifa menyadari Fadlan berdiri melihat ke arahnya sambil berkacak pinggang.
"Pak dosen itu Han" lirih Adiba.
"Iya tahu Diba. Duh tamatlah riwayatku! Kemarin udah ngomongin-"
"Nggapapa, kita pura-pura ngga inget aja, Jihan, Adiba. Ayo masuk" ajak Syifa yang berusaha terlihat baik-baik saja meskipun gerogi dan malu juga.
..................
"Assalamu'alaikum" ucap mereka kompak.
"Wa'alaikumussalam" jawab Fadlan dan Aidan.
"Kalian tunggu di dalam, aku panggilkan ummi sama abah dulu ya" kata Syifa tanpa menghiraukan keberadaan Fadlan.
"Permisi pak.." ujar Jihan dan Adiba menyapa Fadlan sambil sedikit membungkukkan badan namun ekspresi Fadlan hanya datar.
Setelah Jihan dan Adiba berpamitan pada kedua orang tua Syifa dan kakek, mereka hendak langsung pulang. Tetapi Fadlan meminta izin pada abah dan kakek untuk berbicara dengan Syifa dan kedua temannya di ruang tamu.
Fadlan berdiri dengan memasukkan kedua tangan ke saku celananya, memperlihatkan kesan pria yang mempunyai kuasa dan wibawa. Sedangkan Syifa, Jihan juga Adiba duduk di sofa tanpa berani menatap Fadlan.
"Kenapa diam saja? Saya sudah ada di depan kalian, sepertinya kemarin ada yang menuduh saya berbohong?" sindir Fadlan.
Diantara Jihan dan Adiba tidak ada yang berani menjawab, lain halnya dengan Syifa.
"Kalian pulang saja, biar aku yang selesaikan" ujar Syifa pelan namun masih bisa di dengar Fadlan.
"T-tapi Syif" potong Jihan.
"Maaf pak, biarkan mereka pulang. Hari sudah semakin sore"
"Oke, biar Aidan yang mengantar mereka pulang" pandangannya tertuju pada Syifa.
"Tidak usah pak terimakasih, kami naik taxi saja" tolak Adiba segan.
"Aidan, kamu antar mereka berdua pulang. Saya ingin bicara empat mata dengan calon istri saya" titahnya menekankan sebutan calon istri.
'habis lah, pasti Syifa bakal di marahi pak dosen' batin Jihan khawatir.
"Kita pulang dulu ya Syif" kata Adiba memeluk Syifa.
"Jangan sedih lagi, kalau ada apa-apa telfon kita" celetuk Jihan.
"Iya, terimakasih Diba, Jihan. Kalian hati-hati ya"
Akhirnya mau tidak mau karena hari sudah semakin petang, Jihan dan Adiba pamit untuk pulang.
Kini tinggal lah Syifa dan Fadlan yang duduk di teras rumah, Syifa merasa canggung dan malu jika pembicaraanya nanti didengar oleh abah, ummi juga kakeknya kalau masih duduk di ruang tamu.
"Asyifa Humaira, saya minta maaf sudah membuatmu salah faham" tutur Fadlan membuka pembicaraan.
'loh kenapa jadi dia yang minta maaf? ini ngga keliru ya?'
"Saya tidak mempermasalahkan perkataanmu semalam, lupakan saja. Anggap tidak pernah terjadi"
Syifa masih saja menunduk malu untuk menanggapi perkataan Fadlan.
"Tolong maafkan mereka, pak. Mereka tidak tahu apa-apa" pungkas Syifa masih menunduk.
Fadlan menunggu perkataan selanjutnya dari Syifa.
"Dan..maaf" lirih Syifa.
"Kamu bilang apa? Coba ulangi" tanya Fadlan mulai menjahili Syifa.
"Maaf" ulangnya masih dengan nada pelan.
"Apa? Saya tidak bisa mendengarnya"
"Saya bilang maaf!" menaikkan nada bicaranya menyadari kalau calon suaminya sedang membuatnya kesal.
"Oh, maaf. Memangnya kenapa?" tanya Fadlan pura-pura tidak tahu.
