Takdir Cinta Kita
Pagi ini langit terlihat sangat cerah, secerah senyuman seorang gadis yang sedang bersantai di bawah pohon rindang di samping kantin kampus bersama kedua temannya. Sesekali mereka mengobrol ringan tentang tugas kuliah mereka dan sesekali membahas rencana setelah lulus nanti.
"Aku tebak, nanti setelah lulus yang nikah dulu itu Jihan. Soalnya Jihan kan udah ngebet, iya kan Syifa?" seru salah satu temannya, yang bernama Adiba.
"Enak aja, Syifa tuh yang udah punya incaran. Mas Hasbi kan Syif?" timpal teman satunya lagi, Jihan.
"Astaghfirullah, kagum bukan berarti suka ya" jawab gadis yang memiliki lesung pipi itu.
Namanya Asyifa Humaira, orang terdekatnya sering memanggilnya Syifa. Tahun ini usianya genap 21 tahun, dia seorang mahasiswi semester 5 salah satu kampus swasta berbasis agama di kota T.
Pribadinya yang ceria dan humble menjadikannya punya banyak teman, walau demikian, dia lebih sering bersama dengan kedua teman dekatnya dibanding dengan teman-temannya yang lain.
Syifa dan keluarganya tinggal di salah satu perkampungan yang jaraknya lumayan jauh dari kampusnya. Latar belakang keluarganya bukan lah dari masyarakat menengah atas, melainkan Syifa berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya seorang wirausaha, sedangkan sang ibunda hanya ibu rumah tangga.
Syifa mempunyai dua adik, yang pertama masih menuntut ilmu di MA (Madrasah Aliyah), sedangkan yang kedua masih duduk di bangku MTs (Madrasah Tsanawiyah). Terkadang Syifa dan adiknya memberikan les privat juga belajar mengaji gratis untuk anak-anak di kampung itu.
Syifa juga masih mempunyai seorang kakek, dulu kakeknya berprofesi sebagai petani. Meskipun hanya seorang petani kakeknya mempunyai banyak teman dan relasi orang-orang sukses. Salah satunya kakek Nizar, seorang dokter sekaligus direktur utama di Rumah Sakit Ganendra, rumah sakit terbesar di kota ini. Kakek Nizar merupakan sahabat terbaik beliau dari sekolah dasar hingga SMA.
...(Ilustrasi foto keluarga kakek, nenek dan orang tua Syifa)...
...----------------...
Sembari menikmati angin yang sepoi-sepoi di bawah pohon rindang itu, Syifa memejamkan matanya sejenak. Dia teringat dengan pembicaraan kakek dan kedua orang tuanya beberapa hari yang lalu.
"Cucuku, Asyifa Humaira. Ada yang ingin kakek bicarakan denganmu, duduklah di samping orang tuamu"
"Hm, nggih kek"
Mereka sedang duduk di ruang keluarga yang biasa dipakai untuk bersantai dan menonton TV.
"Kalau kakek tidak salah ingat, tahun ini umur kamu sudah genap dua puluh satu tahun ya?"
"Nggih, betul kek"
"Nah itu artinya, kakek menganggap kamu sudah cukup umur untuk mengetahui maksud dari keinginan kakek. Kamu masih ingat kakek Nizar?" tanya kakeknya dengan tatapan serius.
"Masih, beliau sahabat baiknya kakek, kan?"
"Alhamdulillah kalau kamu masih ingat. Sebelum beliau meninggal dunia, kakek Nizar menitipkan satu wasiat pada kakekmu ini. Yaitu ingin menjodohkan cucunya, karena sampai sekarang cucu kakek Nizar masih lajang"
Syifa menyimak dengan seksama kata demi kata yang diucapkan oleh kakeknya, begitu juga dengan kedua orang tuanya.
"Maksud kakek ingin meminta bantuan Syifa mencarikan jodoh untuk cucunya kakek Nizar?" tanya Syifa lugu.
Sontak kakek dan kedua orang tuanya pun terkekeh karena keluguan Syifa.
"Haha bukan itu maksud kakek, ndo. Hm, justru kakek Nizar ingin menjodohkan cucunya dengan kamu, usianya berbeda sembilan tahun denganmu"
'Ya Allah, ngga salah denger ini? Menjodohkan aku dengan cucunya kakek Nizar?' seketika Syifa kesulitan menelan salivanya.
