Takdir Cinta Kita
Pagi ini langit terlihat sangat cerah, secerah senyuman seorang gadis yang sedang bersantai di bawah pohon rindang di samping kantin kampus bersama kedua temannya. Sesekali mereka mengobrol ringan tentang tugas kuliah mereka dan sesekali membahas rencana setelah lulus nanti.
"Aku tebak, nanti setelah lulus yang nikah dulu itu Jihan. Soalnya Jihan kan udah ngebet, iya kan Syifa?" seru salah satu temannya, yang bernama Adiba.
"Enak aja, Syifa tuh yang udah punya incaran. Mas Hasbi kan Syif?" timpal teman satunya lagi, Jihan.
"Astaghfirullah, kagum bukan berarti suka ya" jawab gadis yang memiliki lesung pipi itu.
Namanya Asyifa Humaira, orang terdekatnya sering memanggilnya Syifa. Tahun ini usianya genap 21 tahun, dia seorang mahasiswi semester 5 salah satu kampus swasta berbasis agama di kota T.
Pribadinya yang ceria dan humble menjadikannya punya banyak teman, walau demikian, dia lebih sering bersama dengan kedua teman dekatnya dibanding dengan teman-temannya yang lain.
Syifa dan keluarganya tinggal di salah satu perkampungan yang jaraknya lumayan jauh dari kampusnya. Latar belakang keluarganya bukan lah dari masyarakat menengah atas, melainkan Syifa berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya seorang wirausaha, sedangkan sang ibunda hanya ibu rumah tangga.
Syifa mempunyai dua adik, yang pertama masih menuntut ilmu di MA (Madrasah Aliyah), sedangkan yang kedua masih duduk di bangku MTs (Madrasah Tsanawiyah). Terkadang Syifa dan adiknya memberikan les privat juga belajar mengaji gratis untuk anak-anak di kampung itu.
Syifa juga masih mempunyai seorang kakek, dulu kakeknya berprofesi sebagai petani. Meskipun hanya seorang petani kakeknya mempunyai banyak teman dan relasi orang-orang sukses. Salah satunya kakek Nizar, seorang dokter sekaligus direktur utama di Rumah Sakit Ganendra, rumah sakit terbesar di kota ini. Kakek Nizar merupakan sahabat terbaik beliau dari sekolah dasar hingga SMA.
...(Ilustrasi foto keluarga kakek, nenek dan orang tua Syifa)...
...----------------...
Sembari menikmati angin yang sepoi-sepoi di bawah pohon rindang itu, Syifa memejamkan matanya sejenak. Dia teringat dengan pembicaraan kakek dan kedua orang tuanya beberapa hari yang lalu.
"Cucuku, Asyifa Humaira. Ada yang ingin kakek bicarakan denganmu, duduklah di samping orang tuamu"
"Hm, nggih kek"
Mereka sedang duduk di ruang keluarga yang biasa dipakai untuk bersantai dan menonton TV.
"Kalau kakek tidak salah ingat, tahun ini umur kamu sudah genap dua puluh satu tahun ya?"
"Nggih, betul kek"
"Nah itu artinya, kakek menganggap kamu sudah cukup umur untuk mengetahui maksud dari keinginan kakek. Kamu masih ingat kakek Nizar?" tanya kakeknya dengan tatapan serius.
"Masih, beliau sahabat baiknya kakek, kan?"
"Alhamdulillah kalau kamu masih ingat. Sebelum beliau meninggal dunia, kakek Nizar menitipkan satu wasiat pada kakekmu ini. Yaitu ingin menjodohkan cucunya, karena sampai sekarang cucu kakek Nizar masih lajang"
Syifa menyimak dengan seksama kata demi kata yang diucapkan oleh kakeknya, begitu juga dengan kedua orang tuanya.
"Maksud kakek ingin meminta bantuan Syifa mencarikan jodoh untuk cucunya kakek Nizar?" tanya Syifa lugu.
Sontak kakek dan kedua orang tuanya pun terkekeh karena keluguan Syifa.
"Haha bukan itu maksud kakek, ndo. Hm, justru kakek Nizar ingin menjodohkan cucunya dengan kamu, usianya berbeda sembilan tahun denganmu"
'Ya Allah, ngga salah denger ini? Menjodohkan aku dengan cucunya kakek Nizar?' seketika Syifa kesulitan menelan salivanya.
Syifa terperanjat mendengarnya, lewat isyarat mata Syifa meminta bantuan penjelasan dari abah dan umminya.