"Maaf sudah menuduh dan berprasangka buruk"
"Menuduh?" tanya Fadlan menatap Syifa yang saat ini berdiri bersebelahan dengannya.
Syifa mengangguk dan merasa bersalah.
"Oh, menuduh kalau saya bertemu dengan masa lalu? Memangnya kamu sudah tahu dia siapa?"
"Sudah, dia masih saudara dengan bapak" jawab Syifa cuek memalingkan wajah ketika tahu Fadlan sedang menatapnya.
"Alhamdulillah, saya juga sudah memberitahu ummi, abah dan kakek. Sekarang, masih cemburu kah, gadis kecil?" goda Fadlan.
"Maaf tapi saya tidak cemburu" cibirnya dengan wajah kesal.
Syifa hendak berjalan masuk ke dalam rumah, namun Fadlan menahan lengannya.
"Pak! Lepasin! Nanti ketahuan ummi sama abah" terkejut karena baru pertama kali ada pria yang memegang lengannya meskipun masih terhalang oleh kain.
"Kemarin, mahasiswa yang bicara denganmu, apakah dia kekasihmu?" tanya Fadlan semakin mendekat.
JRENG!
Syifa makin terlonjak kaget dengan pertanyaan Fadlan, dari mana dia tahu kalau saat itu tidak sengaja bertemu dengan Hasbi?
"Hm, bukankah anda tidak peduli apakah saya punya kekasih atau tidak, semua akan berjalan sesuai dengan rencana yang sudah di sepakati bukan?" balasnya menjahili Fadlan.
"Apa saya harus mencari kekasih juga?" berbisik di samping Syifa.
"Terserah" timpal Syifa tidak perduli.
Fadlan tersenyum mendengarnya, sampai Syifa seperti terhipnotis mendapat senyuman dari calon suaminya.
"Baiklah, saya hanya bergurau. Besok jangan lupa datang dengan ummi ke butik tante Silvi. Saya akan menyuruh supir untuk menjemput" jelasnya sembari mengusap lembut puncak kepala Syifa yang tertutup hijab.
Rasanya bagai tersengat listrik badan Syifa, sampai jantungnya ingin loncat keluar dengan perlakuan Fadlan barusan.
'Ya Allah..kenapa jadi deg-degan gini sih, sadar Syifa..astaghfirullah, dia belum sah jadi suami kamu'
"Maaf pak, tolong jaga batasan sebelum sah menjadi suami istri" Syifa sedikit menjauhkan diri dari Fadlan.
"Oke, I'm sorry"
Syifa berlalu masuk ke dalam rumah sambil memegang pipinya yang merona karena terbayang senyuman Fadlan.
'Masyaa Allah, kakak semakin kagum denganmu dek. Kamu bukanlah wanita yang mudah di rayu, bahkan kamu sangat menjaga batasan dengan lawan jenis yang bukan mahram kamu'
...----------------...
Dalam perjalanan pulang menuju rumah Adiba, Jihan tak henti-hentinya bertanya pada Aidan.
"Eh, kamu supirnya pak dosen ya?"
Aidan hanya diam dan masih fokus menyetir.
"Kamu percaya engga sih Diba kalau pak dosen itu kerjaanya cuma jadi dosen? Ngga mungkin kan?"
"Mana aku tahu Jihan. Bisa jadi beliau punya usaha lain"
"Ini mobil jarang banget aku lihat di jalanan kota sini, pasti mobil mahal. Ya kan Diba?"
"Hemm..iya mungkin"
Diam-diam Aidan mencuri pandang pada Adiba lewat spion dalam mobil yang ada di bagian tengah, Adiba yang mengetahuinya berusaha untuk tidak menghiraukan Aidan. Karena merasa lelah dan perjalanan yang lumayan jauh, membuat Jihan ketiduran.
Suasana di mobil terasa canggung bagi Adiba dan Aidan.
"Kamu juga termasuk pengagum dosen itu?" tanya Aidan membuka percakapan.
'Eh? Ternyata dia bisa bicara? Aku kira dia lagi sariawan tadi...' batin Adiba.