Syifa terperanjat mendengarnya, lewat isyarat mata Syifa meminta bantuan penjelasan dari abah dan umminya.
"Maaf sebelumnya abi, mungkin ini terlalu mendadak bagi Syifa. Kalau boleh Salwa tahu, apa perjodohan ini harus dilaksanakan secepatnya?" tutur ummi Salwa yang merupakan ibu kandung Syifa, beliau mencoba meminta penjelasan lebih detail dari ayah mertuanya.
"Bisa dibilang bukan mendadak. Hanya saja, aku dan Musthofa baru mengatakan hal ini pada kalian. Kakek dan abahmu sudah lebih dulu bertemu dengan cucunya Nizar" menjeda sejenak perkataanya.
"Dia seorang pria yang mapan, mempunyai karir yang bagus, berkharisma, tampan juga bertanggung jawab dan memiliki kepribadian yang baik. Jadi kemungkinan dia tidak akan menunda perjodohan ini" lanjut sang kakek sembari menyeruput teh hangat buatan sang cucu.
"Ngapunten, abi. Bagaimana dengan Syifa yang masih kuliah?" tanya ummi Salwa lagi, beliau paham betul kalau putrinya syok dengan pembicaraan kakeknya.
"Apa yang harus dikhawatirkan, Salwa? Syifa masih bisa melanjutkan kuliahnya. Pria itu juga tidak akan melarangnya, karena dia seorang dosen dan business man"
"Tapi Syifa tidak mengenalnya" lirih Syifa yang khawatir akan menyinggung perasaan sang kakek kalau langsung menolaknya.
"Dalam agama Islam jodoh merupakan rahasia, takdir Allah yang tidak diketahui manusia sama sekali. Manusia tidak akan pernah tahu siapa jodoh yang akan mendampingi selama hidup hingga kehidupan akhirat kelak. Tetapi setiap umat muslim perlu meyakini bahwa Allah adalah penentu takdir terbaik untuk setiap hamba-Nya" kini abah Musthofa mulai membuka suara.
"Islam melarang menikahkan dengan paksa, baik gadis atau janda dengan pria yang tidak disenanginya. Akad nikah tanpa kerelaan wanita tidaklah sah. Ia berhak menuntut dibatalkannya perkawinan yang dilakukan oleh walinya dengan paksa" jelas beliau pada putrinya juga ayahnya.
"Bukan kah ta'aruf sangat dianjurkan dalam Islam? Ketimbang seorang laki-laki dan perempuan menjalin pacaran sebelum ke pelaminan. Jika berpacaran dikhawatirkan mereka yang bukan mahram melakukan zina. Pada prinsipnya, tujuan ta'aruf yaitu mencari jodoh yang sesuai, sekufu, dan diridai Allah Swt. Tidak boleh ada niatan mencoba-coba dalam hal perjodohan" abah Musthofa mengakhiri pernyataan darinya.
"Menyambung dari penjelasan abah, di sini ummi mau bertanya pada Syifa. Apakah kamu sudah mempunyai pria pilihan sendiri atau sedang menyukai seseorang?"
Syifa menggeleng dengan tatapan sendu.
"Tidak ada ummi" menunduk tanpa berani menatap kedua orang tua dan kakeknya.
Orang tua dan kakeknya bernafas lega mendengar jawaban dari Syifa. Lalu sang kakek memberikan satu lembar foto seseorang pada cucunya itu. Dengan ragu-ragu Syifa menerimanya.
Syifa tertegun sesaat ketika melihat foto tersebut.
'Subhanallah..ini kah orangnya? Apa kakek tidak salah memberikan foto?' dia bertanya pada diri sendiri.
"Namanya Muhammad Fadlan Ganendra, dia lulusan S1 salah satu universitas Swiss, lulus S2 di salah satu universitas ternama di Amerika, dan sekarang dia juga sedang menyelesaikan studi S3nya. Profesinya seorang dosen dan pewaris tunggal dari keluarga Ganendra" jelas kakek Ali saat Syifa masih memegang foto itu.
Syifa kembali kesulitan menelan salivanya mendengar penjelasan kakeknya tentang latar belakang pria yang akan dijodohkan dengannya.
