Pagi sudah beranjak kutatap lekat pemandangan diluar. Air mata membasahi pipi terkenang nenek.
Aku tidak akan membiarkan mereka hidup dengan tenang aku akan membalas perbuatan mereka, batinku mengepalkan tangan.
TOK! TOK! TOK!
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan. Kuusap air mata dan mencoba tersenyum. “Pagi Shuwang,” sapa Do Jian membawakan sarapan. Semangkuk bubur yang terhidang di meja kecil.
“Makanlah,” ujarnya aku mengambil sendok dan menyuap bubur. Suasana lenggang. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Do Jian memecah sunyi. “Baik,” sahutku dia menahan tawa. “Ada apa?” tanyaku heran. “Tidak, sepertinya semalam kamu melupakan sesuatu,” ujarnya membuatku penasaran. Sekilas, aku teringat dengan kejadian semalam. Aku berubah wujud dan … aku tak ingat apapun lagi.
Sial! Aku pasti melakukan sesuatu, batinku panik. Do Jian menyunggingkan senyum yang tak bisa kuartikan. “Do Jian katakan sesuatu. Semalam aku melakukan apa? Apa aku berbuat jahat padamu?” tawa Do Jian pecah. Aku menggigit bibir bawah menunduk. “Maafkan aku Do Jian. Aku tidak sengaja. Aku-,” dia meletakkan jari telunjuk di bibirku.
“Tenang saja. Kamu tidak melakukan apapun,” ucapnya mengambil mangkuk bubur yang sudah kosong. “Dan ada satu hal yang mau kutanyakan,” aku menelan ludah. Jantungku berdetak cepat, keringat dingin mengucur, dan tubuhku menegang. Jangan bilang dia sudah tau aku siapa. Bisa bahaya jika dia tau. Semuanya akan menjadi kacau, batinku ketakutan.
“Setelah nenekmu meninggal. Kamu akan kemana?” aku terpaku dugaanku salah. “Aku-."
"Pergilah ke Wang Jian Li dan cari pedang yong jian,” suara itu tergiang di telingaku.
Aku mendongak Do Jian masih berdiri di ambang pintu. Menunggu jawaban yang terlontar dari mulutku. “Wang Jian Li,” ujarku. Do Jian terkejut dan tanpa sengaja menjatuhkan mangkuk yang dibawanya.
“Shuwang, akhirnya kamu kembali,” dia berlari memelukku erat. Rasa hangat dan nyaman membuatku lupa segalanya. Rasa sedih yang terbendung di hati seakan sirna. Dia melepas pelukan dan mengelus puncak kepalaku.
“Apa kamu pernah mendengar tentang pedang yong jian?” dia menatapku lamat.
“Apa kamu sudah mengingatnya?” aku menunduk ragu. Apa yang akan kukatakan? Apa aku tanyakan saja tentang mimpi aneh itu?, batinku. Tapi sesuatu mengganjal di hatiku. Tidak, waktunya belum pas.
“Tidak,” jawabku menggeleng. Do Jian mendesah kecewa. “Aku pikir kamu sudah mengingatnya,” ucapnya kecewa. “Maaf Do Jian aku masih belum bisa ingat.”
“Tidak apa. Aku tidak akan memaksamu. Pelayan!” seorang wanita paruh baya menghampiri kami. “Bersihkan itu,” tunjuknya dia membungkuk. “Iya tuan,” kemudian dia pergi meninggalkan kami.
Tak lama dia datang membawa sapu dan memungut sisa pecahan. “Tuan apa ada lagi yang saya kerjakan?” tanyanya sopan. “Tidak. Kembalilah bekerja,” dia membungkuk dan pergi.
“Apa kamu bisa menceritakan sedikit?” tanyaku lirih. Dia menoleh tatapannya sayu. “Apa kamu ingin tau?” aku mengangguk cepat.
Dia menarik napas tersenyum. “Pedang yong jian adalah pedang yang paling hebat. Terbuat dari taring raja vampir. Dia dapat membunuh musuhnya hanya dalam sekali ayunan. Bukan hanya manusia tapi vampir juga. Semuanya sangat takut pada kekuatan pedang itu dan juga Li Shang,” dahiku berkernyit mendengarnya.
“Li Shang?” gumamku.
“Li Shang adalah prajurit yang tak kenal mati. Dia adalah seorang pria pemberani yang pernah ada. Dan pemilik sah pedang yong jian. Bukan itu saja dia dapat mengendalikan wujudnya saat melawan musuh yang kuat.”
“Tunggu, apakah Li Shang juga darah campuran?” dia menoleh dan menyunggingkan senyum. “Dengarkan ceritaku sampai selesai,” ujarnya mencolek hidungku. Aku mendengus sebal.
