Riski bangkit dari posisinya. Dituntun motornya ke pinggir jalan.Ternyata Rizki sang kakak kelas lah yang telah menabrak Aisyah. Orang itu semakin mendekat dan semakin buyar pula pandangan Aisyah.
“Heh! Kalau nyebrang lihat-lihat dong!” bentak Rizki.
“Ma-maaf Kak,” ucap Aisyah yang masih menahan kesadarannya dan hendak berdiri.
BUG
Akhirnya Aisyah tidak sadarkan diri. Rizki panik mengangkat tubuh mungil Aisyah. Untung saja ada klinik di dekat situ. Riski membawa masuk Aisyah ke dalam klinik.
Setelah melakukan tindakan pada Aisyah. Dokter pun memanggil Rizki untuk masuk ke dalam ruangan.
“Gimana, Dok, keadaannya?” tanya Rizki datar.
“Dia tidak apa-apa. Cuma syok ringan. Sekarang sudah sadar dan boleh pulang,” jelas dokter.
“Terima kasih, Dok,” ucap Rizki.
"Ini resepnya." Dokter memberikan secarik kertas yang berisikan resep obat.
Rizki melihat Aisyah yang memegangi kepalanya yang masih pusing. Rizki mendekat.
“Kamu yang salah, aku yang repot,” ucap Rizki ketus.
“Maaf Kak. Dan terima kasih,” ucap Aisyah sambil menundukan kepala.
“Hmm ... Ayo kita keluar tebus obat dulu," ajak Rizki dan memapah Aisyah keluar.
Mereka pergi ke kasir untuk menebus obat. Rizki memberikan kertas resep lalu menghampiri Aisyah yang sudah duduk di kursi tunggu.
“Sepedaku gimana, Kak?” tanya Aisyah.
“Sepeda kamu tadi kayaknya ada yang bawa ke bengkel,” jelas Rizki dan diangguki Aisyah.
Setelah keheningan beberapa saat, terdengar suara Aisyah dipanggil. Rizki berdiri lalu berjalan untuk mengambil obat itu. Semua biaya perawatan ditanggung oleh Rizki. Setelah semuanya selesai, Rizki dan Aisyah keluar dari klinik itu. Rizki berjalan menuju parkir untuk mengambil motor. Cowok itu memasukan kunci motor lalu menungganginya. Dia berhenti di depan pintu klinik.
Aisyah dengan tertatih berjalan melewati Rizki. Dia hendak menuju bengkel tempat sepedanya dititipkan. Tiba-tiba Rizki berseru.
“Hei! Mau kemana kamu?” tanya Rizki.
“Ambil sepeda,” jawab Aisyah singkat.
“Dengan luka kayak gitu kamu mau pulang naik sepeda? Nanti kalau jatuh lagi gimana? Kasihan orang tuamu nanti khawatir. Ayo aku antar,” ajak Rizki sambil menepuk jok belakangnya.
“Tapi sepedaku?” Aisyah berusaha menolak. Aisyah malu karena selama ini belum ada yang mengantarnya pulang.
“Urus saja besok,” ucap Rizki.
Aisyah mengangguk pelan lalu duduk di belakang Rizki. Aisyah nampak kaku membonceng Rizki. Tangannya memegang besi di belakang dengan kuat.
“Kok tidak pegangan. Nanti jatuh loh,” ucap Rizki.
“Udah nih,” ucap Aisyah.
“Mana? Kok tidak terasa dipegang.”
“Kan pegangan besi di belakang,” kata Aisyah sambil mengencangkan pegangannya.
Rizki hanya menggelengkan kepalanya.
Setelah memberi tahu di mana rumahnya, akhirnya Aisyah sampai di halaman rumahnya. Aisyah turun dari sepeda motor Rizki. Ibu Siti yang sedang mengangkat jemuran melihat anaknya pulang dengan dahi ditembel segera menaruh pakain kering itu di keranjang. Ibu Siti berlari kecil menuju Aisyah.
“Kamu kenapa, Is?” tanya ibu Siti panik.
“Tadi jatuh, Bu. Tapi tidak apa-apa kok. Ini juga sudah diobati. Besok pasti sembuh,” jelas Aisyah.
Mereka bertiga berjalan menuju teras rumah dan duduk di sana.
“Terima kasih ya, Nak, telah mengantarkan anak saya pulang. Tunggu sebentar ya, ibu buatin teh dulu,” ucap bu Siti.
“Sama-sama, Bu. Tidak usah repot-repot. Sudah sore, aku mau langsung pulang saja. Permisi.” Rizki menjabat tangan bu Siti lalu meninggalkan rumah itu.
Aisyah dan bu Siti memasuki rumahnya. Aisyah menuju kamarnya mengambil pakaian ganti dan bergegas menuju kamar mandi satu-satunya di rumah itu di dekat dapur. Setelah mandi, Aisyah duduk di ruang makan yang sekaligus sebagai ruang keluarga. Saat sore begini, Aisyah suka nonton acara reality show di TV.
“Is, tidak membantu ibu kamu?” tanya Fajar sambil menepuk lengan Aisyah.