'Masyaa Allah latar belakang keluarga dan pendidikannya hebat sekali'
"Dia sudah menjadi yatim piatu sejak usia remaja, dan dua tahun yang lalu, dia juga kehilangan kakeknya" tutur kakek Ali dengan kesedihan tersirat pada wajahnya.
'Innalillahi wa innailaihi roojiun, dibalik kesuksesan orang ini, ternyata sudah ditinggalkan orang-orang terdekatnya untuk selama-lamanya'
"Bagaimana pendapatmu, ndo?" tanya abahnya.
"Hmm.. itu, kalau boleh Syifa mau istikharah dulu abah, kakek"
"Tentu, tentu saja boleh" jawab kakek bahagia.
"Insyaa Allah minggu depan dia mau silaturrahmi ke sini bersama kerabatnya" tutur kakeknya lagi.
......................
"Syif, Syifa. Tidur ya ini bocah?"
Suara Jihan menyadarkan Syifa yang dari tadi memejamkan matanya.
"Eh, ya kenapa?" tanya Syifa kaget.
"Kamu lagi ngga enak badan ya?" tanya Adiba yang melihat sahabatnya lebih banyak diam hari ini.
"Engga ko, Diba. Hm..Kalian masih mau disini? Aku mau ke ruangan dulu ya” ujar Syifa melihat kedua temannya yang masih memakan cemilan.
"Aku juga mau udahan nih, ngga tahu tuh kalau Jihan"
"Hihh Adiba selalu saja aku yang kena batunya.."
"Kalian belum bayar ke ibu kantin kan? Sana bayar dulu gihh" titah Syifa.
"Diba..aku nebeng dulu ya hihi besok aku yang traktir" Jihan meringis menunjukkan gigi kelincinya.
"Kebiasaan kamu dehh, tungguin ya jangan ditinggal!" berjalan memasuki kantin yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat mereka duduk.
Sembari menunggu Adiba membayar ke ibu kantin, Syifa melihat layar handphonenya yang berdering.
Dari : Ummi
"Ndo, ingat pulangnya jangan terlalu sore. Keluarganya kakek Nizar mau silaturrahim nanti malam"
......................
Syifa menghela nafas panjang setelah menerima pesan dari umminya. Ketika hendak membalas, Jihan mengejutkan Syifa dengan kehadiran seseorang.
"Syif! Mas Hasbi tuhh..cowo idaman kamu. Eh..eh dia kesini" menepuk pundak Syifa kegirangan.
"Duhh, jangan heboh gitu dong...sakit nih" mengusap pundaknya.
"Hehe maaf Syif, habis excited banget.."
Hasbi, mahasiswa yang banyak menarik perhatian mahasiswi-mahasiswi di kampus. Selain berprestasi, dia terkenal dengan sosok yang agamis, aktif dalam kegiatan organisasi keagamaan dan suara merdunya ketika melantunkan qosidah juga ayat-ayat suci Al Qur'an di acara kampus membuat para mahasiswi di seluruh penjuru kampus terpesona dan mengaguminya.
"Assalamu'alaikum" sapa Yusuf, temannya Hasbi.
"Wa'alaikumussalam" jawab Syifa dan Jihan bersamaan.
"Han, dicariin nih sama ketua " sahut Yusuf.
"Eh iya kenapa Mas Hasbi?"
"Tentang persiapan acara minggu depan sudah sampai mana? Sudah disiapkan semuanya?" tanya Hasbi pada Jihan, namun mencuri pandang ke arah Syifa.
"Oh itu, udah beres mas. Paling dua kali latihan lagi juga temen-temen dari ekskul rebana udah siap"
"Ya sudah kalau begitu tolong di koordinasikan dengan baik ya Han, saya pamit dulu"
"Mas, dicari sama Syifa nih" ujar Jihan cekikikan menggoda temannya.
"Jihan!" pekik Syifa mencubit pelan lengan Jihan, kemudian tersenyum kaku tanpa melihat wajah Hasbi.
Hasbi membalas senyuman Syifa, suasana canggung menyelimuti keduanya.
"Yuk gais, kita balik ke ruangan" ujar Adiba yang sudah berdiri di samping Syifa.
