Terpaksa Nikah
"Ais ... Is ... Ais!" teriak Bu Siti seraya membalikan tahu yang ada di wajan.
"Anak itu susah betul bangunnya," gerutu Bu Siti.
Pagi itu begitu dingin. Udara pagi di musim kemarau membuat siapa saja enggan untuk membuka mata. Kenyamanan yang diberikan selimut membuat betah berada didekapnya. Begitu pula dengan Aisyah.
"Fajar, bangunkan adikmu!" perintah Bu Siti saat melihat si sulung keluar dari kamar mandi.
Sambil mengusap-usap rambutnya dengan handuk, Fajar menuju kamar sang adik.
Tok Tok Tok
Tak ada tanggapan dari yang di dalam. Fajar akhirnya membuka pintu kamar Aisyah perlahan.
Krek
Fajar melongok ke dalam kamar Aisyah. Dilihatnya Aisyah yang tidur miring ke kanan. Selimut masih menutupi tubuhnya dengan telapak tangan terlihat di depan wajah. Aisyah masih asyik dengan mimpinya.
"Enak betul tidurnya. Sampai aku mengetuk pintu saja dia tidak mendengarnya," ucap Fajar pelan.
Terlintas di benak Fajar sebuah ide untuk menjahili sang adik. Senyum seringai terlihat di wajah khas pemuda jawa saat mengambil sebuah benda di dapur.
Benda itu ditaruh di tangan kanan sang adik. Kemudian dia mengambil beberapa ujung rambut Aisyah yang berantakan di atas bantal. Dia sapukan rambut itu di wajah sang adik. Aisyah yang terusik tidurnya dan merasa gatal di wajahnya, reflek menggerakkan tangan kanannya.
PLAK
"Uhuk ... uhuk ...." Aisyah terbatuk karena menyedot butiran tepung.
Wajah Aisyah kini terlihat putih seperti kue moci. Fajar pun setika tertawa begitu keras saat idenya berhasil. Tawanya menggema ke seluruh bagian rumah yang terbuat dari kayu itu.
"Ih ... Mas Fajar! Banguninnya biasa aja apa tidak bisa!" sungut Aisyah sambil membersihkan tepung yang ada di wajahnya. Bibirnya manyun hingga tak terkira.
"Makanya, anak cewek itu kalau bangun yang rajin," kata Fajar sambil berlalu menuju kamarnya.
Aisyah keluar kamar dengan berkacak pinggang. Hatinya sangat dongkol sekali dengan perbuatan Fajar. Aisyah mendekati Bu Siti.
"Ibu ... itu Mas Fajar jahil banget. Lihat wajahku," adu Aisyah pada sang ibu dengan manja seraya menujuk mukanya sendiri.
"Udah, sana mandi. Nanti telat kamu sekolahnya." Bu Siti tak menghiraukan aduan sang anak dan memasukan tahu ke dalam wajan.
Merasa tak digubris, Aisyah menuju kamar mandi dengan hati yang bertambah dongkol. Gadis itu menggerutu karena sudah mendapat sial di pagi hari.
Waktu hampir menunjukan pukul 06.00 tapi Aisyah belum juga keluar dari kamarnya. Bu Siti yang menunggunya dari tadi merasa cemas. Pasalnya ini hari pertama Aisyah masuk SMA. Wanita itu khawatir jika putrinya telat.
"Ais ... cepat sarapan! Nanti telat lho," ucap Bu Siti seraya menata baju seragam yang dipakai Bagas.
Aisyah keluar dari kamar menuju meja makan. Ditaruhnya nasi, tahu dan oseng kangkung di atas piring. Walaupun sederhana, masakan Ibu Siti sangat lezat bagi keluarganya. Aisyah makan dengan terburu-buru, karena mengejar waktu.
"Pelan-pelan makannya dong, Ais. Nanti keselek," ucap Bu Siti yang duduk berhadapan dengan Aisyah.
"Makanya, anak gadis itu kalau bangun harus pagi-pagi. Kalau begini kan kamu sendiri yang repot," lanjutnya.
Aisyah mengangguk pelan, mengerti. Gadis itu mulai melambatkan ritme makannya. Dan menikmati sesuap demi sesuap nasi yang masuk ke dalam mulutnya.
"Bapak sudah berangkat, Bu?" tanya Aisyah setelah menelan makanannya. Bu Siti hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Kalau mas Fajar?" tanyanya lagi.
"Udah dari tadi. Lihat sekarang jam berapa," ucap Bu Siti sambil menujuk jam yang berada di atas tv.
"Aduh, bisa telat aku." Aisyah menyudahi makannya.
Diteguknya segelas air putih lalu menggapai tangan Bu Siti dan menciumnya.
"Berangkat dulu ya, Bu. Assalamu'alaikum," pamitnya seraya berjalan cepat ke arah sepeda.
"Waalaikumsalam. Peralatan sekolahmu sudah dibawa semua?!" teriak bu Siti memperingatkan.
"Sudah, Bu." Aisyah menuntun sepedanya keluar rumah.
Aisyah Khairina, gadis dengan rambut sepunggung dan selalu diikat satu. Tubuhnya mungil, tingginya hanya 155 cm. Sejak SMP, gadis itu selalu berangkat sekolah naik sepeda. Dia memang berasal dari keluarga tak berada.
Ayahnya, Pak Sukiman bekerja sebagai buruh tani. Ibunya, Bu Siti Zulaikah hanya ibu rumah tangga yang kadang ikut membantu suaminya menggarap ladang. Aisyah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakanya, Fajar Susanto bekerja di bengkel. Adiknya, Bagas Trianto baru duduk di kelas IX.
Jarak rumah ke sekolahannya lumayan jauh. Aisyah harus mengayuh sepedanya hampir satu jam untuk sampai di sekolahan. Setelah keluar gang dari rumahnya, Aisyah harus merayap di jalan raya yang begitu sibuk di pagi hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Fara F
saya mampir dek...
2023-01-20
0
Pujiati
Semangat kk, menarik....
Salam kenal dari Ujian Kesetiaan, jika berkenan mampir ya kak, di ujian Kesetiaan pejel_manis.
2022-05-29
0
Mommy Eng
ayo semangat,sehari seutas benang setahun sehelai kain
2022-04-06
1