"Tidak" jawab Adiba lirih.
"Oh, jadi hanya teman dekat dari wanita itu?"
"Maksudnya, Syifa?"
"Ya, siapa lagi. Sebenarnya mereka tidak benar-benar di jodohkan, mereka sudah saling mengenal dulunya"
"Benarkah? Tapi, Syifa bilang baru kenal dengan pak Fadlan"
"Itu karena sahabatmu otaknya bermasalah" celetuk Aidan asal karena merasa gugup di tatap oleh Adiba.
"Astaghfirullah..kalau bicara itu yang betul!" ketus Adiba tidak terima.
"Fadlan bukan hanya seorang dosen, dia pewaris tunggal dari keluarga Ganendra. Kakeknya dia dan kakek teman dekatmu itu, mereka sudah seperti saudara"
"Keluarga Ganendra yang kaya raya itu? Masyaa Allah pantas saja, tapi kenapa pak Fadlan mau jadi dosen di kampus kami, bukan di Universitas ternama di kota ini?"
"Menurutmu apalagi alasannya, kalau bukan karena calon istrinya?"
"Ehmm.. pantas saja. Sekarang saya tahu kenapa kalau di ruang kuliah pak Fadlan selalu memperhatikan Syifa. Apakah seorang pria gengsinya terlalu tinggi? Bersikap cuek padahal sebenarnya menyimpan rasa, apalagi yang suka curi-curi pandang" sindir Adiba membuat Aidan mati kutu.
"Ekhem! Memangnya hanya pria saja? Kalian para wanita juga terkadang sok jual mahal"
"Hei dengar, harga diri seorang muslimah betapa mahal dan tak ternilai. Ia bukan seperti barang dagangan obralan yang boleh dipegang oleh siapa saja calon pembeli, yang hanya memegang saja tanpa membeli. Hingga siapa pun boleh melihat lenggak-lenggoknya, bedak dan lipstiknya, serta bahan tepuk tangan khalayak.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang [biasa] nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya…”. (Q.S. An-Nuur : 31)
Kelak, wanita muslimah setelah berumah tangga, setelah memiliki imam dalam rumah tangganya, ia menjaga diri lebih hati-hati lagi. Jadi, memang sudah sepatutnya wanita itu jual mahal pada lelaki, karena wanita Muslimah di ibaratkan sebaik-baiknya perhiasan"
'Cantik! Sungguh cantik. Dia membuatku tertarik untuk lebih mengenalnya' Aidan bermonolog dalam hati.
"Baiklah Didie, kamu memang wanita yang cerdas"
"Maksud anda siapa? Siapa Didie?" tanya Adiba kebingungan.
"Namamu Adiba kan? Jadi saya memanggilmu Didie" jawab Aidan santai.
"Adiba saja, dan maaf kita tidak saling mengenal satu sama lain"
"Saya sudah tahu namamu. Dan nama saya, Aidan"
Adiba menggelengkan kepalanya melihat tingkah Aidan yang seenaknya sendiri.
"Kamu masih single? Atau mau dijodohkan juga seperti sahabatmu?"
Kali ini pertanyaan Aidan membuat Adiba terperanjat, bagaimana tidak? Baru saja bertemu sudah bertanya hal yang bersifat pribadi.
"Mau mendengarkan lagu? Kamu suka musik atau lagu apa Didie?" tanyanya dengan panggilan yang dibuatnya sendiri.
"Just, Adiba. Okay?"
"But, I want to call you, Didie"
(Tapi aku ingin memanggilmu Didie)
'Astaghfirullah.. ini orang lama-lama bikin tensi naik deh! Didie apa coba, emang aku siapanya'
"Didie itu panggilan kesayangan untuk adik perempuan saya" ucap Aidan tiba-tiba.
"Kalau panggilan kesayangan untuk adikmu lalu kenapa kamu memanggil saya itu? Jangan-"
"Adik saya sudah meninggal" Aidan memotong perkataan Adiba.