"Emm yuk Diba, Jihan" ajak Syifa kembali menunduk ketika mengetahui Hasbi melihat ke arahnya, lalu langsung menarik lengan Adiba dan Jihan bersamaan.
"Ehh..ehh Syif bentaran, Mas Hasbi duluan ya, Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam" jawab Hasbi dan Yusuf.
"Dihh kenapa itu bocah?" kata Yusuf merasa aneh dengan tingkah Syifa.
"Sudah, kita harus ke aula" ajak Hasbi berjalan meninggalkan Yusuf.
'Syifa ya namanya? Cantik, secantik orangnya' batin Hasbi merasakan satu getaran di hatinya.
...----------------...
Sebelum pulang ke rumah, Syifa mengecek handphone yang ia setel mode senyap selama kuliah. Dan benar saja, banyak panggilan tidak terjawab dari abah dan umminya, dia melupakan pesan yang dikirimkan oleh umminya.
Syifa pun bergegas pulang ke rumah, di tengah jalan dia mampir ke mini market untuk membelikan adik-adiknya es krim dan snack sesuai janjinya pada mereka kemarin.
* Mini Market
"Tasya sama Zaki emang ada aja permintaanya, udah tahu kakaknya di suruh cepet pulang, pakai acara nitip jajan segala" gumamnya.
Ketika Syifa hendak mengambil minuman kesukaanya yang hanya tinggal satu, tidak sengaja tangannya bersentuhan dengan tangan seseorang.
"Astaghfirullah" spontan langsung menarik tangannya.
Dia merasa tidak enak hati kalau barusan bersentuhan dengan tangan seseorang yang bukan mahrom. Syifa diam terpaku.
Perlahan dia menoleh ke samping dan terkejut dibuatnya. Seorang pria yang cukup tinggi, memakai setelan kemeja dengan bagian lengan yang di lipat sampai ke siku, berdiri tepat di sampingnya.
Syifa langsung menunduk ketika pria itu menoleh ke arahnya.
'Ya Allah, maafin Syifa ngga sengaja'
Sekilas Syifa melihat wajah pria itu, rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung, tatapan matanya yang tajam.
'seperti pernah lihat, tapi dimana ya?' tuturnya bermonolog dalam hati.
"Jadi ambil atau tidak?" tanya pria itu.
"Aa itu..silahkan ambil saja" jawabnya gugup.
'astaghfirullah malunya, jaga pandangan Syifa'
Saat Syifa memalingkan wajahnya, pria itu langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah kata. Kesan yang ditinggalkan hanyalah ekspresi wajahnya yang dingin.
"Alhamdulillah akhirnya pergi juga" ucapnya merasa lega.
Ketika hendak berjalan menuju kasir, tidak sengaja Syifa menginjak sesuatu.
"Apa ini?" berjongkok untuk mengambilnya.
"Kalung? Punya siapa ya? Jangan-jangan punya orang tadi"
Ya, karena hanya ada dia dan pria tadi yang masuk ke minimarket itu. Niat hati mau mengejar pria itu, sampai dikira hendak kabur oleh kasir minimarket. Ternyata orangnya sudah tidak ada.
Lalu dia pun berinisiatif untuk menyimpannya di dalam dompet, siapa tahu suatu hari tidak sengaja bertemu dan bisa mengembalikan ke pemiliknya, pikirnya saat itu.
......................
Sampainya di rumah, Syifa melihat kakek dan abah sedang menunggu di teras rumah dengan cemas dan gelisah.
"Assalamu'alaikum" menyalami tangan abah Musthofa dan kakek.
"Wa'alaikumussalam, kenapa baru pulang Syifa?" tanya kakek khawatir.
"Emm..itu kek, tadi Syifa ta'ziah dulu sama temen-temen kampus" jelasnya sedikit gugup.
"Harusnya kamu kasih kabar nak, jadi tidak membuat yang dirumah khawatir. Di telfon juga tidak di angkat" imbuh abah yang terlihat sangat khawatir.
"Iya abah, kakek, maaf lain kali Syifa ngga akan mengulangi lagi" jawabnya tersenyum.
Setiap Syifa pulang terlambat, keluarganya pasti merasa sangat khawatir dan cemas. Hanya saja setiap kali dia bertanya tidak ada siapapun di rumah itu yang memberitahu penyebab mereka seperti itu padanya.
