Hari itu, sepulang dari sekolah, Joe yang tidak ingin bermain-main lagi ke perkampungan langsung berlatih dengan giat.
Setelah setiap hari di latih oleh kakek nya dengan mengangkat beban sambil berjalan turun naik dari sungai ke gubuk dan dari gubuk ke sungai, kini kaki anak itu juga dipasang beban beran dan dipaksa berlari kesana-kemari.
"Aduh kek. Mau copot rasanya lutut ku ini." Kata Joe William sambil jatuh terduduk.
"Itu belum seberapa. Kau lihat satu cincin betis yang besar di sana itu?" Tanya Kakek itu sambil menunjuk satu belenggu besar yang tergantung di dinding.
"Memangnya mengapa kek?" Tanya Joe penasaran.
"Itu berat nya sebelah mencapai lima belas kilo gram. Kelak setelah berusia 15 tahun, kau harus menggunakan itu setiap hari." Kata lelaki tua itu yang disambut dengan tatapan ketakutan dari anak itu.
"Sekarang kemari kau!" Perintah kakek nya.
"Dengan langkah terseret-seret, Joe akhirnya tiba juga di samping lelaki tua itu.
"Aku akan membuka beban pada kaki mu ini. Setelah itu, kau coba berlari dari atas ke bawah pinggir sungai sana, lalu naik lagi." Kata Kakek sambil membuka ikatan pada kaki anak itu.
Setelah ikatan itu dilepas, kini Joe mulai berlari menuju pinggiran sungai lalu lari lagi mendaki ke atas lalu turun dan naik lagi.
"Bagaimana rasanya?" Tanya kelak nya itu.
"Ringan sekali kek. Aku seperti bisa terbang." Kata Joe sambil tersenyum riang.
"Sekarang kau sudah tau maksud ku kan? Sekarang tendang ini!" Kata lelaki tua itu memerintahkan kepada Joe untuk menendang tempurung kelapa yang di ikat sama tinggi dengan paras kening anak itu.
"Hiaaat...!"
Praaak....!
Tampak tempurung kelapa itu pecah berserakan dihantam tendangan Joe tadi.
"Bagus! Bagus sekali. Sekarang ayo latihan lagi!" Kata Kakek itu.
Melihat hasil yang lumayan instan itu, membuat Joe kini semangat berlatih.
Memang pandai sekali kakek itu membangkitkan semangat latihan Joe. Dengan begini selain kepercayaan diri yang meningkat, semangat berlatih pun berlipat kali ganda peningkatannya.
"Kiri..!"
"Hait...!"
"Kanan..!"
"Hiaaat...!"
"Pukul ke depan!"
"Hup...!"
"Tendangan kiri."
"Ciaaah..."
Keletuk.
"Aduh...."
"Aku suruh tendangan kiri. Itu kiri atau kanan?"
"Hehehe. Kanan Kek."
"Makanya ayo lagi!
Tendangan Kiri!"
"Ciaaah...!"
"Nah itu baru benar. Sekarang pasang kuda-kuda dengan benar!"
"Siaaap."
Plak...!
"Itu kurang di tekuk!"
"Aduuuh... Bisa sobek celana ku ini kek!"
"Sobek nanti di jahit. Pokoknya Pasang kuda-kuda yang benar."
"Begini?"
"Kurang itu."
"Bagaimana lagi kek? Dasar kakek gemblung."
Keletuk...
Tampak sebutir kerikil menghantam dengkul anak itu membuat dia jatuh terduduk.
"Adaaaw... Kakek mau mengajarkan ilmu bela diri atau mau membuat ku cacat?"
"Makanya pasang kuda-kuda yang benar. Aku tidak meminta mu mengatakan aku waras atau gemblung. Jika kau tidak bisa memasang kuda-kuda dengan benar, maka jangan harap kau bisa seperti Bruce Lee."
"Latihan setiap hari. Kuda-kuda setiap hari. Giliran orang mau berkelahi tidak di izinkan."
Tampak Joe William mengomel sambil membenarkan letak kuda-kuda nya.
"Dasar anak sompret. Jika kau ingin berkelahi, bukan mereka lawan mu. Kelak jika kau sudah dewasa, kau akan tau untuk apa latihan mu ini. Sekarang jangan protes. Latihan dengan benar atau kau tidak boleh makan."
"Selalu itu saja ancaman dari kakek. Tidak boleh makan. Sedikit-sedikit, tidak boleh makan." Kata Joe sambil mencibir.
"Dasar anak sedeng. Kau pilih! Pasang kuda-kuda dengan benar, atau aku akan membelenggu kaki mu dengan belenggu seberat lima belas kilogram itu. Hah?"
"Iya iya iya. Gara-gara kuda-kuda ini selalu aku mendapat ancaman. Kek. Apa tidak bisa ditukar saja jadi kambing-kambing atau lembu-lembu?" Tanya Joe sambil garuk-garuk kepala.
