Takdir Cinta Rianti

Takdir Cinta Rianti

1. Aku tidak lagi menarik

"Aku mau menikah lagi!" Kata suamiku yang berhasil membuat aku terkaget bukan main.

"Aku tak ridho!" Jawabku sambil menatap lekat wajahnya.

"Ridho tak ridho, aku tetap akan menikah lagi!" Tanpa menunggu jawabanku, ia berlalu begitu saja. Meninggalkanku dengan segala kesedihan yang mendalam.

[Mass, aku tak ridho maassss!] Aku merintih dalam hati. Tanganku terkepal menahan sakit di hati.

Dadaku sesak, air mata mulai menggenang di pelupuk mata, berjejal bahkan seolah berlomba-lomba untuk segera keluar, seperti dahsyatnya air sungai yang ingin menerobos bendungan yang kokoh.

Aku mengambil posisi duduk menghadap jendela kamarku yang ada dilantai dua. Melihat awan hitam yang mulai menggelayut manja dilangit. Pertanda sebentar lagi akan ada hujan. Angin kencang mulai berhembus mungkin hujan kali ini akan begitu deras.

Ahh, bahkan sepertinya langit pun ikut bersedih melihatku yang kini terpaku membisu tanpa suara.

Tetesan demi tetesan air mulai jatuh dari langit, diikuti dengan bunyi petir yang menggelegar membela keheningan sore itu.

Aku masih terpaku menatap langit yang kini sedang tak cerah, sementara perkataan suamiku terus menggema dalam telingaku, gemaannya mampu menusuk jauh ke dalam relung hatiku.

[Aku ingin menikah lagi!] Perkataan itu terus terngiang-ngiang ditelinga.

Bagaimana bisa suamiku ingin menikah lagi, sementara aku sudah memberikan banyak anak untuknya, bahkan saat ini aku sedang mengandung anak kami yang ke empat.

Yah, aku pikir kebanyakan lelaki beralasan ingin berpoligami karena masalah tak kunjung diberikan keturunan tapi ternyata itu semua tidak berlaku untuk suamiku.

[Sungguh tega kamu mas!]

Segera kututup wajahku yang telah basah dengan air mata. Ingin sekali rasanya aku menjerit, tapi sebisa mungkin aku tahan karena tak ingin anak-anak mendengarnya. Apalagi saat ini si bungsu sedang tertidur pulas di tempat tidurku.

"Allahumma sayyiban naafi'an, Allahumma sayyiban naafi'an, Allahumma sayyiban naafi'an!" Kutengadahkan tangan seraya melafalkan doa ketika hujan. Ini memang selalu jadi kebiasaanku, membaca doa ketika hujan turun.

"Solatulloh solamulloh, ala Toha Rosululloh, solatulloh solamulloh, ala Yasin habibillah dst." Kulanjutkan dengan senandung Sholawat rindu untuk sang Nabi agung.

"Mi ... Mi ... *****!" Suara anak bungsuku menyadarkanku disusul dengan tangis anak keduaku yang entah kenapa.

"Ummi.. ummi, adek jatuh dari tangga!" Teriak anak sulungku yang membuatku refleks berdiri dan hampir berlari meninggalkan si bungsu yang sedang menangis di tempat tidur.

Aku langsung menggendong anak ke tigaku yang kini genap berusia satu tahun. Kemudian berlari kecil menuju anak keduaku yang kata kakaknya terjatuh dari tangga.

Sesampainya di bawah kulihat suamiku nampak sibuk dengan gawainya seolah tak peduli dengan apa yang terjadi pada anaknya.

Sementara Fatih (Sulungku) dengan sigap membopong adiknya Syamil (anak kedua) ke kamar mereka. Aku mengikuti mereka dari belakang sambil menenenkan Syafiq (anak ketigaku).

"Ini kenapa dek? Kok sampe jatuh dari tangga?" Tanyaku pada Syamil yang kini berusia dua tahun. Sambil sibuk memeriksa bagian tubuhnya barangkali ada yang luka.

"Anu ummi, tadi Syamil ,Fatih ajak menyusul ummi ke kamar, habisnya dari tadi Syamil ngajak Abi main tapi selalu ditolak sama abi!" Jawab anak sulungku yang kini berusia sebelas tahun.

"Dalam perjalanan menuju ummi, syamil malah jingkrak jingkrak di tangga, jadinya jatuh ummi!" Sambungnya lagi.