Namun suatu hari, Syifa pernah mendengar dari adik ayahnya, yang biasa ia panggil om Andi, beliau memberitahu kalau penyebab kakek dan orang tuanya seperti itu, karena dulu ketika Syifa masih kelas 2 di sekolah dasar, Syifa kecelakaan dan mengalami cidera yang cukup serius di kepala.
Dilihatnya ayah dan kakeknya seperti sedang berdiskusi lewat isyarat mata.
"Ekhem! Tapi kamu ingat kan, ndo?"
"Nggih kek, keluarganya kakek Nizar mau silaturrahmi kesini" jawab Syifa polos.
"Alhamdulillah..kalau begitu kamu bersiap ya, ndo"
"Ya sudah kakek, abah, Syifa masuk dulu ya"
......................
Syifa bernafas lega, bersyukur tidak jadi kena marah, akan tetapi moodnya sedikit buruk mengingat kata perjodohan. Dia menaruh kantong kresek bawaanya di meja makan. Dilihatnya ibunda tercinta sedang memasak di dapur, Syifa mendekati untuk mencium tangan sang ibunda.
"Baru pulang sayang?" tanya beliau melanjutkan aktivitas memasaknya.
"Iya ummi, tadi Syifa ta'ziah dulu"
"Innalillahi wa innailaihi roojiun, siapa yang meninggal nak?"
"Pak Jinan, dosen mata kuliah statistik mi"
"Semoga almarhum husnul khotimah Ya Rabb. Sesungguhnya setiap yang bernyawa akan merasakan yang namanya kematian"
"Aamiin. Hm, Tasya sama Zaki kemana ummi? Rasanya sepi sekali tidak ada mereka" tuturnya mencari keberadaan adik-adiknya.
"Tadi mereka disuruh kakek menjemput om Andi dan tante Dini, kebetulan ummi juga nitip jajanan untuk jamuan nanti malam. Jadi kemungkinan tantemu kerepotan"
"Begitu ya mi, ya sudah Syifa mau mandi dulu ya ummi sayang"
"Iya, jangan lupa sholat ashar, ndo"
"Sampun ummi sayang, tadi sekalian mampir di masjid"
"Alhamdulillah"
...----------------...
Hari pun semakin sore, tampak sinar jingga bersinar cerah menciptakan suasana senja kala itu menjadi sangat indah.
Sebelum adzan maghrib berkumandang di masjid maupun di musholla, adik dari ayahnya, om Andi datang bersama istri juga kedua adik Syifa.
"Kak, kenapa pakai gamis ini sih? Jelek ih, ganti pakai dress yang udah aku siapin" ujar Tasya, adik perempuan Syifa menarik tangan kakaknya ke kamar.
"Nanti deh, kakak mau sholat dulu. Lagipula ini juga bagus, Sya"
"Sst..kakak, ini dikirimin langsung sama calon suami loh" celetuk Zaki, adik Syifa yang paling tampan sendiri.
"Hufft..iya deh duo bocil cerewet! Udah gih sana pada sholat, udah adzan tuh"
...(M. Zaki Muzani & Tasya Fakhirah, Adik dari Syifa)...
......................
Selepas pulang dari masjid dekat rumah, abah Musthofa, kakek, om Andi dan Zaki melihat dua mobil berhenti di halaman rumah. Sepertinya tamu yang mereka tunggu baru datang, mereka langsung menyambutnya dengan hangat.
Kakek memeluk salah satu tamu itu layaknya orang yang sudah lama baru berjumpa kembali, hingga tidak terasa menitihkan air mata kerinduan dan bahagia.
Ummi Salwa, Tasya dan tante Dini menyambut mereka di ruang tamu. Syifa yang bersembunyi di ruang keluarga mengintip dari balik tirai, melihat kakeknya begitu bahagia sampai tidak ingin duduk jauh-jauh dari seorang pria muda yang memakai setelan jas.
"Kak, itu yang di samping kakek ya?" bisik Tasya pada Zaki.
"Iya dek, ganteng banget ya. Kak Zaki pengin juga punya wajah ganteng begitu"
"Haha mimpi lahh itu"
......................