"Maaf sebelumnya abi, mungkin ini terlalu mendadak bagi Syifa. Kalau boleh Salwa tahu, apa perjodohan ini harus dilaksanakan secepatnya?" tutur ummi Salwa yang merupakan ibu kandung Syifa, beliau mencoba meminta penjelasan lebih detail dari ayah mertuanya.
"Bisa dibilang bukan mendadak. Hanya saja, aku dan Musthofa baru mengatakan hal ini pada kalian. Kakek dan abahmu sudah lebih dulu bertemu dengan cucunya Nizar" menjeda sejenak perkataanya.
"Dia seorang pria yang mapan, mempunyai karir yang bagus, berkharisma, tampan juga bertanggung jawab dan memiliki kepribadian yang baik. Jadi kemungkinan dia tidak akan menunda perjodohan ini" lanjut sang kakek sembari menyeruput teh hangat buatan sang cucu.
"Ngapunten, abi. Bagaimana dengan Syifa yang masih kuliah?" tanya ummi Salwa lagi, beliau paham betul kalau putrinya syok dengan pembicaraan kakeknya.
"Apa yang harus dikhawatirkan, Salwa? Syifa masih bisa melanjutkan kuliahnya. Pria itu juga tidak akan melarangnya, karena dia seorang dosen dan business man"
"Tapi Syifa tidak mengenalnya" lirih Syifa yang khawatir akan menyinggung perasaan sang kakek kalau langsung menolaknya.
"Dalam agama Islam jodoh merupakan rahasia, takdir Allah yang tidak diketahui manusia sama sekali. Manusia tidak akan pernah tahu siapa jodoh yang akan mendampingi selama hidup hingga kehidupan akhirat kelak. Tetapi setiap umat muslim perlu meyakini bahwa Allah adalah penentu takdir terbaik untuk setiap hamba-Nya" kini abah Musthofa mulai membuka suara.
"Islam melarang menikahkan dengan paksa, baik gadis atau janda dengan pria yang tidak disenanginya. Akad nikah tanpa kerelaan wanita tidaklah sah. Ia berhak menuntut dibatalkannya perkawinan yang dilakukan oleh walinya dengan paksa" jelas beliau pada putrinya juga ayahnya.
"Bukan kah ta'aruf sangat dianjurkan dalam Islam? Ketimbang seorang laki-laki dan perempuan menjalin pacaran sebelum ke pelaminan. Jika berpacaran dikhawatirkan mereka yang bukan mahram melakukan zina. Pada prinsipnya, tujuan ta'aruf yaitu mencari jodoh yang sesuai, sekufu, dan diridai Allah Swt. Tidak boleh ada niatan mencoba-coba dalam hal perjodohan" abah Musthofa mengakhiri pernyataan darinya.
"Menyambung dari penjelasan abah, di sini ummi mau bertanya pada Syifa. Apakah kamu sudah mempunyai pria pilihan sendiri atau sedang menyukai seseorang?"
Syifa menggeleng dengan tatapan sendu.
"Tidak ada ummi" menunduk tanpa berani menatap kedua orang tua dan kakeknya.
Orang tua dan kakeknya bernafas lega mendengar jawaban dari Syifa. Lalu sang kakek memberikan satu lembar foto seseorang pada cucunya itu. Dengan ragu-ragu Syifa menerimanya.
Syifa tertegun sesaat ketika melihat foto tersebut.
'Subhanallah..ini kah orangnya? Apa kakek tidak salah memberikan foto?' dia bertanya pada diri sendiri.
"Namanya Muhammad Fadhlan Ganendra, dia lulusan S1 salah satu universitas Swiss, lulus S2 di salah satu universitas ternama di Amerika, dan sekarang dia juga sedang menyelesaikan studi S3nya. Profesinya seorang dosen dan pewaris tunggal dari keluarga Ganendra" jelas kakek Ali saat Syifa masih memegang foto itu.
Syifa kembali kesulitan menelan salivanya mendengar penjelasan kakeknya tentang latar belakang pria yang akan dijodohkan dengannya.
'Masyaa Allah latar belakang keluarga dan pendidikannya hebat sekali'
"Dia sudah menjadi yatim piatu sejak usia remaja, dan dua tahun yang lalu, dia juga kehilangan kakeknya" tutur kakek Ali dengan kesedihan tersirat pada wajahnya.
'Innalillahi wa innailaihi roojiun, dibalik kesuksesan orang ini, ternyata sudah ditinggalkan orang-orang terdekatnya untuk selama-lamanya'
"Bagaimana pendapatmu, ndo?" tanya abahnya.