"Ya sudah, yang penting Syamil ga papa kan dek?"

"Ga papa ummi!"

"Ya sudah, ummi bicara sama Abi dulu, abang Fatih jaga adek-adek yah!" Pintaku pada anak sulungku itu.

"Iyah ummi, Fatih jaga adek-adek ummi!" Jawabnya dengan sedikit tersenyum.

Aku berlalu meninggalkan anak-anak yang tengah asyik bersenda gurau bersama. Aku bahagia Allah karuniakan mereka dalam hidupku. Tiga ksatria yang kelak akan menjadi pelindungku.

"Mas aku mau bicara!" Kataku pada suami yang tengah asyik dengan gawainya dan tak mempedulikan aku.

"Mas, kenapa Syamil mau ajak main, tapi ditolak sama mas? Kenapa mas?" Lanjutku dengan nada sedikit emosi.

Suamiku memang telah berubah semenjak kesuksesan yang ia capai. Menjadi dosen di salah satu Universitas swasta ternama di ibukota, usaha ekspedisi yang semakin banyak peminatnya, serta menjadi CEO perusahaan penghasil produk-produk rumah tangga dan pemeliharaan diri untuk keluarga. Tak ayal penghasilan kami perbulan bisa mencapai ratusan juta.

Namun walaupun begitu suamiku teramat perhitungan dengan segala pengeluaran rumah tangga kami. Ia sama sekali tak meringankan pekerjaan rumah tangga dengan sekedar memperkerjakan pembatu.

"untuk apa ada kamu kalau harus membayar jasa orang lain untuk mengurus segala urusan rumah tangga." Katanya kala itu.

"Aku lagi tidak ingin bermain dengan anak-anak. Aku capek seharian bekerja. Aku ingin santai-santai!" Jawabnya yang masih dengan pandangan pada gawainya dan mengabaikan aku.

"Mas aku sedang bicara, tolong letakkan gawainya dulu. Dan yah aku pun ingin membahas perihal niatmu yang ingin menikah lagi!"

Suamiku membenarkan posisi duduknya dan meletakkan gawainya itu disamping.

"Aku kan sudah bilang, ridho tak ridho, aku tetap akan menikah lagi, jelas?" Dengan nada yang ditekan ia memberikan pernyataan padaku.

"Apa alasanmu untuk menikah lagi mas? Sementara aku sudah memberikan banyak anak padamu. Bahkan saat ini aku sedang mengandung anak ke empat kita."

"Karena aku bosan denganmu. Lihat dirimu Rianti, kamu sudah tidak menarik lagi buatku. Gendut, kusam dan ahh sudahlah!"

Jawabannya membuat aku menahan nafas. Seperti tak percaya ia mengata-ngataiku sedemikian kejamnya.

"Setiap pulang rumah aku harus mendapatimu dengan pakaian lusuhmu, rumah yang berantakan, dan bau parfum khas dapurmu itu alias bau bawang dan asap." Lanjutnya dengan telunjuk menjalari tubuhku.

"Kau lihat tanaman yang layu itu, itu ibarat kamu, yang sudah layu termakan zaman, ngerti kamu?"

Bagaikan busur panah yang menancap tepat di jantung, kata-kata suamiku begitu membuat aku sakit hati.

Aku akui, aku mulai tak pandai menjaga penampilan. Bukan karena aku tidak peduli lagi dengan pandangan suamiku, tapi karena pekerjaan rumah tangga yang menurutku tak pernah ada habisnya ini yang membuatku tak punya waktu hanya untuk sekedar bersolek.

Belum lagi mengurus anak-anak yang sedang aktif-aktifnya, ditambah efek karena kehamilan yang membuat wajahku berjerawat dan badanku melar.

"Aku seperti ini karena baktiku padamu mas!"

"Tiga kali aku melahirkan anak kita, dan sekarang aku sedang mengandung anak ke empat kita!" Air mata mulai bercucuran membasahi pipiku

"Ahhh palingan anak itu laki-laki lagi, memang kau tak bisa berikan aku anak perempuan!" Jawabnya dengan kasar.

"Masalah jenis kelamin bukan masalahku mas, kau yang membawa genetik itu sementara sel telurku hanya menunggu untuk dibuahi!"

Suamiku terdiam tanpa kata. Sepertinya ia sedang mencerna kata-kataku.

" Satu lagi jika kau ingin aku bersolek, jika kau ingin aku wangi dan cantik bak bidadari maka berikan aku penunjangnya. Ahh bahkan untuk sekedar membayar ART pun kau hitung-hitungan!" Sahutku padanya.