* Ruang Tamu
"Masyaa Allah, nak, kakek sangat senang mendengar kabar kalau kamu mau datang kemari" memuji pria muda di sampingnya.
Pria itu hanya tersenyum tipis menanggapinya.
"Jadi, beberapa hari setelah datang ke kota ini. Fadlan menghubungi saya dan tantenya, bahwa dia berniat untuk langsung melamar putri dari abang Musthofa" jelas paman Romi yang merupakan adik kandung dari ayahnya Fadlan.
Fadlan Ganendra, lelaki yang disebut-sebut cucu dari dokter Nizar, sahabat dari kakeknya Syifa. Sudah sangat lama sekitar 13 tahun yang lalu, dari kepindahannya yang mendadak bersama keluarganya ke kota P. Dan hari ini dia baru menginjakkan kaki kembali di tempat yang menyimpan banyak kenangan dirinya dengan calon tunangannya.
...----------------...
~ Flashback
Syifa kecil yang saat itu masih berusia satu tahun, terlihat sangat nyaman ketika berada dalam gendongan seorang anak laki-laki yang usianya berbeda sembilan tahun dengannya. Dia sering mengajak Syifa kecil bermain setiap hari, karena kebetulan keluarga anak laki-laki itu baru datang berkunjung ke kampung ini, mereka ikut singgah di rumah nenek Syifa yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumah orang tua Syifa kala itu.
Seiring berjalannya waktu, mereka sering menghabiskan waktu bersama untuk bermain maupun bersantai dengan keluarga. Terkadang Syifa diajak menginap bersama keluarga anak laki-laki itu, juga sebaliknya, anak laki-laki itu yang lebih sering menginap di rumah orang tua Syifa.
Syifa kecil termasuk anak yang ceria dan mudah bergaul, dia juga mempunyai banyak teman seumurannya. Banyak orang yang mengira, kalau Syifa dan anak laki-laki yang menginjak usia remaja itu kakak beradik.
Bagaimana tidak? Syifa kecil sangat manja padanya, meskipun awalnya anak laki-laki itu kurang menyukai Syifa, menganggapnya anak kecil yang cengeng dan berisik. Akan tetapi, lama-kelamaan dia justru sangat menyayangi Syifa kecil seperti adiknya sendiri.
"Kak, pasti rasanya senang ya kalau punya kakak lelaki, seperti teman-temannya Syifa ada yang melindungi" ujarnya murung yang saat itu berusia lima tahun.
"Jangan sedih dek, kan ada kakak" hibur anak laki-laki itu memeluk Syifa.
"Hmm tapi kata mereka, kita bukan kakak adik. Terus Syifa maunya jadi pengantin sama kakak kalau udah besar nanti, karena kakak ganteng dan baik sama Syifa"
"Hehe menikah itu untuk orang dewasa dek, kata ummi mereka harus saling mencintai. Kita kan saudara, jadi kakak akan berusaha menjadi kakak terbaikmu, oke?"
"Hmm ngga mau. Berarti kakak menikahnya sama orang lain terus punya anak gitu? Sama aja Syifa di tinggal dong"
"Ngga sayang, kakak akan selalu ada buat kamu"
"Oke, kakak boleh menikah sama orang lain, tapi janji yaa. Jangan tinggalin Syifa"
"Iya sayang" mencubit pelan pipi Syifa.
'bocah satu ini, ada-ada saja' gumamnya menatap Syifa yang cemberut.
......................
Saat itu Syifa tengah bermain dengan teman seumurannya. Datang teman yang lain memberi tahu sesuatu.
"Syif, kakak kesayanganmu direbut orang tahu" dengan gaya bicara anak kecil berusia 5 tahun.
"Maksutnya kamu apa?"
"Tadi aku sama Naura lihat kakak kamu di sana, sama kak Gita yang cantik. Terus kak Gita pegang-pegang tangan kakak kamu"
"Hm! Kamu bohong ya?"
"Iya, Linda sama aku lihat. Coba aja kamu kesana, kalau kata saudara aku, laki-laki sama perempuan kaya gitu artinya mereka pacaran"
Selepas pulang ke rumah, Syifa jadi murung tidak seceria biasanya. Malam harinya anak laki-laki itu berkunjung ke rumahnya, dia hendak menemani Syifa belajar dan bermain seperti biasa.
