Aisyah berjalan menuju ruang kelasnya dengan gontai. Gadis itu terus memikirkan hukuman apa yang akan dia dapat. Dia tak menghiraukan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Sampai di tempat duduknya, Aisyah menjatuhkan tasnya perlahan di meja dan langsung duduk.
“Kenapa kamu, Ais?” tanya Ari yang menatap Aisyah kelihatan sedih.
“Aku tidak membawa bahan MOS,” jawab Aisyah dengan lemas.
“Kukira kenapa. Lihat aku, yang tidak bawa apa-apa saja santai,” ucap Ari santai.
“Kok bisa tidak bawa, kenapa?” tanya Ais.
“Lupa beli. Kemarin keasyikan main game," ucap Ari sambil melihatkan giginya.
Sungguh Aisyah heran dengan cowok satu ini. Sepertinya cowok itu tak punya rasa takut ataupun bersalah. Apa Ari tidak memikirkan akibatnya sebelum bertindak.
“Kamu tidak takut dihukum?” tanya Putri heran.
“Mau gimana lagi.” Ari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Dia mah orangnya emang kayak gitu. Masa bodoh. Terus kamu gimana, Ais?” tanya Indah prihatin akan keadaan Aisyah.
“Terima nasib saja lah, Ndah,” jawab Ais sekenanya.
Akhirnya bel masuk sekolahpun berbunyi. Para pembina OSIS masuk ke ruang kelas satu. Mereka memberi perintah kepada semua murid baru keluar kelas dan membawa tugas meraka.
Semua murid kelas satu berbaris di lapangan sesuai kelas masing-masing. Setelah pembukaan dan berbagai macam acara, akhirnya ketua OSIS menyuruh semua adik kelas mengeluarkan tugas mereka. Jantung Aisyah berdetak kencang menunggu gilirannya dicek.
“Mana punyamu?” tanya sang kakak kelas kurus jangkung berkulit kuning langsat itu.
“Maaf, Kak, saya lupa,” jawab Ari menundukan kepalanya.
“Kamu ke depan berdiri!” perintah kakak kelas tegas.
Jantung Aisyah pun semakin kencang berdegup. Seakan bernafaspun susah. Mata Aisyah terus mengikuti langkah kaki kakak kelas itu. Sampai kakak kelas tepat dihapannya.
Matilah aku. Gimana ini, batin aisyah yang semakin takut.
“Mana punyamu?” tanya kakak kelas yang sama.
Aisyah mengeluarkan minuman serbuk. “I— Ini, Kak.” Aisyah tergugup. Tangan Aisyah sudah dingin dan bergetar.
“Yang satunya lagi?” tanya kakak kelas lagi.
“Ti— tidak bawa, Kak.” Aisyah semakin menundukan kepalanya.
“Kamu lagi. Kemarin bawa tapi tidak sesuai. Eh ... sekarang malah tidak bawa sama sekali. Sana berdiri di depan!” perintah kakak kelas itu sedikit geram.
Aisyah berjalan ke tengah lapangan dengan lemas. Banyak mata tertuju padanya. Aisyah pun semakin malu dan menunudukan kepalanya. Aisyah berhenti di samping orang yang terkena hukuman juga. Aisyah tak memperhatikan siapa yang ada di sebelahnya karena dia masih saja menunduk.
“Kamu ngikutin aku juga. Ha ha ha ...” tawa Ari pelan.
Aisyah melirik kesamping. Ari ... bisa-bisanya dia tertawa, batin Aisyah.
Aisyah memonyongkan bibirnya karena tidak suka Ari yang menertawakannya. Melihat itu, Ari reflek mencubit pipi Aisyah.
“Kok marah,” ucap Ari dengan bibir dimonyongkan menggoda Aisyah.
“Apaan sih.” Aisyah menyingkirkan tangan Ari lalu mengelus pipinya.
Cowok ini selalu tidak bisa mengkondisikan tangannya, batin Aisyah kesal.
Acara sudah selesai. Semua murid masuk ke kelas masing-masing. Tinggallah mereka yang mendapat hukuman.
“Karena kalian tidak melaksanakan tugas kalian, maka kalian akan dihukum. Bersihkan semua lingkungan sekolahan!” perintah ketua OSIS.
Semua siswa mengambil perlengkapan kebersihan. Anak perempuan mengambil sapu, dan yang laki-laki mengambil peralatan untuk merapikan rumput. Mereka kira-kira delapan orang yang terdiri dari lima laki-laki dan tiga perempuan segera melaksanakan tugas. Mereka menyebar ke penjuru sekolahan. Aisyah menuju depan ruang kantor guru diikuti Ari.
“Eh ... kok ngikutin sih?” tanya Aisyah yang masih sebal sama Ari.
“Siapa yang ngikutin? Aku mau ke depan kantor guru. Tuh, rumputnya agak panjang,” tunjuk Ari pada rumput di depan ruangan itu.