"Innalillahi wa innailaihi roojiun. Maaf saya tidak tahu"
"It's okay. I'm fine"
Baru pertama kalinya Aidan mengobrol dengan seorang wanita panjang kali lebar selain dengan Fadlan dan sahabat-sahabatnya. Biasanya hanya menjawab singkat atau enggan mengajak bicara apalagi pada wanita.
"Hei, jangan melamun! Ini sudah sampai" tegur Aidan.
"Oh iya, terimakasih sudah mengantar"
Adiba hendak membangunkan Jihan yang masih tertidur pulas.
"Itu ayahmu?" tanya Aidan melihat seseorang keluar dari rumah.
"Hemm..iya" jawab Adiba singkat.
'Dia kenapa sih? Apa takut kena marah ayahnya? ' batin Aidan yang melihat Adiba sedikit gugup.
Setelah Jihan bangun, mereka berdua keluar dari mobil begitu juga dengan Aidan. Ternyata ayahnya Adiba sudah berdiri di pintu gerbang.
Aidan langsung turun dari mobil dan menyalami ayah Adiba.
"Terimakasih sudah mengantar anak saya, kamu saudaranya pak Musthofa?"
"A-itu, saya temannya calon suami Syifa. Kalau begitu, saya permisi mau langsung pulang pak" jelas Aidan.
"Loh kenapa sudah mau pulang? Mampir dulu nak"
"Tidak pak, terimakasih"
"Terimakasih" ujar Adiba sebelum masuk ke rumah.
Aidan sempat memandangi Adiba yang berjalan masuk ke rumah. Sebagai seorang ayah, ustadz Taufiq mengetahui kalau pemuda di hadapannya ini diam-diam sedang mengagumi putrinya.
"Ekhem!"
"A-maaf pak, assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam..hati-hati di jalan nak"
...----------------...
Siang hari setelah Syifa pulang kuliah, ummi Salwa dan Syifa pergi ke butik tante Silvi untuk melihat gaun pengantin yang akan ia kenakan pada hari pernikahannya nanti.
Syifa dan ummi Salwa di sambut hangat oleh tante Silvi dan beberapa karyawannya, tidak menunggu lama, Syifa langsung di suruh memilih sendiri beberapa koleksi gaun pengantin limited edition di butik tante Silvi.
Sedangkan tante Silvi dan ummi Salwa melihat koleksi desain baju seragam keluarga yang akan mereka pakai di acara pernikahan.
Setengah jam berlalu, Fadlan baru datang ke butik tante Silvi.
"Assalamu'alaikum, maaf ummi, tante sudah membuat kalian menunggu" sapa Fadlan yang baru datang dan langsung menyalami mereka.
"Wa'alaikumussalam" jawab mereka berbarengan.
"Kenapa baru sampai sih Fad? Untung saja ibu mertua sama calon istri kamu belum pulang"
"Iya tante, maaf. Tadi ada urusan sebentar" jawab Fadlan tersenyum ramah.
"Oh iya nak Fadlan, Syifa sepertinya kebingungan mencari gaun yang mau dipakai" ujar ummi Salwa melihat putrinya.
"Sana gih kamu bantu dia pilihkan gaun pengantin" titah tante Silvi.
"Baik ummi, tante. Saya kesana dulu" berjalan menghampiri Syifa.
.............
"Ekhem.."
Syifa yang sedang fokus memilih gaun menoleh ke sumber suara yang tidak asing di telinganya.
"Sudah dapat gaunnya?" tanya Fadlan datar sambil mengamati beberapa gaun.
"Belum" jawabnya singkat.
Mendengar respon cuek dari Syifa, Fadlan berinisiatif untuk memilihkan beberapa gaun untuk calon istrinya.
"Tolong bantu dia mencoba gaun yang dua itu, dan satu yang sebelah sana. Juga yang ini" Fadlan menunjuk beberapa pilihan gaun pada karyawan butik.
"Baik tuan" jawab salah satu karyawan tersenyum penuh harap supaya Fadlan melirik ke arahnya.
'hmm, ngga di kampus ngga dimana-mana, banyak sekali yang cari perhatian sama ini orang' batin Syifa sedikit kesal memperhatikan satu per satu karyawan butik tante Silvi.
