Shadow Of Princess 2
"*Ini dimana?" aku mengedarkan pandangan bergidik ngeri. Banyak mayat yang bergelimpangan diatas tanah yang kupijak.
Suara tangisan menyayat hati terdengar pilu. Aku berlari mencari asal suara. Aku terpaku melihat seorang pria bersurai putih menangisi seorang wanita.
Tapi, pakaiannya dipenuhi bercak darah. Aku menghampirinya dan terperanjat. Dia adalah aku dan pria ini.. Aku ingin melihat nya lebih dekat.
Tapi, kegelapan menyeretku. Membawaku ke tempat yang asing dan gelap. Aku mengedarkan pandangan dan terkejut. Tanah yang kupijak adalah darah yang berceceran. Aku termenung melihat semuanya.
Lalu, sebuah adegan muncul aku memperhatikan lamat. Wanita itu tersenyum menyuap dimsum ke mulut pria yang tersipu malu.
"Buka mulutmu,” pria itu menggeleng. "Aku bisa sendiri," wanita itu cemberut. "Ayolah kamu kan temanku bukan jadi pengawalku. Dan satu lagi jangan panggil aku Li Shuwang tapi Shuwang. Ayo buka mulutmu," pria itu membuka mulutnya.
Wanita itu tersenyum sumringah. Aku menghampiri nya tapi mereka hilang seperti bayangan.
"Tidak..tidak..tidak.. tunggu*.."
Aku terus berteriak hingga terbangun. Napasku tersengal jantungku berdetak lebih cepat. "Astaga aku mimpi apa tadi? Siapa pria itu? Dan kenapa aku bisa tewas disana?"
Aku menarik napas mengembuskannya pelan. Sinar mentari pagi yang menyilaukan menembus kamarku. “Ternyata hari sudah pagi,” gumamku meregangkan otot menghirup udara pagi yang menyegarkan.
"Li Shuwang, bangun sudah pagi. Nenek mau ke pasar,” seperti biasa nenek membangunkanku di pagi hari. Mengajakku ke pasar hanya untuk sekadar belanja atau menjual kayu bakar.
"Iya nek," sahutku. Aku beranjak bangkit melakukan aktivitas pagi seperti biasanya. "Nek,aku udah siap," nenek tersenyum mengusap pipiku lembut.
"Oh,cucuku yang cantik," aku tersenyum sumringah. "Ayo,nek kita segera pergi nanti dimsumku habis," nenek tertawa keras aku hanya tersenyum kecut.
"Li Shuwang, dipikiranmu hanya makanan saja," ejek nenek aku menjulurkan lidah. "Biarin," nenek menjewer telingaku. "Dasar cucu nakal," aku tertawa geli mendengarnya.
Kami melangkah pergi menuju pasar yang tak jauh dari rumah. Keadaan pasar yang ramai dan cuaca yang panas tak menyurutkan semangat kami.
Setelah,membeli berbagai macam barang kami memutuskan kembali. Tapi,ditengah jalan aku melihat seseorang yang memakai jubah.
Langkahku terhenti aku menoleh kebelakang. Aku terpaku melihat jubah itu. Air mataku tanpa sadar menetes.
"Dia.." bibirku bergetar menatap punggung nya yang hilang dibalik kerumunan orang. "Li Shuwang, ada apa?" tanya nenek khawatir.
"Tidak nek, bukan apa apa," sahutku mengusap air mata dan tersenyum. "Tapi,kenapa kamu menangis?" aku menggeleng pelan. Aku juga heran bagaimana bisa aku menangis hanya karena melihat orang asing.
"Nek,kita harus pergi aku lapar," ujarku nenek menghela napas. "Baiklah,jika kamu lapar kita juga harus segera pulang," ujar nenek melangkah lebih dulu aku menunduk.
"Kenapa aku menangis? Siapa dia?" gumamku mengikuti langkah nenek menuju rumah.
....
Ditengah malam yang gelap aku menunggu seseorang yang tak kunjung datang. Aku bersedekap mengetuk jari yang lentik.
"Huft,sampai kapan aku akan menunggu disini?" gumamku kesal. "Haish,kalau begini aku akan meninggalkannya."
Baru saja aku beranjak pergi seorang pria memakai pakaian hitam dan cadar menghampiriku. Surai hitam dan iris kuning keemasan cengengesan melihat wajahku yang sebal.
"Kenapa lama?" tanyaku jutek. "Maaf Li Shuwang tadi ada urusan," sahutnya aku mengangguk. "Baiklah,kita harus segera pergi sebelum fajar muncul."
Kami melompat tinggi berlari diatas atap rumah. "Kamu yakin akan melakukan ini?" aku terkekeh. "Tentu saja. Jangan biarkan si Chang Wing menikmati uang rakyat sekenanya."
"Terus,yang kita lakukan ini apa?" aku menatap tajam Yong nama pria yang bersamaku. "Iya, aku tidak akan bertanya lagi."
Kami terus meniti atap melangkah lebih cepat. Langkah kami terhenti di depan sebuah rumah besar.
"Kita sudah sampai," aku mengangguk memperhatikan para penjaga yang berdiri tegak. "Kamu sudah membawanya?" dia mengangguk.