“Aku serius kamu malah bercanda,” ujarku melipat tangan membuang muka. Do Jian terkikik seakan baginya aku lelucon. “Do Jian tidak lucu,” ujarku ketus.
Tapi, Do Jian malah tertawa lepas. Aku semakin geram. “Shuwang, wajahmu merajuk sangat lucu,” aku semakin kesal dibuatnya. Aku beranjak bangkit dan pergi. Do Jian menarik lenganku.
“Apa lagi?”
“Kamu tidak mau mendengar ceritaku selesai,” aku memutar bola mata malas.
“Tidak! Lagipula pedang itu bukan milikku. Itu punya Li Shang dan aku tidak berniat mencarinya.”
“Sepertinya kepingan ingatanmu belum sempurna.”
“Heh,apa urusanmu?”.
“Karena kamu adalah alasan aku hidup,” aku tercengang mendengarnya. “A-apa maksudmu?” tanyaku gagap.
“Duduklah, akan kuceritakan sedikit,” aku pun duduk disisinya. Dia menarik napas menerawang jauh. “Sebenarnya, seharusnya aku sudah tewas di medan perang.”
“Perang?” dia mengangguk. “Perang melawan vampir dan bibimu,” aku memiringkan wajah bingung. “Bibi? Apa aku punya keluarga? Dan kenapa aku harus melawan bibiku sendiri?” dia mengelus puncak kepalaku lembut.
“Tentu saja Shuwang kamu mempunyai bibi dan keluarga. Keluarga yang sangat menyayangimu. Kamu juga punya kakak laki laki Li Luan dan Li Lian.”
Kenapa nenek tidak pernah menceritakannya padaku? aku bertanya tanya dalam hati. Terlalu banyak misteri yang belum terpecahkan.
“Lalu kenapa aku melawan bibi? Apa dia melakukan sesuatu sampai aku harus melawannya?”
“Iya, dia bersekutu dengan Lung ketua Xiedee. Seperti yang kubilang sebelumnya Xiedee adalah vampir yang menghisap darah manusia tanpa ampun. Dan mereka sering membunuh. Mengenai bibimu dia tewas,” aku menutup mulut tak percaya.
“Tewas?” ulangku dia mengangguk. Tubuhku terkulai lemas. “Keluargaku? Bagaimana dengan mereka?”
“Mereka baik baik saja. Jangan khawatir,” aku bernapas lega. “Dimana mereka sekarang?” tanyaku penasaran. “Pertanyaanmu banyak sekali Shuwang. Setelah kamu kembali kamu cerewet sekali.”
“Aku kan cuma bertanya,” sahutku ketus. Suara keributan terdengar di luar pintu. Suara pintu di gedor dan teriakan yang menggema. “Tuan Do Jian ada seseorang yang memaksa masuk kemari.”
“Siapa?” mereka saling tatap. “Katakan. Siapa dia?” mereka meneguk ludah keringat dingin mengucur. “Yong,” ucap mereka kikuk. “Yong!” ujar Do Jian setengah menjerit.
Dia bergegas keluar melewati pelayan yang sudah berjejer rapi. “Kalian jaga Shuwang. Biar aku yang menemuinya,” titahnya dingin mereka mengangguk serempak.
Aku terdiam melihat sikap Do Jian. Aku pikir Do Jian adalah pria yang tenang dan humoris. Ternyata, dia bisa menjadi pria yang dingin dan menakutkan. “Sampul tidak bisa jaminan melihat isi,” gumamku.
“Nona, apa anda butuh sesuatu,” aku menggeleng. “Tidak. Kalian keluarlah. Aku ingin sendiri,” mereka membungkuk dan pergi.
…
“Dimana Li Shuwang?” pekik Yong mengitari rumah. Do Jian mengembuskan napas. Tatapannya yang tajam bak elang yang siap menerkam mangsa. “Hei, dimana kamu sembunyikan dia?”
“Dia sedang tak ingin di ganggu,” dahi Yong berkerut. “Apa? Diganggu?” Do Jian mengangguk lamat. “Benar, sebaiknya kamu angkat kaki sebelum aku menendangmu dari sini,” ujar Do Jian. “Jadi, kamu mengusirku?”
“Hentikan, Yong,” semua menoleh ke sumber suara. “Li Shuwang! Shuwang!” ucap mereka serempak. Yong menghampiri Li Shuwang. “Li Shuwang, apa kamu baik baik saja?” Li Shuwang tersenyum mengangguk. Do Jian berdecih melirik Yong tajam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Sejahtera
Tetap Semangat Kak ^_^
2021-03-03
0
M.A
adeg nya steve
2019-10-18
1
M.A
putri nya papi Haikal
2019-10-18
1