Aku memiringkan wajah melihat seorang wanita dengan tubuh berlumur darah dan seorang pria bersurai putih menangis. Sepertinya, aku kembali bermimpi di tempat yang sama.
"Putri,maafkan aku selama ini kasar padamu. Maaf,aku hiks..hiks seharusnya tidak seperti ini. Jika saja kamu memberitahu kebenarannya. Aku.. mencintaimu," aku terkesiap mendengarnya.
Kemudian, dia mengecup keningnya dengan air mata yang terus berlinang. Aku mengusap kening dan tersenyum. “Dikehidupan terdahulu aku mempunyai kekasih,” gumamku. Seseorang muncul dengan kuku yang teracung menyerang mereka dari belakang.
Aku yang melihat berusaha mencegahnya. Tapi, disaat bersamaan sesuatu terjadi. Suara ledakan disertai teriakan pria itu menghantam tubuhnya. Jerit kesakitan terdengar pilu.
Aku mengibaskan tangan menghalau debu yang beterbangan. Sesuatu yang mengejutkan muncul di hadapanku. Aku melongo melihatnya pria itu berubah drastis. “Apa yang terjadi? Kenapa dia bisa berubah?”
Dia terkekeh dibelakangnya pria bersurai merah dengan iris kuning memasang mimik sendu.
Aku menghampiri mereka tapi menghilang. Sesuatu menarikku ke suatu tempat yang gelap. Napasku sesak tempat ini lembab, gelap dan dingin. Aku melihat sekitar tak ada cahaya yang terlihat. Yang ada hanya kegelapan di seluruh ruangan.
"Kamu sudah lihat semuanya?" suara seorang gadis terdengar bergema. Aku membalikkan badan dan terjungkal kaget. Gadis itu sangat mirip denganku. Dengan gemetar aku mengangkat jari telunjuk ke arahnya. “Si-siapa kamu?” tanyaku gugup dia menyeringai.
"Aku? Aku adalah dirimu Li Shuwang,” aku menggeleng kuat. “Tidak! Aku bukan makhluk sepertimu,” sergahku. Dia menyeringai sepasang taring itu kini mencuat keluar. Aku bergidik ngeri. “Aku sudah cukup memberimu waktu dan kesempatan. Dan sekarang kamu tidak mau mengakuinya.”
“Dasar manusia tidak tau terimakasih,” dia muncul didepanku sebelum aku berpikir apa yang akan diperbuatnya. Sebuah tamparan keras melayang di pipiku.
PLAK!
Aku meringis kesakitan. Tak sampai disitu dia mencengkram daguku erat. Mengangkat wajahku di hadapannya. Iris kami saling bertemu. Aku bisa lebih jelas melihatnya. Bagaimana mungkin dia sangat mirip denganku? Dan wujud ini … ini adalah wujudku saat itu.
Dia tersenyum seakan tau isi pikiranku. “Heh?! Ternyata kamu masih belum paham juga,” dia melepas cengkramannya. “Li Shuwang, apa kamu pernah bertanya mengapa memiliki kekuatan yang sempurna?” dia menghela napas panjang.
Aku menggeleng. "Kenapa? Apa kamu sungguh tidak penasaran? Bahkan, dengan mimpi yang terus berulang? Atau bagaimana bisa wujudmu berubah hanya karena saat bulan purnama?” aku menelan ludah terpaku. Alis matanya naik sebelah dia menyeringai. “Jangan terkejut begitu Li Shuwang. Karena aku bagian dirimu,” dia menunjuk tubuhku.
“Lalu, kenapa aku bisa tewas? Dan mengapa mimpi itu selalu datang?” dia mengembuskan napas kemudian mengempaskan tubuhnya ke kursi singasana yang entah kapan muncul.
Dia mendongak tersenyum. “Untuk saat ini aku tak bisa menjawab pertanyaannya. Tapi, aku hanya minta kamu mencari pedang yong jian. Pergilah ke Wang Jian Li disana kamu akan menemukan semua jawabannya.”
Usai, mengatakan itu cahaya yang menyilaukan muncul. Aku memejamkan mata seperti ditarik aku terjaga dari tidurku.
Aku menarik napas panjang. Menarik surai frustasi mimpi tadi seakan nyata. Aku mengedarkan pandangan melihat sekeliling. “Ini dimana?” gumamku.
Sebuah ruangan yang luas dengan nuansa putih memanjakan mata. Aku berdecak kagum ruangan ini sangat bersih. Sepertinya, pemiliknya menyukai kebersihan. Tapi, disini tidak banyak peralatan yang ada. Hanya satu set meja yang diisi oleh buku, tinta dan kertas. Aku menoleh ke kanan dekat jendela.
Disana ada sebuah lemari dengan ukiran teratai. Lemari yang berukuran kecil namun imut. Aku terkikik geli. Lebihnya, tidak ada apapun disini selain ranjang.