Kami pun turun mereka langsung mengacungkan senjata. Yong merogoh saku melemparkan sebuah bom asap.
BUM!
Asap langsung mengepul keluar begitu asap nya terhirup mereka pingsan. Yong melangkah terlebih dahulu.
Aku mengikutinya dari belakang. Kami tetap waspada memasuki ruang kerja yang terlihat sepi. Bisa saja ini jebakan. Baru saja kubuka laci suara seseorang mengagetkan kami. “Jadi,kalian yang sedang jadi buah bibir para pejabat,” kami serempak menoleh.
Dibalik kegelapan seorang pria muncul. Dibawah cahaya bulan yang meremang aku bisa melihat wajahnya. Wajah yang tersembunyi di balik topeng. Dia menatap kami dingin. Bulu kudukku meremang aku mengeluarkan pedang. Begitu juga Yong dia sudah berdiri didepanku.
"Yong, apa yang kamu lakukan?” Yong menoleh. “Tetap dibelakangku. Aku akan tetap melindungimu,” aku terkesima. “Tapi, Yong-,” Yong menggelengkan kepala. “Tidak ada kata tapi. Dengarkan perkataanku saja itu sudah cukup,” dia menatap intens pria didepannya.
Aku mengintip sedikit di balik tubuh Yong. Surai putih yang bersinar dan iris safir itu nampak tidak asing bagiku. Aku tercenung melihatnya perasaanku campur aduk.
Aku memegang dada menahan rasa sakit yang mendera. Aku meringkuk, napasku tersengal, jantung ini terasa berhenti berdetak dan keringat dingin mengucur. Yong terkejut dia menghampiriku. Alis mata pria itu bertaut. Tatapannya yang dingin berubah keheranan.
"Li Shuwang kamu tak apa?" Aku menggeleng menarik napas. Aku mendongak melihat sepasang iris safir itu. “Siapa kamu dan mengapa kamu disini?” dia tersentak helaan napas berat terdengar.
"Aku kesini karena gubernur Chang Wing mengatakan padaku bahwa di Min Li banyak tikus yang berkeliaran di rumah bangsawan,” ujarnya menyeringai dia mengeluarkan pedang yang berwarna putih mengkilat. “Dan mereka menyuruhku agar membasmi tikus itu,” ucapnya terkekeh geli aku berdecak.
“Asal kamu tau dialah tikus sebenarnya. Apa kamu buta? Lihatlah Min Li banyak rakyat yang kelaparan dan berjuang hidup hanya sekadar untuk sesuap nasi. Kami sekarang terancam paceklik dan vampir mengincar kami. Bahkan, raja kami sendiri tidak pernah peduli sekalipun pada kami,” ujarku panjang lebar.
Yong menunduk dalam aku meliriknya. Maaf Yong aku tidak bermaksud menyakitimu, batinku. “Itu sebabnya kamu mencuri?” aku mengangguk beranjak bangkit. “Iya semua uang yang dia ambil milik rakyat. Dan aku akan mengembalikan semuanya pada mereka.”
“Sangat disayangkan aku ingin membantu kalian. Tapi, tindakan kalian salah,” aku terkejut Yong mendongak dia berdiri disisiku. “Apa maksudmu?” dia menyeringai. “Disini aku hanya melakukan tugasku. Tidak ada sangkut pautnya dengan kalian,” ujarnya santai.
“Tapi, ini demi rakyat Min Li. Aku tidak mau mereka-“
“CUKUP! Li Shuwang jangan buang tenagamu. Biar kubereskan pria yang sudah menghalangi kita,” aku mengangguk pria didepanku menyunggingkan senyum. Bibirnya bergetar menyebut namaku.
“Li Shuwang,” ujarnya lirih. Yong menggeram marah giginya bergemulutuk. “Jangan panggil nama Li Shuwang dengan mulutmu yang kotor itu,” ujar Yong ketus.
PRANG!
Pedang yang ada di genggamannya terjatuh ke lantai. Air matanya mengalir dia tetap tersenyum padaku. “Shuwang, akhirnya aku menemukanmu,” ujarnya dengan sendu. Tanpa sadar air mataku ikut tumpah.
Aku mengusapnya. “Kenapa aku menangis? Apa yang kutangiskan?” gumamku. “Li Shuwang kenapa kamu menangis? Hei, apa yang sudah kamu lakukan? Kenapa membuat Li Shuwang menangis?”
Yong mengacungkan pedangnya ke arah pria itu. “Shuwang, apa kamu mengingatku? Do Jian pengawal setiamu,” telingaku mendesing dan kepala yang mendenyut. “ARGH!” jeritku. Perlahan, pandanganku gelap tapi sebelum tubuh ini ambruk.
Suara teriakan mereka menggema di telingaku sebelum aku tenggelam di dalam kegelapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
❁︎⃞⃟ʂ𝕬𝖋⃟⃟⃟⃟🌺 ᴀᷟmdani🎯™
semangat thor...
2021-05-12
0
🎤༈•⃟ᴋᴠ•`♨♠Echa🐞Jamilah🍄☯🎧
Awal yg bagus thor😘😍
Semangat terus pokoknya yah kk 😅💪
2021-03-21
0
Laras •ZeE\\ off😴
aku mampir kk
2021-03-09
0