"Dek, coba ini bacanya apa?"
"Syifa ngantuk. Mau tidur" melengos pergi masuk ke kamar.
"Katanya adek mau sekolah, kenapa begitu?" pungkasnya mengetahui kalau Syifa sedang merajuk.
"Syifa ngga mau sekolah!"
"Hei, jangan bilang begitu dek"
Anak laki-laki itu hanya menggelengkan kepala melihat tingkah gadis kecil yang sudah seperti adiknya.
"Betul nih udah ngantuk? Kemarin katanya mau jadi anak yang pinter, tapi kenapa sekarang adek ngga mau belajar?" tanyanya menghampiri Syifa yang berbaring di kasurnya.
"Kamu kenapa dek? Seharian ini kamu jadi pendiem, ada yang nakal ya?" mengkhawatirkan kondisi Syifa.
"Iya ada! Kak Fadlan yang nakal!" mulai menangis.
Ya, anak laki-laki itu Fadlan yang pada saat itu sudah menginjak usia remaja.
"Aku? Ehh kakak nakal kenapa dek?" wajahnya sedikit panik melihat adik kesayangannya menangis.
"Hiksss kata Naura sama Linda, kakak mau diambil sama kak Gita. Nan-ti Syifa sama siapa? Aku ngga punya kakak lagi" ucapnya disela-sela isak tangisnya.
"Astaghfirullah dek. Kakak cuma berteman sama Gita, lagipula tadi sedang mengerjakan tugas dari sekolah" jelasnya membelai puncak kepala Syifa.
"Bohong! Kak Fadlan bohong ya? Katanya Naura, kakak sama kak Gita pacaran, berarti kakak mau menikah sama kak Gita? Syifa ngga suka! Syifa benci kakak!" beranjak dan menatap wajah Fadlan.
'Ya Allah ini anak masih polos sekali, gimana harus jelasinnya' batin Fadlan saat itu.
"Engga dek. Kak Fadlan akan selalu jadi kakak kamu. Kakak ngga akan ninggalin Syifa. Jangan nangis lagi oke? Kakak minta maaf" menarik Syifa kecil ke dalam pelukannya.
"Hikss hikss janji ya ka? Jangan sama kak Gita"
"Iya janji. Kakak kan sayang kamu" mengecup pipi Syifa.
'i-ini ngga mungkin kan aku suka dengan Syifa? Dia hanya anak kecil, Fadlan! Ayolah'
...----------------...
Kala itu keluarga dari Fadlan, terpaksa harus pindah ke kota lain, dikarenakan umminya Fadlan yang sakit kanker stadium akhir sehingga harus di bawa berobat ke rumah sakit yang lebih besar bahkan direncanakan menjalani pengobatan di luar negeri.
Tentu saja kabar kepindahan keluarga Fadlan yang mendadak, membuat Syifa sangat sedih dan merasa sangat kesepian. Berselang dua tahun, ternyata ibunda dari Fadlan meninggal dunia.
Beberapa bulan kemudian, ayahanda tercinta pun menyusul kepergian sang ibunda. Fadlan yang masih remaja tentu sangat terguncang hatinya, tidak ada lagi keluarga yang memberinya kehangatan dan kasih sayang.
Hanya ada kakek dan pamannya, anggota keluarga yang masih ada. Tak lama setelah kedua orang tuanya meninggal, kakek Nizar mengirim Fadlan ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya, tentunya setelah Fadlan lulus dari pesantren sesuai keinginan umminya supaya Fadlan menyelesaikan pendidikan di pesantren lebih dulu.
...(Ilustrasi Foto Keluarga Fadlan & kedua orang tuanya)...
...----------------...
Selama kakek Nizar berada di luar negeri, beliau lost contact dengan kakek Ali. Meskipun begitu beliau masih selalu ingat dengan sahabat terbaiknya (kakeknya Syifa). Silaturrahmi kembali terjalin di antara keduanya, beberapa tahun belakangan ini setelah kakek Nizar pulang ke Indonesia.
Dua bulan sebelum kakek Nizar meninggal, beliau menitipkan satu wasiat pada sahabatnya itu.
.....................
