#Flashback
Sebelum Aidan menghadiri acara tasyakuran aqiqah kemarin, karena terjebak hujan dan kemejanya basah, dia meminta izin pada ustadz Taufiq untuk menunggu hujan reda di rumah beliau.
Ustadz Taufiq mengizinkan Aidan untuk singgah sebentar bahkan mengajaknya untuk makan malam lebih dulu bersama keluarganya. Saat di meja makan, Adiba merasa canggung karena Aidan terang-terangan mencuri pandang ke arahnya.
"Didie, kamu mau menemani saya hadir di acara teman tidak?" tanya Aidan menyelinap ke dapur ketika Adiba menaruh piring kotor.
"Maaf, tidak bisa" Adiba menjawab dengan cuek.
"Please, Didie, hm?" menahan lengan Adiba yang tertutup pakaian.
Merasa risih dengan Aidan yang terus berusaha melakukan kontak fisik, Adiba menghindar dan mencoba mengingatkannya.
"Tolong jaga batasan ya pak Aidan. Lagipula sebenarnya kita tidak saling mengenal satu sama lain, saya berterimakasih karena sudah mau mengantarkan ummi dan saya pulang ke rumah. Tapi tidak serta merta membuat kita jadi dekat dan anda boleh seenaknya terhadap saya" tegur Adiba tanpa memandang ke arah Aidan.
Aidan terdiam mencerna setiap perkataan Adiba.
'dia begitu tidak suka dengan ku? kenapa perkataan yang keluar dari mulutnya membuat hatiku sakit?' Aidan bermonolog dalam hati sambil terus melihat Adiba yang menunduk.
"Saya permisi" lirih Adiba hendak beranjak dari sana.
"Tunggu Adiba"
'nah itu bisa manggil nama ku, dari tadi panggil Didie terus. kan ummi sama abi bisa mengira aku sama dia ada sesuatu'
Adiba menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arah Aidan.
"Maaf, bukan maksud saya seenaknya padamu, Adiba. Tapi saya-" menjeda kalimatnya.
"Saya menyukaimu" ujar Aidan pelan tetapi masih bisa di dengar oleh Adiba.
DEG!
Spontan Adiba membulatkan kedua matanya mendengar pengakuan dari Aidan, seorang pria yang baru dia kenal beberapa minggu yang lalu.
'barusan dia bilang apa? telingaku ngga salah denger ya? ingat Adiba jangan mendekati zina'
"Hei, dengar, saya tidak memintamu untuk membalasnya dan juga tidak bermaksud mengajakmu pacaran, karena saya tahu pasti tidak akan di izinkan oleh ayahmu. Tapi, saya hanya ingin memberitahumu saja"
"Yang tidak memperbolehkan pacaran adalah agama, bukan abi saya. Karena pacaran akan membuat orang mendekati perbuatan zina. Jika seorang pria menyukai seorang wanita dan dia berniat atau ada niat untuk menjalin hubungan yang serius maka temuilah orang tuanya atau walinya"
"Jadi, apa saya salah mempunyai rasa suka padamu?" Aidan berjalan mendekat pada Adiba.
"Anda pikir saja sendiri pak Aidan, permisi" Adiba berlalu meninggalkan Aidan yang masih berdiri terpaku.
Ba'da Isya hujan masih turun rintik-rintik, Aidan pun memutuskan untuk pamit pada ustadz Taufiq dan ummi Fatima. Karena kemejanya yang tak kunjung kering, ustadz Taufiq meminjamkan satu kemeja miliknya pada Aidan.
"Maaf sudah merepotkan pak, bu. Saya mau pamit"
"Tidak merepotkan, sekali lagi saya berterimakasih sudah mengantarkan istri dan putri saya pulang, nak. Kamu hati-hati di jalan" menepuk pundak Aidan.