Aku mencoba berjalan meski tubuh masih lemah. Aku menggeser pintu dan terkejut. “Ini dimana?” gumamku. “Kamu sudah bangun?” tatapanku beralih dan tersenyum kaku. “Apa kamu yang menolongku?” dia mengangguk.
“Lalu,ini dimana?” dia mengulurkan tangannya. Aku meneguk ludah. “Apa yang dia inginkan? Kenapa mengulurkan tangannya?” gumamku. Dengan ragu kusambut ulurannya dia tersenyum menarik tanganku.
Ternyata, dia mengajakku ke ruang makan. Kami menuruni tangga dan berbelok. Ruang makan yang berada dekat dengan dapur. Jendelanya menghadap ke kolam teratai. Aku tak berhenti kagum melihatnya. Senyumnya tersungging di bibir.
“Tuan, ini dimsum dan daging gulung tumis,” air liurku hampir menetes melihat makanan yang tersaji. “Li Shuwang, apa kamu tidak mandi dulu?” aku tersentak rasa malu menelusup ke hati. Aku menunduk dalam. “Ah,kalau begitu saya permisi dulu.”
Aku berlari ke kamar rasanya ingin menghilang saja. Aku lekas mandi dan berdandan. “Ayo makan nanti dingin,” ujarnya menyuap daging gulung tumis ke mulutnya. “I-iya,” ucapku kikuk duduk di dekatnya.
“Dimana kamu tinggal?” aku berhenti menyuap. “Mengapa kamu bertanya?” tanyaku balik. “Aku ingin mengantarmu pulang.”
“Tidak usah,” sahutku ketus. Dia mendongak sepasang iris kami bertemu. “Mengapa?” aku mengedikkan bahu. Suasana kembali lenggang kami kembali larut dengan rasa makanan yang terhidang.
“Jika kamu tidak mau bicara. Aku takkan memaksa,” aku tersentak dan menatapnya lamat. “Apa kamu marah?” entah kenapa ada rasa sakit saat dia mengacuhkanku.
TOK! TOK! TOK!
“Pelayan, buka pintunya,” titahnya pelayan itu mengangguk dan menggeser pintu. “Silakan masuk.”
“Li Shuwang,” aku menoleh dan terkejut. “Yong,kenapa kamu datang kemari?” Yong menghampiri meja makan dan duduk. “Aku merindukanmu,” ucapnya aku menggaruk pipi yang tak gatal. “Kalau kamu hanya datang menganggu. Sebaiknya, pulang saja. Shuwang masih butuh istirahat.”
Yong mendelik tajam. “Terus, apa saya harus angkat kaki begitu tuan?” cibirnya. “Kalau kamu tau diri dan mengerti silakan saja,” Yong berdecih menatapku. “Li Shuwang jaga kesehatanmu,” Yong menggebrak meja dan pergi. Aku mengusap dada.
“Selama aku tak ada kamu dikelilingi pria yang tidak berguna,” aku terperanjat. “Apa maksudmu?” dia menyesap teh melati dan tersenyum. Senyum yang membuat siapapun meleleh melihatnya. “Kamu sungguh melupakanku,” ucapnya sendu.
“Aku tidak bermaksud begitu,” ujarku gelagapan. “Lalu?” aku terdiam dia menghela napas berat. “Apa kamu ingat namaku?” ragu aku menggeleng.
“Sepertinya, kita akan mulai dari awal lagi,” dia berdiri dan menunduk. “Perkenalkan namaku Do Jian.”
“Li Shuwang,” dia mengangguk tiba tiba aku teringat nenek. “Ya ampun nenek. Maaf Do Jian aku harus segera pulang,” ujarku panik. Aku pun bergegas keluar sebelum Do Jian bicara atau menahanku lebih lama.
Hari sudah siang napasku sudah hampir habis. “Ah, ternyata rumahnya sangat jauh dari tempatku,” gumamku berjalan diantara keramain rakyat Min Li. “Butuh tumpangan?” aku mendongak ternyata Yong yang menaiki kereta kuda. “Tidak usah terimakasih,” ucapku dengan langkah cepat. “Li Shuwang, tunggu!” dibalik kereta kuda Yong dua orang pria berpakaian prajurit menghampiriku.
Aku menggigit bibir bawah. Sial! Ada prajurit istana. Aku masuk ke dalam pasar. Menyatu dengan kerumunan hingga tanpa sengaja aku menabrak seseorang. “Maaf,” mata membulat melihatnya. “Kamu,” tunjukku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
ig: monalisa_n28
Bacanya nyicil dulu kak
2020-10-05
1
chonurv
bukannya Jong dan Lee siang tadi sesama rekan pencuri ya ? kok nggak mau dikasih tumpangan
2020-09-08
1
ᴍᷧʀᷟ.☥͢★⃟Dark Ӄᴎ͟͞ɪ͟͞ԍ͟͞ʜ͟͞ᴛ࿐
Mantap gan
2020-08-16
2