"Mari kak, saya antar ke ruang ganti" ujar karyawan butik yang lain pada Syifa.
"O-oh iya kak.."
Syifa mulai mencoba beberapa gaun yang sudah di pilihkan oleh Fadlan. Sembari menunggu Syifa berganti gaun, Fadlan juga tidak ketinggalan mencoba koleksi setelan jas untuk hari pernikahannya nanti.
Setelah selesai mencoba dan menemukan warna dan ukuran jas yang sesuai keinginannya, Fadlan ikut duduk bersama ummi Salwa juga tante Silvi.
"Kalau yang ini bagaimana?" tanya Syifa yang sudah mulai kelelahan berganti gaun yang ke empat.
"Cantik sayang, tante sih oke, kalau mbak Salwa gimana?"
"Ummi setuju saja, asal kamu nyaman nak"
Fadlan mengamati Syifa sangat detail dari atas kepala sampai bawah.
"Ganti"
"Ya Allah lagi? Ini sudah yang ke empat bapak, yang benar saja" protes Syifa kesal.
"Eh Syifa cantik, kalian bukan lagi di kampus loh ya. Masa panggil calon suami bapak sih?" tegur tante Silvi.
Fadlan terkekeh mendengar teguran tantenya pada Syifa.
"Kamu juga Fadlan panggil yang romantis sedikit, jangan dingin terus sama calon istri, panggil sayang, honey, beb atau apa gitu" sambung tante Silvi lagi.
"M-maaf tante.." jawab Syifa merasa tidak enak hati pada tante Silvi.
"Pokoknya tante ngga mau tahu, kalian diskusikan berdua saja, masalah gaun dan jas yang mau di pakai. Tante sama umminya Syifa mau minum teh dulu"
.................
Setelah Syifa berganti gaun yang ke lima, karyawan butik membuka tirai ruang ganti. Fadlan yang sedang fokus pada handphonenya, pandangannya teralihkan pada seseorang di depannya sekarang.
Fadlan diam tak bergeming, tatapannya tak sedikit pun menjauh dari Syifa.
Syifa mengenakan gaun muslimah dengan potongan A Line berbalut brukat elegant juga hijab syar'i lengkap dengan veil dan mahkotanya.
"Ehmm...kalau yang ini bagaimana pak..ehh m-mas?" tanya Syifa gugup melihat Fadlan yang memandangnya tanpa berkedip.
Tante Silvi menyenggol lengan ummi Salwa memberi isyarat kalau Fadlan dan Syifa sedang tersipu.
"Ya? Bagaimana tadi?" tanya Fadlan salah tingkah dipanggil Mas oleh Syifa.
"Kalau yang ini bagaimana? Mas Fadlan" ulang Syifa menundukkan wajah.
"Hm, ini lebih cantik..ekhem maksud saya gaunnya"
"Gaun apa orangnya, Fad?" menyenggol lengan ponakannya. "Nih mbak Salwa, calon menantu udah mulai genit. Tahan sebentar lagi Fad, nunggu sah jadi suami istri"
Fadlan hanya tersenyum menanggapi pertanyaan dari tantenya.
"Yuk tante mau kasih lihat gaun terbaru siapa tahu cocok buat acara resepsi kalian"
...****************...
Mohon maaf ya temen-temen sekian lama baru update lagi..
Karena waktu akhir tahun 2021 mimin disibukkan dengan persiapan wisuda, awal tahun 2022 dilanjut persiapan buat acara pernikahan..
Selain itu mimin yang di real life juga sebagai kang henna juga asisten MUA, alhamdulillah jobnya lagi ramai terus..
Jadi kalau mau luangin waktu buat update novel selalu terjeda karena udah cape dan banyak pikiran :'(
Jangan lupa Like, Komen dan Share ya,
Yang mau kasih kritik dan saran juga boleh banget :)
Have a nice day temen-temen....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Herry Murniasih
semoga persiapan menuju halal lancar 🥰🥰
2024-10-19
0
Anita Jenius
Salam kenal kak.
ceritanya bagus banget.
5 like mendarat buatmu kak.
mari kita saling mendukung ya. thanks
2024-05-13
0