"Mari kalian naik ke gubuk ku ini."
Selesai menangis, berteriak disertai dengan sumpah serapah, Akhirnya Tengku Mahmud pun mempersilahkan tamunya itu untuk naik ke rumah panggung miliknya itu.
Sambil membersihkan sisa pasir yang menempel pada pakaian mereka, Joe William dan Kakek Jeff pun akhirnya mengikuti orang tua itu menaiki tangga gubuk berbentuk panggung tersebut.
"Ceritakan kepadaku apa pesan Malik!" Pinta lelaki tua itu sambil memperhatikan anak muda itu.
"Sebelum kakek uyut meninggal, dia mengatakan bahwa ilmu yang dia ajarkan kepada ku masih kurang. Dengan itu, dia memintaku untuk menemui sahabat sekaligus musuh nya bernama Tengku Mahmud di Kuala Nipah ini." Kata Joe William sambil mengeluarkan sebuah peti kayu dari dalam tasnya lalu menyerahkan peti tersebut kepada lelaki tua yang berada di hadapannya itu.
Dengan tangan gemetar, Tengku Mahmud pun menerima peti kayu tersebut. Meletakkan di hadapannya lalu perlahan membuka peti itu.
Ketika di buka, kini dia melihat ada sekitar dua belas batang jarum perak, sebilah pisau belati dengan gagang kepala ular kobra, selembar foto hitam putih dan beberapa buku catatan pengobatan.
Ketika dia melihat foto hitam putih itu, kembali dia menangis.
Ini karena di dalam foto tersebut terlihat gambar dirinya bersama dengan Kakek Malik yang ketika itu mereka berusia masih belum mencapai usia 30-an.
"Lalu, apa lagi pesan dari kakek uyut mu itu?" Tanya Tengku Mahmud.
"Dia berpesan kepada ku untuk belajar dengan Kakek Tengku Mahmud." Kata Joe menjawab pertanyaan dari kakek Mahmud itu.
"Hmmm... Katakan kepada mu sudaj berapa lama kau belajar dengan Malik itu?!"
"Aku belajar dengan nya setelah berusia lima tahun. Sekarang usia ku lima belas tahun. Berarti aku telah menghabiskan waktu 10 tahun belajar dengan Kakek uyut ku itu." Jawab Joe William.
"Apakah kau telah mempelajari tehnik jarum perak ini?" Tanya Tengku Mahmud.
"Sudah kek. Tapi mendiang kakek ku mengatakan jika itu belum sempurna."
"Sekarang coba kau praktekkan! Aku ingin lihat." Perintah Tengku Mahmud.
Sambil memberi hormat, Joe William pun mengambil salah satu dari dua belas jarum itu. Memusatkan pikiran dan perhatiannya ke arah ujung jarum, lalu....,
Wuzzzz....
Tempak jarum perak itu melesat menembus tiang rumah lalu tertancap di sana.
"Sialan Malik itu. Mengajarkan caranya seperti ini. Itu terlalu lama. Bagaimana jika belum sempat fikiran mu terpusat, musuh sudah menyerang duluan? Sia-sia jarum mu itu." Kata Tengku Mahmud memaki.
"Bukan jarum saja yang sia-sia. Tapi nyawa mu juga bisa melayang." Kata Kakek Jeff pula menambahkan.
Dengan gerakan entah seperti apa, sekali lambaian tangan saja, jarum yang tadi tertancap di tiang pondok itu melesat ke arah Tengku Mahmud dan lelaki tua itu dengan sigap menangkap lesatan jarum tadi.
Kini jarum perak itu telah berada di antara jepitan jari telunjuk dan jari tengah nya.
"Lalu apa lagi yang diajarkan oleh Malik kepada mu menggunakan jarum perak ini?" Tanya Tengku Mahmud sambil menyerahkan jarum perak tersebut kembali kepada tuannya.
"Kakek uyut ku mengajarkan tehnik akupuntur kek." Kata Joe William menjawab pertanyaan itu.
"Hmmm.. coba kau praktekkan ke tubuh ku!" Pinta Tengku Mahmud.
Dengan tangan gemetaran, Joe William kini mengambil sebelas jarum yang tersisa dari dalam peti itu, kemudian mengatur jarak dengan Tengku Mahmud.
"Maafkan aku Kek jika tidak sopan." Kata Joe lalu mulai melemparkan jarum itu.
Tampak seperti asal-asalan. Tapi jarum itu kini menancap tepat di titik rawan dari persendian dan urat nadi Tengku Mahmud.