"Sudah seharusnya sebagai seorang muslim saling tolong menolong, pak. Saya permisi, assalamu'alaikum" menyalami tangan ustadz Taufiq.
"Wa'alaikumussalam warahmatullah" jawab ustadz Taufiq dan ummi Fatima bersamaan.
Aidan melajukan mobilnya dari halaman rumah ustadz Taufiq, dengan sedikit menoleh ke teras rumah berharap Adiba ada di sana, nyatanya Adiba tidak keluar sama sekali meskipun tahu Aidan hendak pulang.
"Masyaa Allah ya mi, di zaman sekarang masih ada pemuda yang baik seperti dia. Siapa namanya tadi?"
"Aidan abi"
"Ya, Aidan. Pemuda yang cerdas, intelektual dan pekerja keras, abi tersentuh mendengar cerita hidupnya yang sudah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya sejak kecil. Sayangnya dia jauh dari ilmu agama, tapi alhamdulillah tadi dia bilang sendiri ke abi kalau pelan-pelan mau memperdalam ilmu agama" berjalan masuk ke dalam rumah sembari berbincang pada ummi Fatima.
"Ehm, memangnya apa pekerjaanya bi?"
"Dia asisten pribadinya suaminya Syifa, mi. Tadi waktu abi tanya juga katanya dia lulusan Sarjana Hukum di universitas yang sama seperti Fadlan"
"Begitu ya bi, rupanya abi sudah bertanya banyak pada pemuda itu. Tapi, apakah abi tahu sesuatu?" tanya ummi Fatima dengan suara pelan.
"Kenapa bisik-bisik seperti itu? Ada apa?"
"Pelan bi bicaranya, nanti Adiba dengar. Sewaktu Adiba ke dapur, ummi tidak sengaja mendengar mereka berdua sedang mengobrol dan kalau ummi tidak salah dengar, disitu Aidan baru saja mengungkapkan perasaannya pada Adiba"
Ustadz Taufiq terkejut mendengar penjelasan dari istrinya, beliau tidak menyangka kalau pemuda yang baru saja datang ke rumahnya ternyata menyimpan perasaan pada putrinya.
"Sebetulnya ummi sudah tahu dari cara dia memanggil Adiba saat di supermarket dan beberapa kali ummi melihatnya mencuri pandang ke Adiba"
"Astaghfirullah, kenapa abi tidak menyadari itu. Lalu Adiba bagaimana?" ustadz Taufiq menepuk keningnya sendiri.
"Adiba tidak mau keluar kamar karena pembicaraan mereka di dapur, abi. Dia meminta pada Aidan supaya menjaga batasan antara pria dan wanita"
"Bukannya abi berencana untuk mengenalkan anaknya ustadz Munawir pada Adiba?" tanya ummi Fatima mengingatkan suaminya.
"Nanti saja mi, kita tunggu waktu yang pas"
"Ya sudah, ummi ikut apa kata abi saja"
#Flashback End
...----------------...
Keesokan harinya, Fadlan dan Syifa terlihat pergi ke kampus bersama. Dimulai keromantisan pagi ketika Syifa mengikatkan dasi suaminya di kamar, berlanjut sikap bucin Fadlan di meja makan, sampai perjalanan menuju kampus juga diwarnai oleh kebucinan mereka.
"Mas, boleh nunduk sedikit ngga?" kesulitan memakaikan dasi pada Fadlan.
"Boleh sayang, maaf mas lupa"
"Nah, sudah rapih. Yuk sarapan mas" merapihkan dasi juga kemeja yang dipakai suaminya.
"Terimakasih istriku. Saya sangat merindukan suasana seperti ini setiap pagi, rasanya sudah lama sekali" mengingat pertama kali dia meminta Syifa memakaikan dasinya.
"Maafin Syifa ya mas, masih belum dewasa" merasa bersalah akan sikapnya kemarin.
Fadlan mengusap pelan puncak kepala istrinya.