"Hmm.. itu, kalau boleh Syifa mau istikharah dulu abah, kakek"
"Tentu, tentu saja boleh" jawab kakek bahagia.
"Insyaa Allah minggu depan dia mau silaturrahmi ke sini bersama kerabatnya" tutur kakeknya lagi.
......................
"Syif, Syifa. Tidur ya ini bocah?"
Suara Jihan menyadarkan Syifa yang dari tadi memejamkan matanya.
"Eh, ya kenapa?" tanya Syifa kaget.
"Kamu lagi ngga enak badan ya?" tanya Adiba yang melihat sahabatnya lebih banyak diam hari ini.
"Engga ko, Diba. Hm..Kalian masih mau disini? Aku mau ke ruangan dulu ya” ujar Syifa melihat kedua temannya yang masih memakan cemilan.
"Aku juga mau udahan nih, ngga tahu tuh kalau Jihan"
"Hihh Adiba selalu saja aku yang kena batunya.."
"Kalian belum bayar ke ibu kantin kan? Sana bayar dulu gihh" titah Syifa.
"Diba..aku nebeng dulu ya hihi besok aku yang traktir" Jihan meringis menunjukkan gigi kelincinya.
"Kebiasaan kamu dehh, tungguin ya jangan ditinggal!" berjalan memasuki kantin yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat mereka duduk.
Sembari menunggu Adiba membayar ke ibu kantin, Syifa melihat layar handphonenya yang berdering.
Dari : Ummi
"Ndo, ingat pulangnya jangan terlalu sore. Keluarganya kakek Nizar mau silaturrahim nanti malam"
......................
Syifa menghela nafas panjang setelah menerima pesan dari umminya. Ketika hendak membalas, Jihan mengejutkan Syifa dengan kehadiran seseorang.
"Syif! Mas Hasbi tuhh..cowo idaman kamu. Eh..eh dia kesini" menepuk pundak Syifa kegirangan.
"Duhh, jangan heboh gitu dong...sakit nih" mengusap pundaknya.
"Hehe maaf Syif, habis excited banget.."
Hasbi, mahasiswa yang banyak menarik perhatian mahasiswi-mahasiswi di kampus. Selain berprestasi, dia terkenal dengan sosok yang agamis, aktif dalam kegiatan organisasi keagamaan dan suara merdunya ketika melantunkan qosidah juga ayat-ayat suci Al Qur'an di acara kampus membuat para mahasiswi di seluruh penjuru kampus terpesona dan mengaguminya.
"Assalamu'alaikum" sapa Yusuf, temannya Hasbi.
"Wa'alaikumussalam" jawab Syifa dan Jihan bersamaan.
"Han, dicariin nih sama ketua " sahut Yusuf.
"Eh iya kenapa Mas Hasbi?"
"Tentang persiapan acara minggu depan sudah sampai mana? Sudah disiapkan semuanya?" tanya Hasbi pada Jihan, namun mencuri pandang ke arah Syifa.
"Oh itu, udah beres mas. Paling dua kali latihan lagi juga temen-temen dari ekskul rebana udah siap"
"Ya sudah kalau begitu tolong di koordinasikan dengan baik ya Han, saya pamit dulu"
"Mas, dicari sama Syifa nih" ujar Jihan cekikikan menggoda temannya.
"Jihan!" pekik Syifa mencubit pelan lengan Jihan, kemudian tersenyum kaku tanpa melihat wajah Hasbi.
Hasbi membalas senyuman Syifa, suasana canggung menyelimuti keduanya.
"Yuk gais, kita balik ke ruangan" ujar Adiba yang sudah berdiri di samping Syifa.
"Emm yuk Diba, Jihan" ajak Syifa kembali menunduk ketika mengetahui Hasbi melihat ke arahnya, lalu langsung menarik lengan Adiba dan Jihan bersamaan.
"Ehh..ehh Syif bentaran, Mas Hasbi duluan ya, Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam" jawab Hasbi dan Yusuf.
"Dihh kenapa itu bocah?" kata Yusuf merasa aneh dengan tingkah Syifa.
"Sudah, kita harus ke aula" ajak Hasbi berjalan meninggalkan Yusuf.
'Syifa ya namanya? Cantik, secantik orangnya' batin Hasbi merasakan satu getaran di hatinya.
...----------------...