"Kau ini. Awas kau ya!" Kata Kakek itu sambil melangkah mendekati besi belenggu.
"Iya kek ampun. Apun kek. Ini kuda-kuda nya. Aku tidak akan mengatakan kambing-kambing lagi." Kata Joe sambil membenarkan kuda-kuda nya.
Melihat anak itu sudah menekuk kakinya membuat ancang-ancang, kakek tua itu pun berhenti mendekati belenggu besi itu lalu berkata. "Kuda-kuda itu sangat penting untuk pertahanan. Ketika kuda-kuda mu kokoh, kau tidak akan mudah terjatuh ketika di serang oleh musuh mu. Sekarang aku akan menguji seberapa kuat kuda-kuda mu ini."
Lelaki tua itu lalu mengambil sepotong kayu lalu membalut ujungnya dengan kain tebal. Dan setelah itu,
Bugh...!
"Aw.... Argh.... Mengapa kau meninju perut ku kek?" Tanya anak itu sambil menjaga keseimbangan tubuhnya.
"Harus di uji sekuat apa kuda-kuda mu. Yang tadi itu sudah lumayan. Sekarang aku akan meletakkan dua ember ini di tangan mu. Kau harus bertahan di atas kuda-kuda mu selama satu jam." Kata Kakek itu sambil menyangkutkan ember dua liter setengah di tangan kiri dan kanan anak itu.
"Mak. Bisa pingsan aku kalau begini." Kata Joe sambil mengomel panjang pendek.
"Diam atau aku sumbat mulut mu itu!"
"Iya iya iya aku diam." Kata Joe sambil bertahan dengan beban yang semakin lama semakin terasa berat itu.
Sepuluh menit, lima belas menit, dua puluh menit.
Kini butiran keringat jagung sudah menetes dari dahi anak itu.
Matanya kini semakin liar melirik ke arah lelaki tua yang terus saja duduk sambil menyeruput kopi.
"Kakek ku ini. Apa tidak bosan menungguiku terus?" Kata anak itu dalam hati.
"Kek. Perut ku sakit." Kata Joe yang sejak tadi berfikir keras untuk menemukan alasan.
"Jangan banyak alasan. Masih kurang empat puluh menit lagi." Kata lelaki tua itu.
"Lama kek."
"Kalau mau sebentar, tidak masalah. Tapi kau jangan nanti menyesal jika dikeroyok lagi oleh anak-anak yang suka mengganggu mu itu." Kata orang tua itu.
Begitu mendengar perkataan itu, wajah sinis anak ini pun mulai tampak di wajahnya. Mendadak dia tidak merasakan lagi beban berat dari ember air dua setengah liter yang tergantung di lengan nya itu.
Hal ini membuat lelaki tua itu merasakan adanya aura membunuh dibalik wajah imut anak itu.
"Joe, sekarang waktunya habis." Kata lelaki tua itu sambil mengangkat dua ember yang menggantung di tangan kiri-kanan anak itu.
"Sekarang coba kau gerakan tangan mu!" Kata lelaki tua itu.
"Wah. Mengapa ringan sekali tangan ku ini rasanya?" Tanya anak itu merasa takjub.
"Makanya. Setiap penderitaan, pasti ada sesuatu dibalik semua itu. Jangan cepat mengeluh! Sebaliknya, berusahalah untuk lebih kuat, tabah dan tegar!" Kata lelaki tua itu menasehati.
Sebenarnya, walaupun Joe ini terkesan bandel dan selalu membantah, namun jauh di dalam hatinya dia menyimpan setiap wejangan yang diberikan oleh kakek nya itu di dalam hati dan pikirannya.
"Sekarang coba kau pukul ini!" Kata lelaki tua itu sambil menunjuk ke arah ban mobil yang sudah terisi pasir.
Joe hanya menurut saja. Lalu...,
Bugh... Bugh... Bugh...!
"Heh. Semakin bertenaga." Kata Joe dengan sangat gembira.
"Ok. Sudah dulu latihan kita. Istirahat sejenak, nanti pukul lima sore, kau akan aku ikat dengan ban mobil itu. Kau harus berlari lima kali keliling gubuk ini dengan menyeret ban itu. Aku akan mengikatkan nanti di pinggang mu." Kata lelaki tua itu.
"Tambah mati lah aku ini." Kata Joe dalam hati.
"Mengapa pucat? Tidak mau ya sudah."
"Mau kek. Aku mau." Kata Joe buru-buru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 342 Episodes
Comments
Ramlah
bhaahahahaha 🤣 🤣 🤣 /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2025-02-09
1
Ramlah
wkwkwk 🤣 🤣 🤣
2025-02-09
0
On fire
💙💙🖤💞
2024-12-26
0