"Sudah dek. Kita sudah sepakat bukan untuk memulai semuanya dari awal?" memeluk pinggang Syifa merapatkan jarak di antara mereka.
"Hmm, iya mas. K-kalau gitu kita sarapan yuk?" ajak Syifa lagi.
"Iya sayang, tapi mas mau minta morning kiss dulu" menggoda istrinya.
"Mulai deh dosen satu ini" menggelitik pinggang suaminya.
"Hei, geli dek. Haha stop it baby, please" Fadlan tertawa kegelian karena Syifa menggelitik pinggangnya.
"Nah tahu rasa kan?" ancam Syifa menyipitkan matanya.
CUP!
Fadlan mencuri morning kiss di bibir istrinya, tingkah Fadlan sukses membuat istrinya syok dibuatnya. Setelah mencium istrinya, Fadlan bergegas keluar dari kamar menghindari omelan dari sang istri.
Syifa yang masih berada di kamar hanya menggelengkan kepala melihat tingkah suaminya yang mirip anak kecil.
"Ya Allah, dulu Syifa pernah bilang pengin jadi pengantin sama kak Fadlan, tapi ternyata memang dia jodohnya Syifa" menutupi wajahnya dengan kedua tangannya karena malu.
...----------------...
Dalam perjalanan menuju kampus Fadlan masih saja menggenggam tangan istrinya sembari mengemudikan mobilnya, sesekali dia mencium punggung tangan istrinya. Syifa menyandarkan kepalanya pada bahu suaminya.
Padahal mereka sengaja berangkat lebih pagi supaya tidak terjebak macet, namun karena ada perbaikan jalan meskipun sudah berangkat pagi, mereka tetap terjebak macet.
"Kamu masih mengantuk ya, humaira-nya mas?" tanya Fadlan mengecup kening Syifa.
"Hehe, sedikit. Tapi untung hari ini ngga ada mata kuliahnya pak Fadlan" melirik ke arah suaminya.
"Oh, jadi begitu ya? Memang mahasiswi satu ini harus diberi hadiah supaya tidak berani tidur di jam kuliah, hm?"
"Wow, hadiah. Mau dong mas"
"Oke. Sini saya beri tahu" membisikkan sesuatu di telinga istrinya yang tertutup jilbab.
"Nanti malam jangan di tunda lagi ya, sayang? Jangan lupa pakai baju seperti malam itu"
Sampai terbatuk Syifa mendengarnya, sedangkan suaminya tertawa puas karena berhasil menjahili istrinya.
"Uhukk.. uhukk, ih dasar genit" memukul pelan dada bidang suaminya.
"Genit sama kamu tidak ada yang melarang kan?" menyenggol lengan Syifa.
'Ya Allah, kalau tiap hari di bikin bucin begini sih bisa spot jantung beneran aku'
"Dih, serius nih mas"
"Iya sayang, saya serius. Untuk apa kita menunda lagi? Kakek sudah minta cicit, abah sama ummi juga sudah siap menimang cucu kan?"
"T-tapi Syifa masih kuliah mas, satu angkatan di kampus saja banyak yang belum tahu Syifa sudah menikah. Kalau nanti Syifa hamil, nanti dikira hamil sama siapa lagi"
"Hm, kalau mas beri tahu identitas asli kamu di kampus, apa kamu sudah siap sayang?"
"Syifa ngga mau orang-orang mengira yang tidak baik ke mas Fadlan, apalagi sampai memberi citra yang buruk buat profesi mas sebagai dosen" bergelayut manja pada lengan suaminya.
"Sayang...rektor, dekan, kaprodi saja tidak masalah, kenapa kamu begitu khawatir hm? Mas yang akan menanggung semua resiko yang akan terjadi dan mas juga janji akan melindungimu jika ada yang berniat ingin mencelakai istri kesayangan mas ini" meyakinkan Syifa kalau semuanya akan baik-baik saja.