Sebelum pulang ke rumah, Syifa mengecek handphone yang ia setel mode senyap selama kuliah. Dan benar saja, banyak panggilan tidak terjawab dari abah dan umminya, dia melupakan pesan yang dikirimkan oleh umminya.
Syifa pun bergegas pulang ke rumah, di tengah jalan dia mampir ke mini market untuk membelikan adik-adiknya es krim dan snack sesuai janjinya pada mereka kemarin.
* Mini Market
"Tasya sama Zaki emang ada aja permintaanya, udah tahu kakaknya di suruh cepet pulang, pakai acara nitip jajan segala" gumamnya.
Ketika Syifa hendak mengambil minuman kesukaanya yang hanya tinggal satu, tidak sengaja tangannya bersentuhan dengan tangan seseorang.
"Astaghfirullah" spontan langsung menarik tangannya.
Dia merasa tidak enak hati kalau barusan bersentuhan dengan tangan seseorang yang bukan mahrom. Syifa diam terpaku.
Perlahan dia menoleh ke samping dan terkejut dibuatnya. Seorang pria yang cukup tinggi, memakai setelan kemeja dengan bagian lengan yang di lipat sampai ke siku, berdiri tepat di sampingnya.
Syifa langsung menunduk ketika pria itu menoleh ke arahnya.
'Ya Allah, maafin Syifa ngga sengaja'
Sekilas Syifa melihat wajah pria itu, rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung, tatapan matanya yang tajam.
'seperti pernah lihat, tapi dimana ya?' tuturnya bermonolog dalam hati.
"Jadi ambil atau tidak?" tanya pria itu.
"Aa itu..silahkan ambil saja" jawabnya gugup.
'astaghfirullah malunya, jaga pandangan Syifa'
Saat Syifa memalingkan wajahnya, pria itu langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah kata. Kesan yang ditinggalkan hanyalah ekspresi wajahnya yang dingin.
"Alhamdulillah akhirnya pergi juga" ucapnya merasa lega.
Ketika hendak berjalan menuju kasir, tidak sengaja Syifa menginjak sesuatu.
"Apa ini?" berjongkok untuk mengambilnya.
"Kalung? Punya siapa ya? Jangan-jangan punya orang tadi"
Ya, karena hanya ada dia dan pria tadi yang masuk ke minimarket itu. Niat hati mau mengejar pria itu, sampai dikira hendak kabur oleh kasir minimarket. Ternyata orangnya sudah tidak ada.
Lalu dia pun berinisiatif untuk menyimpannya di dalam dompet, siapa tahu suatu hari tidak sengaja bertemu dan bisa mengembalikan ke pemiliknya, pikirnya saat itu.
......................
Sampainya di rumah, Syifa melihat kakek dan abah sedang menunggu di teras rumah dengan cemas dan gelisah.
"Assalamu'alaikum" menyalami tangan abah Musthofa dan kakek.
"Wa'alaikumussalam, kenapa baru pulang Syifa?" tanya kakek khawatir.
"Emm..itu kek, tadi Syifa ta'ziah dulu sama temen-temen kampus" jelasnya sedikit gugup.
"Harusnya kamu kasih kabar nak, jadi tidak membuat yang dirumah khawatir. Di telfon juga tidak di angkat" imbuh abah yang terlihat sangat khawatir.
"Iya abah, kakek, maaf lain kali Syifa ngga akan mengulangi lagi" jawabnya tersenyum.
Setiap Syifa pulang terlambat, keluarganya pasti merasa sangat khawatir dan cemas. Hanya saja setiap kali dia bertanya tidak ada siapapun di rumah itu yang memberitahu penyebab mereka seperti itu padanya.
Namun suatu hari, Syifa pernah mendengar dari adik ayahnya, yang biasa ia panggil om Andi, beliau memberitahu kalau penyebab kakek dan orang tuanya seperti itu, karena dulu ketika Syifa masih kelas 2 di sekolah dasar, Syifa kecelakaan dan mengalami cidera yang cukup serius di kepala.
Dilihatnya ayah dan kakeknya seperti sedang berdiskusi lewat isyarat mata.
"Ekhem! Tapi kamu ingat kan, ndo?"
"Nggih kek, keluarganya kakek Nizar mau silaturrahmi kesini" jawab Syifa polos.
"Alhamdulillah..kalau begitu kamu bersiap ya, ndo"
"Ya sudah kakek, abah, Syifa masuk dulu ya"
......................