"Cari alasan saja! Memang dasar istri tak ada guna kau yah, tak tau bersyukur, udah beruntung masih aku tampung kau dirumah ini!" Jawabnya yang membuat aku semakin sakit.

"Bukankah tanaman yang kau bilang layu itu akan bermekaran indah jika kau rawat?"

"Ahhhh, mau bagaimana pun kata-katamu aku akan tetap menikah lagi!"

"Aku butuh yang fresh dilihat, bukannya kusam seperti kau!" Ia berlenggang pergi meninggalkan aku yang terpaku.

Aku menangis sejadi-jadinya. Tak kuhiraukan lagi kehamilanku yang kini telah berusia lima bulan. Aku meluapkan segala emosiku di ruangan itu. Sampai tangan kecil mungil anak-anakku menyadarkanku.

"Mi, nis? (Ummi nangis?)" Tanya si bungsu dengan wajah lucunya.

"Ummi napa nanis? Ummi cedih yah?" Lanjut anak keduaku bertanya padaku yang kini terduduk lemas di lantai.

"Tian dede di pelut ummi nanti takit!" Lirih anak keduaku dengan raut wajah sedih.

Sementara anak sulungku menunduk saja tanpa berkata apa-apa. Aku tau dia mengerti dengan keadaanku. Sejak dari tadi ia mengintip di balik pintu, menyaksikan perdebatan antara aku dan suamiku.

Sementara aku terus menangisi keadaanku. Ingin rasanya aku memberontak tapi tak mungkin aku berontak di depan anak-anakku.

"Ummi, jangan sedih, ada Fatih disini ummi, Fatih janji akan jadi pelindung untuk ummi!" Akhirnya anak sulungku membuka suaranya dibarengi dengan tetesan air matanya.

"Jangan bersedih ummi, La Tahzan InnaAllaha Ma'ana ummi!" Lirihnya sambil memeluk erat tubuhku.

Muhammad Al-Fatih Ramadhan Wijaya, anak pertamaku bersama mas Galih. Lahir dibulan Ramadhan pada malam Lailatul Qadar. Muhammad, aku ambil dari nama nabi Agung Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, Al-Fatih terinspirasi dari pemuda sang penakluk konstantinopel yang menjadikan sholat tahajjud sebagai sholat wajibnya, sedangkan Ramadhan tak perlu kujelaskan lagi.

[Allahu Akbar Allahu Akbar]

Gema adzan mulai bersenandung di pelosok negeri, pertanda waktu sholat Maghrib sudah tiba. Aku beranjak berdiri dibantu oleh anak-anak untuk mengambil wudhu dan menunaikan sholat berjamaah bersama mereka.

Sedang mas Galih tidak kulihat lagi batang hidungnya. Semenjak hidup bergelimang harta, mas Galih mulai berani meninggalkan sholat. Sepertinya gemerlap dunia mulai membutakan mata hatinya.

Hufftttt...

Bersambung

Terpopuler

Comments

Endang Purwati

Endang Purwati

sudah memilih novel ini menjadi salah satu bacaan fav...tapi baru sempet saya mulai membacanya ..krna sya pkor masih on going. .jadi sambil nunggu up lanjutan...

ternyata gak tahan juga pengen baca sekarang...

nyesek baru part awal saja...sedih bukan main klo baca novel dengn kondisi rumh tangga yg seperti tertulis di novel ini..

sedih..baca suami yg seperti itu..ibarat kacang lupa akan kulitnya...

sedih juga krna sya tau pasti apa yg dirasakan umi nya Fatih...krna sya pernh ada di posisi itu..tpi bersyukur keutuhan sya dan suami bisa bertahan sampai detik ini..

sedih merasakan efek pada anak2..itu Kana luar biasa pengaruhnya untuk tbh kembang merka...

walaupun ini hanya cerita novel..tpi banyak terjadi di real life...

semoga banyak pelajaran yg bisa dipetik dri novel ini...

lanjjuutt baca yaa Thor sayaaanngg...

2020-12-28

0

Katrin Al husain

Katrin Al husain

Halo kakak, dan uku bawa bom like

ijin promo ya
Mampir juga di karya ku

"SELINGKUH YANG DI RESTUI"

😘😘😘

2020-10-30

0

Andi Fitri

Andi Fitri

aku mampir thor ceritanya sedih..

2020-10-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!