“Ish ….” Aisyah mencibikan bibirnya dan melenggang meninggalkan Ari.
Mereka membersihkan tempat itu bersama-sama. Setelah selesai, Aisyah pindah ke tempat yang belum disentuh rekan mereka. Ari lagi-lagi mengikuti Aisyah. Kali ini Aisyah hanya diam, karena dia tipe orang yang tak ingin membuat masalah.
Terlintas di benak Ari untuk mengerjai Aisyah. Dia menyebar potongan rumput ke tempat yang sudah Aisyah sapu.
“Ais, tuh lihat. Di sana masih kotor,” tunjuk Ari ke tempat yang telah dia sebari potongan rumput.
Aisyah mengangguk lalu menuju ke tempat yang ditunjuk Ari. Aisyah membersihkan tempat itu. Ari menyebar lagi potongan rumput.
“Ais, disini juga belum nih,” tunjuk Ari.
“Ini pasti ulah kamu kan, Ri. Tadi di situ sudah aku bersihkan, masak iya kotor lagi,” ucap Aisyah pada Ari.
“Kamu lupa kali. Ini, nyatanya masih kotor. Ayo bersihkan!” perintah Ari.
“Tidak mau ah. Itu pasti ulah kamu. Jadi kamu sendiri yang harus bersihin.” Aisyah memalingkan muka.
“Enak saja. Aku kan yang motongin. Kamu yang bersihin,” tolak Ari.
“Tidak mau,” kekeh Aisyah menggelengkan kepalanya.
Melihat perdebatan mereka. Kakak pembina berjalan menghampiri mereka.
“Kenapa ini pada ribut?” tanya kakak yang kurus jangkung itu.
Tak ada jawaban dari keduanya yang masih sama-sama merajuk. Kakak kelas itupun menghembuskan nafas panjang.
“Kalian segera selesaikan tugas itu. Kalau belum selesai, kalian berdua belum boleh pulang,” ucap kakak kelas itu tegas.
Bel panjang pun berbunyi. Tanda waktu pulang sekolah. Bambang dan Dwi yang duduk di belakang mereka menghampiri Ari.
“Bro, pulang yuk,” ajak Bambang seraya memberikan tas Ari.
“Ayo.” Ari meraih tas punggung itu.
“Eits ... enak saja. Kan belum selesai. Main nyelonong pergi saja,” cegah Aisyah.
“Kan udah waktunya pulang. Ayo kita pulang,” ajak Ari pada Aisyah.
“Tapi kakak kelas bil—“ Perkataan Aisyah berhenti ketika melihat mereka bertiga meninggalkannya.
Aisyah kembali menyapu tempat itu lagi. Tak berapa lama teman Aisyah datang dengan membawakan tasnya. Mereka sangat akrab walau baru dua hari ini berteman.
“Ais, ayo pulang,” ajak Putri.
“Sebentar lagi. Tinggal dikit nih. Nanggung,” ucap Aisyah
“Kan sudah waktunya pulang. Tinggalin saja,” usul Indah.
“Loh ... kamu belum pulang?” tanya kakak kelas yang jangkung tadi.
“Belum. Kan belum selesai, Kak,” jawab Aisyah.
“Tinggal saja sana. Biar besok diterusin sama pak Zaenal,” ucap kakak kelas itu yang ternyata namanya Rizki dilihat dari id nama di dada kanannya.
Aisyah mengangguk dan meletakkan sapu di dekat pohon. Mereka membubarkan diri. Indah dan Putri berjalan ke depan untuk naik angkot. Aisyah berjalan ke belakang menuju tempat parkir. Sampai di parkir Aisyah terkejut melihat ban sepedanya yang kempes.
Kok kempes. Kenapa sih kok sial banget hari ini. Gara-gara mas Fajar kemarin aku jadi sial hari ini, batin Aisyah.
Dia menuntun sepedanya keluar area sekolahan, mencari tambal ban. Tak perlu berjalan lama, Aisyah menemukan tukang tambal ban di seberang jalan. Aisyah menengok kanan kiri. Dirasa aman, Aisyah membelokan stang sepeda untuk menyeberang.
BRUK
Sebuah motor menabrak ban bagian depan Aisyah. Motor pun jatuh ke depan beberapa meter. Untung yang lecet hanya motornya saja. Pengendaranya sudah berdiri lalu berjalan menghampiri Aisyah. Aisyah yang masih terduduk sambil memegangi kepalanya yang luka karena terbentur stang sepeda melihat ke arah seseorang yang mendekatinya.
Jangan lupa tinggalin jejak dengan like dan komen yang membangun ya kak...
Kalau suka dengan cerita ini, boleh kok kasih hadiah. 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Diah
kisah pas Aisyah sllu diikuti Ari lgi bersihin sm persis kyk kisah aku.
2022-10-03
0
Pujiati
Ujian Kesetiaan hadir lagi kak
2022-05-29
0