"Hmmm... Bagus. Tehnik ini lah dulu yang membuat aku lumpuh dan kalah dari Malik sialan itu." Kata Tengku Mahmud.
Saat ini tubuhnya seperti kaku dan sama sekali tidak bisa bergerak.
"Sudah! Cabut jarum sialan mu ini!" Perintah Tengku Mahmud.
Joe William pun langsung mencabut jarum tersebut dan kini ajaib. Tengku Mahmud sudah bisa bergerak kembali.
"Sebenarnya tingkat bela diri mu sudah lumayan untuk ukuran anak muda seusia dengan mu. Namun untuk kedepannya, jika tidak di asah, itu akan menjadi sia-sia saja."
"Di sini aku tidak bisa memberikan apa-apa pelajaran untuk mu. Karena antara aku dan Malik hanya memiliki perbedaan tipis dalam keterampilan."
"Aku hanya akan membantu mu menyempurnakan yang sudah kau pelajari serta memberikan sedikit tambahan. Tapi ingat! Belajar dengan ku ini taruhannya setengah mati. Jika kau tidak tahan, silahkan pulang ke negara mu!" Kata Tengku Mahmud dengan tegas.
"Terimakasih atas kesediaan kakek untuk membimbing ku. Aku tidak akan mengeluh." Kata Joe William sambil membungkuk hormat.
"Sekarang kau boleh jalan-jalan dulu menikmati pantai di kampung ku yang indah ini. Namun jangan terlalu jauh! Nanti lupa jalan pulang." Kata Tengku Mahmud sambil terkekeh.
"Kek. Sebelumnya ada satu lagi permintaan ku. Harap Kakek Tengku mau membantu ku." Kata Joe William.
"Katakan apa itu!" Pinta Tengku Mahmud.
"Begini Kek. Sebelum kemari, aku adalah seorang siswa di negara ku. Kalau di sini setingkat SMA lah. Jadi, aku ingin meminta bantuan kakek Tengku untuk mendaftarkan aku ke sekolah terdekat di sini. Boleh?" Tanya Joe William penuh harap.
"Di kampung ini tidak ada sekolah SMA. Yang ada hanya sekolah dasar saja. Tapi di kampung sebelah ada. Jika mengendarai becak motor, membutuhkan waktu sekitar 30 menit baru sampai."
"Baiklah! Aku akan membantu mu. Tapi ingat! Kau harus sudah bangun pukul empat subuh setiap hari. Kau harus mengisi tempayan itu dengan air. Itu khusus untuk ku mengambil wudlu untuk sholat. Kau juga harus membersihkan rumah. Pokoknya, kau adalah pembantu di sini. Mengerti?" Bentak Tengku Mahmud.
"Mengerti Kakek Tengku. Saya akan melakukan semua perintah anda." Kata Joe pasrah.
Baginya ini bukan hal yang baru. Karena, di Mountain Slope pun mendiang kakek Malik juga memperlakukannya seperti itu juga.
"Sekarang masukkan barang bawaan mu ini ke dalam. Gubuk ku ini hanya memiliki dua kamar. Kau ambil yang paling depan itu!" Kata Tengku Mahmud menunjuk kamar yang kosong di bagian depan dengan jendela tepat menghadap ke arah laut.
"Ayo Tuan muda. Saya akan membantu anda membersihkan kamar tersebut." Kata Kakek Jeff.
"Tunggu! Tuan muda katamu?"
"Benar Tengku. Joe William ini adalah anak majikan saya." Jawab Kakek Jeff.
"Siapa nama Ayah anak ini?" Tanya Tengku Mahmud.
"Jerry William, Tengku!" Jawab kakek Jeff lagi.
"Hmmm... Seperti pernah dengar. Ya sudah pergilah kalian beres-beres!" Perintah lelaki tua itu sambil melambaikan tangan nya.
Mendengar perintah ini, Kakek Jeff pun langsung mengajak Tuan mudanya itu untuk masuk ke dalam.
Tak berapa lama, mereka pun selesai juga bersih-bersih dan hari pun berubah dari terang menjadi gelap karena rumah Tengku Mahmud ini memang tidak di pasang listrik.
Mereka pun hanya diterangi oleh lampu teplok saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 342 Episodes
Comments
KaylaKesya
hahahahahaha🤣🤣🤣
2024-04-03
1
Agus Sugiarto
sekarang tuan muda tinggal di kuala nipah & tuan tua nanti akan mengirim biaya hidup disini
2023-08-30
1
Isya Mochamad
berarti mau tidak mau si Joe harus jadi mualaf
2023-08-06
1