* Rumah Sakit
"Aku bingung dengan cucuku, umurnya sudah hampir menginjak 30 tahun, tetapi belum juga punya kekasih. Aku kenalkan dengan anak pengusaha tidak mau, dengan anak pak kyai tempat dia mondok dulu juga tidak mau"
"Haha...mungkin dia masih ingin berkarir sepertimu" jawab kakek Ali sambil menemani sahabatnya menonton TV di salah satu ruang inap President Suite.
"Sudah tua begini, cucu belum juga menikah. Aku khawatir cucuku tidak normal, Al"
"Hushh, jangan berprasangka yang buruk pada cucu sendiri"
"Entahlah Al. Dia persis seperti Fadil" ujarnya menatap layar TV di ruangan itu.
"Tunggu! Cucumu Asyifa, umur berapa dia sekarang?" sambung beliau menyebut cucu kakek Ali dengan panggilan kesayanganya.
"Syifa? Dia belum genap 20 tahun. Kuliahnya saja baru semester 3"
"Kita jodohkan saja bagaimana?" celetuk beliau tiba-tiba.
"Uhukk..uhukk..apa aku tidak salah dengar?" tanya kakek Ali terkejut mendengarnya.
"Ya, kita jodohkan mereka. Tidak ada salahnya bukan?"
"I-itu..kamu serius? Cucuku hanya gadis dari desa, bukan keturunan orang kaya seperti keluargamu" jelas kakek Ali merasa pesimis mengingat latar belakang keluarganya.
"Kamu ini bicara apa? Cucumu juga cucuku, keluargaku juga keluargamu. Aku yakin cucuku pasti tidak akan menolak. Toh sampai saat ini cucuku masih menyimpan foto masa kecilnya dengan Asyifa di ruang kerja dan di kamarnya"
Kakek Ali tidak menyangka kalau cucu kakek Nizar masih ingat dengan cucunya, Asyifa Humaira. Padahal sudah belasan tahun mereka tidak bertemu, bahkan mungkin Syifa tidak mengingat cucu sahabatnya.
"Benarkah? Apa aku tidak salah dengar ini?"
"Ya, Al. Kenapa tidak dari dulu terpikir olehku untuk menjodohkan mereka ya? Padahal sudah jelas dari dulu Fadlan sangat perhatian dengan Asyifa. Aku akan tenang dan bahagia kalau melihat mereka bersama lagi" senyuman terukir di wajah kakek Nizar.
"Tapi Zar, saat itu mereka masih anak-anak. Mungkin cucumu perhatian dan sayang seperti halnya kakak pada adiknya"
"Tidak ada salahnya kan, Al? Siapa tahu mereka mau dan jatuh cinta nantinya"
"Baiklah Zar, aku mendukung keputusanmu. Semoga Allah juga meridhoi perjodohan ini. Yang terpenting sekarang kamu kembali sehat dulu"
"Hm sahabatku, jika umurku tidak panjang. Aku titipkan keinginanku padamu, persatukan mereka dalam sebuah ikatan pernikahan. Supaya persaudaraan kita juga tidak terputus"
Kakek Ali tercekat mendengar ucapan dari sahabatnya. Dia berfikir kalau sahabatnya memberikan tanda-tanda bahwa usianya sudah tidak lama lagi.
Firasat kakek Ali benar, satu bulan kemudian, kakek Nizar meninggal dunia. Sebelumnya, kakek Nizar kembali di rawat ke rumah sakit pusat yang terletak di kota P.
Beberapa kali kakek Ali dan ayahnya Syifa pergi untuk menjenguk, sampai mereka bisa bertemu kembali dengan cucu kesayangan kakek Nizar, Fadlan yang saat itu berprofesi sebagai seorang dosen di salah satu Universitas di kota P.
...(Ilustrasi Foto Keluarga Kakek Nizar & istrinya, juga kedua anak laki-laki)...
~ Flashback End
...***************...
...Asyifa Humaira...
...M. Fadlan Ganendra...
*Gambar hanya pemanis ya kak ☺️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Herry Murniasih
🥰🥰🥰❤️
2024-10-19
0
Aira Azzahra Humaira
lanjut
2024-09-17
0
Anita Jenius
wiihh panjang banget per bab nya
2024-05-13
1