Syifa jadi teringat akan segerombolan bodyguard kemarin malam yang diceritakan oleh pak Ridwan. Dia mulai mengerti kalau suaminya jelas mempunyai pengaruh, baik dalam dunia bisnis dan di kampus yang mungkin sebenarnya kampus tempatnya kuliah bisa di beli oleh suaminya.
"Hm, terserah mas Fadlan saja deh. Syifa ikut saja, tapi tunggu ujian tengah semester selesai ya mas?"
"Baik tuan putri, oh ya sayang, kamu ingin honeymoon kemana?" tanya Fadlan tiba-tiba.
"Hm? Honeymoon? Syifa ngga pengin kemana-mana mas, Syifa cuma pengin ke kota P, ziarah ke makamnya ummi sama abi. Syifa kangen sekali sama ummi Aminah sama abi Fadhil" Syifa kembali mengingat momen kebersamaan ketika diajak makan malam dan berlibur dengan keluarganya Fadlan sewaktu dia kecil.
'dek, ummi sama abi pasti bahagia di sana karena mereka tahu kalau menantunya adalah Asyifa Humaira'
"Insyaa Allah nanti mas ajak kamu ziarah ke makam ummi sama abi ya" Fadlan berusaha menyembunyikan kesedihan yang ia rasakan.
Sekitar lima belas menit terjebak di kemacetan, mobil Fadlan bisa melanjutkan perjalanan menuju kampus untuk mengantar istrinya kuliah. Tak berselang lama mereka sampai di area parkiran kampus, tentu saja karena pemaksaan dari Fadlan yang tidak ingin istrinya jalan terlalu jauh.
"Ih sudah dibilang berhenti depan gerbang kampus saja kenapa berhenti di parkiran dosen sih mas?" merapihkan beberapa buku yang ia keluarkan dari tas.
"Hari ini kamu harus jaga stamina, tidak boleh kelelahan. Kan nanti malam-"
"Aissh, mas Fadlan!"
"Iya sayang?" jawabnya dengan senyuman manisnya.
'Allah Ya Karim, sejak kapan es batu ini mencair?'
"Ini di kampus loh mas, profesional" Syifa mengingatkan suaminya.
"Oke, selebihnya saya bebas memanggilmu sayang, entah itu di kampus atau di mana saja"
"Ya terserah mas saja. Syifa kuliah dulu ya mas?" menyalami tangan suaminya.
"Iya sayang, semangat belajarnya. Nanti siang mas perlu meeting sebentar di rumah sakit, kamu mau langsung pulang atau bagaimana?"
"Hmm, Syifa nunggu mas di tempatnya tante sarah sama nafisah aja ya? Boleh?"
"Boleh, dek. Ya sudah, sana masuk. Nanti terlambat"
Syifa hendak membuka pintu mobil.
"Eh tunggu dulu" ucap Fadlan menahan lengan istrinya.
"Kenapa lagi mas?"
CHU~
Fadlan mengecup pipi Syifa dan menahannya beberapa detik hingga akhirnya keduanya salah tingkah karena bunyi klakson kendaraan yang mengagetkan mereka berdua.
...****************...
Mohon maaf ya kalau telat update ceritanya.
karena author sama anak author yang masih kecil, sedang sakit. Jadi author fokus ngurusin bocil yang udah memasuki fase toddler yang memang lagi aktif-aktifnya bermain.
semoga temen-temen suka ya dengan ceritanya. Boleh dibantu like, share dan kritik saran yang membangun ya. Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Herry Murniasih
yang lagi pada bucin 😂😂
2024-10-21
0
Aira Azzahra Humaira
ah mesem mesem sendiri
2024-09-20
0
Ipul Pasha
kak, ditunggu updatenya ya jsngan kelamaan. Q suka cerita ini....kalau kelamaan kuatirnya nnti saya berpindah ke cerita yg lain.
2024-05-28
0