Syifa bernafas lega, bersyukur tidak jadi kena marah, akan tetapi moodnya sedikit buruk mengingat kata perjodohan. Dia menaruh kantong kresek bawaanya di meja makan. Dilihatnya ibunda tercinta sedang memasak di dapur, Syifa mendekati untuk mencium tangan sang ibunda.
"Baru pulang sayang?" tanya beliau melanjutkan aktivitas memasaknya.
"Iya ummi, tadi Syifa ta'ziah dulu"
"Innalillahi wa innailaihi roojiun, siapa yang meninggal nak?"
"Pak Jinan, dosen mata kuliah statistik mi"
"Semoga almarhum husnul khotimah Ya Rabb. Sesungguhnya setiap yang bernyawa akan merasakan yang namanya kematian"
"Aamiin. Hm, Tasya sama Zaki kemana ummi? Rasanya sepi sekali tidak ada mereka" tuturnya mencari keberadaan adik-adiknya.
"Tadi mereka disuruh kakek menjemput om Andi dan tante Dini, kebetulan ummi juga nitip jajanan untuk jamuan nanti malam. Jadi kemungkinan tantemu kerepotan"
"Begitu ya mi, ya sudah Syifa mau mandi dulu ya ummi sayang"
"Iya, jangan lupa sholat ashar, ndo"
"Sampun ummi sayang, tadi sekalian mampir di masjid"
"Alhamdulillah"
...----------------...
Hari pun semakin sore, tampak sinar jingga bersinar cerah menciptakan suasana senja kala itu menjadi sangat indah.
Sebelum adzan maghrib berkumandang di masjid maupun di musholla, adik dari ayahnya, om Andi datang bersama istri juga kedua adik Syifa.
"Kak, kenapa pakai gamis ini sih? Jelek ih, ganti pakai dress yang udah aku siapin" ujar Tasya, adik perempuan Syifa menarik tangan kakaknya ke kamar.
"Nanti deh, kakak mau sholat dulu. Lagipula ini juga bagus, Sya"
"Sst..kakak, ini dikirimin langsung sama calon suami loh" celetuk Zaki, adik Syifa yang paling tampan sendiri.
"Hufft..iya deh duo bocil cerewet! Udah gih sana pada sholat, udah adzan tuh"
...(M. Zaki Muzani & Tasya Fakhirah, Adik dari Syifa)...
......................
Selepas pulang dari masjid dekat rumah, abah Musthofa, kakek, om Andi dan Zaki melihat dua mobil berhenti di halaman rumah. Sepertinya tamu yang mereka tunggu baru datang, mereka langsung menyambutnya dengan hangat.
Kakek memeluk salah satu tamu itu layaknya orang yang sudah lama baru berjumpa kembali, hingga tidak terasa menitihkan air mata kerinduan dan bahagia.
Ummi Salwa, Tasya dan tante Dini menyambut mereka di ruang tamu. Syifa yang bersembunyi di ruang keluarga mengintip dari balik tirai, melihat kakeknya begitu bahagia sampai tidak ingin duduk jauh-jauh dari seorang pria muda yang memakai setelan jas.
"Kak, itu yang di samping kakek ya?" bisik Tasya pada Zaki.
"Iya dek, ganteng banget ya. Kak Zaki pengin juga punya wajah ganteng begitu"
"Haha mimpi lahh itu"
......................
* Ruang Tamu
"Masyaa Allah, nak, kakek sangat senang mendengar kabar kalau kamu mau datang kemari" memuji pria muda di sampingnya.
Pria itu hanya tersenyum tipis menanggapinya.
"Jadi, beberapa hari setelah datang ke kota ini. Fadhlan menghubungi saya dan tantenya, bahwa dia berniat untuk langsung melamar putri dari abang Musthofa" jelas paman Romi yang merupakan adik kandung dari ayahnya Fadhlan.
Fadhlan Ganendra, lelaki yang disebut-sebut cucu dari dokter Nizar, sahabat dari kakeknya Syifa. Sudah sangat lama sekitar 13 tahun yang lalu, dari kepindahannya yang mendadak bersama keluarganya ke kota P. Dan hari ini dia baru menginjakkan kaki kembali di tempat yang menyimpan banyak kenangan dirinya dengan calon tunangannya.
...****************...
...Asyifa Humaira...
...M. Fadhlan Ganendra...
*Gambar hanya pemanis ya kak ☺️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Herry Murniasih
🥰🥰🥰❤️
2024-10-19
0
Aira Azzahra Humaira
lanjut
2024-09-17
0
Anita Jenius
wiihh panjang banget per bab nya
2024-05-13
1