“Ist ... Mas Fajar. Tidak lihat apa Ais lagi sakit.” Aisyah menengok ke sumber suara sambil mengelus lengannya yang sakit.
“Kamu kenapa?” tanya nya lagi.
“Ais tadi jatuh. Jidat Ais kena stang sepeda,” jelas Aisyah.
Fajar memeriksa kening Aisyah. “Tidak retak, kan? Kasihan mas Fajar, 'kan nanti kalau harus cari tukang las buat ngrapetin jidatmu yang retak.”
“Apaan sih, Mas Fajar. Masak do’ain adiknya kayak gitu,” protes Aisyah.
“Tidak kok, cuma bercanda. Gitu aja marah,” ucap Fajar.
“Bercandanya tidak asik. Ini semua gara-gara Mas Fajar kemarin.” Aisyah menggerutu.
"Eh ... kok mas? Jatuh sendiri malah mas yang disalahin," protes Fajar.
"Memang iya. Mas makan jajanan aku, seharian ini aku jadi sial. Tadi udah dihukum ngebersihin sekolah gara-gara tidak bawa tugasnya, terus ban kempes dan ini," tunjuk Aisyah pada jidatnya.
"Semua gara-gara Mas Fajar." Aisyah menyilangkan tangan di dada.
"Iya deh.. maaf, Adik kecilku." Fajar menarik kepala Aisyah masuk kedalam pelukannya.
Aisyah membiarkannya. Hanya dengan keluarganya dia berani bermanja seperti itu. Apalagi dengan kakaknya itu. Mereka sangat dekat.
“Tadi Mbak Ais di antar cowok lo, Mas,” ucap Bagas yang tiba-tiba muncul dari arah belakang rumah.
“Apa?!” pekik Fajar. “Baru dua hari masuk sekolah sudah punya pacar?” lanjutnya.
“Bukan pacar, Mas. Dia tuh yang tadi nabrak aku,” jelas Aisyah mencibikan bibirnya.
“Jadi, kamu sebenarnya jatuh apa ketabrak nih?” tanya Fajar.
Aisyah menjelaskan semua kejadian waktu itu. Fajar dan Bagas mendengarkan dengan seksama. Mereka berdua manggut-manggut mendengar penjelasan Aisyah.
"O ... ," ucap Fajar dan bagas berbarengan.
"Jadi besok Mas Fajar antar Ais berangkat sekolah ya," pinta Aisyah.
"Siap tuan putri." Fajar melipat tangan kiri di perut dan tangan kanan terentang. Kemudian membungkukkan badan. Seperti pengawal yang hormat pada tuan putri.
"Assalamualaikum ...."
Terdengar ucapan salam dari luar. Mereka bertiga menoleh ke arah sumber suara.
"Bapak sudah pulang," ucap Bagas seraya meraih tangan sang ayah dan menciumnya.
Pak Man memberikan cangkul yang dia pegang dan topi kepada Bagas. Dibawanya cangkul itu ke belakang untuk disimpan.
Fajar meraih tangan pak Man dan menciumnya kemudian Aisyah.
"Kamu kenapa, Is?" tanya sang pak Man khawatir.
"Jatuh, Pak. Tapi sudah tidak apa-apa kok. Sudah dibawa ke klinik," jelas Aisyah.
"Syukurlah. Lain kali hati-hati ya." Pak Man berjalan menuju ke belakang.
Dilain tempat rumah berlantaikan dua, seorang seorang pemuda sedang mengelus-elus motornya yang lecet.
"Untung tadi aku naiknya pelan, jadi cuma lecet doang. Coba kalau ngebut, bisa abis semuanya," ucap Rizki pelan.
Tuk
Tuk
Tuk
Suara langkah kaki menuju ke arah pemuda itu.
"Kenapa kamu, Ris?" tanya seorang laki-laki gagah dengan pakaian rapi layaknya orang kantoran itu.
"Habis jatuh tadi, Yah. Tuh cewek nyebrang tidak lihat-lihat sih. Untung naikku pelan. Jadi cuma lecet doang. Ayah baru pulang?" tanya Rizki balik.
"Iya. Lumayan dapat proyek baru," jawab ayah melihatkan gigi-giginya.
"Wah ... bisa beli hp baru nih." Rizki menaik-naikan kedua alisnya.
"Kamu ini." Sang ayah melenggang meninggalkan Rizki.
Rizki berlari mengejar ayahnya. Mencoba merayu. Karena hp Rizki sudah lemot. Terlalu banyak aplikasi game yang dia simpan.
Sehabis magrib, di rumah Aisyah, dia dan bu Siti menata meja makan. Mengeluarkan semua hidangan malam ini. Semua anggota keluarga sudah duduk di tempat masing.
Di meja makan terhidang nasi putih, daun singkong rebus, sambal terasi dan tempe goreng. Makanan itu sungguh nikmat. Mereka makan dengan khidmat.
Selesai makan dan merapikannya. Aisyah menuju kamar. Dia menata perlengkapan sekolah buat besok agar tidak lupa. Tugas MOS besok sudah tersedia semua, Fajar yang menyediakan. Itu sebagai penebus kesalahan Fajar kemarin.
Maaf, up nya lama 🙏
Doain ya biar saya up nya cepet. 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments