5. Kenangan Indah Masa Lalu

Dengan dibantu oleh Mbak Brenda dan Mbok Darmi. Pelan-pelan aku berjalan menuju rumah mewah berwarna hijau muda dipadu padankan dengan warna pastel dan merah merona. Di halaman rumah beberapa pohon cemarah terjajar rapi yang membuat sejuk area sekitar rumah, di bawahnya terdapat dua pasang ayunan kursi taman berwarna putih yang saling berhadapan.

Bunga-bunga terawat rapi, bermekaran cantik di sekeliling halaman rumah. Ditambah lampu-lampu hias yang memberikan nuansa romantis bagi pemiliknya.

Cekrek

Terdengar suara gagang pintu tengah dibuka dari dalam. Seorang wanita paruh baya berusia lima puluhan lebih keluar dari dalam rumah mewah tersebut. Namanya mbok Darmi.

Mbok Darmi adalah asisten rumah tangga Mbak Brenda. Mbok Darmi ini orangnya latah, karena latahnya itu kami sering dibuat tertawa olehnya.

Suami dan anak semata wayang mbok Darmi meninggal dalam kecelakaan tujuh tahun lalu dan meninggal di lokasi.

Karena ditinggal pergi suami, mbok Darmi memutuskan merantau ke ibukota untuk menyambung hidup dengan bekerja sebagai asisten rumah tangga.

"Ya Alloh Gusti, neng baik-baik saja kan, kandungannya baik-baik juga kan?" Celoteh mbak Darmi seraya melangkahkan kaki menuju kearahku.

"Rianti nggak kenapa-kenapa mbok, hanya sedikit sakit di perut," balasku pada mbok Darmi yang kini berada disampingku, menggantikan Fatih untuk memapahku ke dalam rumah.

"Mbok, sudah masak belum?" Tanya Mbak Brenda kepada mbok Darmi.

"Sudah dong neng, sudah mbok siapin di meja makan," sahut Mbak Darmi seraya menuntunku menuju area makan.

Dibantu mbak Brenda aku duduk di ruang makan yang bernuansa klasik, dengan dinding bercat warna huzelnut, dan sedikit hiasan stiker dinding berwarna merah muda bermotif bunga melati.

"Makan yang banyak yah neng, biar dede bayi yang ada di perut sehat," cecar mbok Darmi.

"Iyah mbok, doakan mereka sehat yah!"

"Mereka neng, kembar gitu maksudnya?" Mbok Darmi nampak kebingungan.

"Iyaah mbok," jawab Mbak Brenda dengan membesarkan suaranya dan memukul meja yang ada di depannya diiringi dengan senyum candaannya.

"Ehh Iyah neng, eh iyah." Latah Mbok Darmi pun keluar.

Semua yang ada di sana tertawa riang karena tingkah Mbok Darmi. Sejenak aku melupakan semua hiruk pikuk yang terjadi pada rumah tanggaku. Aku menatap semua orang yang ada disampingku, tampak begitu berbahagia atas hidup mereka.

[Bukankah aku dan mereka sama-sama berada di posisi yang tak menguntungkan? Mbok Darmi, hidup sendiri tanpa anak dan suami, mbak Brenda ditinggalkan orang yang teramat di cintainya demi wanita yang tak tau asal usulnya, sementara anak-anak harus terkena percikan kesedihan dari permasalahan yang dimulai oleh mas Galih, tapi mereka tetap tersenyum lebar tanpa merasa ada beban dalam hati. Fyyuuh, Aku terlalu merendamkan diri dalam lautan cinta dunia sehingga lupa bersyukur atas takdir hidup yang Allah gariskan untukku] cecarku dalam kalbu yang ringkih (lemah).

💔💔💔

Malam semakin larut, rumah-rumah di sekitar kompleks mulai memadamkan cahaya yang menerangi rumah mereka. Anak-anak sudah berlalu tidur, memilih berkelana dalam dunia mimpi yang indah daripada harus mencicipi pahitnya kehidupan dunia nyata. Sementara Mbak Brenda masih sibuk dengan laptop miliknya.

"Belum tidur Mbak?" Sahutku pada wanita berparas cantik itu.

"Belum dek, ada sedikit pekerjaan yang harus diselesaikan," cerca wanita bertubuh tinggi itu sambil menatap wajah senduku.

"Kamu belum tidur dek?"

"Ini sudah mau siap-siap tidur Mbak. Aku duluan tidur yah mbak," sahutku dan berlangkah pergi meninggalkannya yang di jawab anggukan kepala oleh Mbak Brenda.

💔💔💔

Bayangan masa lalu terus terputar dalam ingatanku. Kenangan demi kenangan indah yang pernah mas Galih lukiskan dalam kehidupan rumah tanggaku terlihat pudar dan tak berbentuk menawan lagi terhapus gelombang luka yang mas Galih ciptakan.

Kurebahkan tubuhku di tempat tidur sebelah anak-anak yang begitu terlelap. Menatap remang ke jendela kamar yang bergorden tembus pandang berwarna biru elektrik. Aku menutup mata mencoba mengingat-ingat kenangan ketika bersama mas Galih dulu...

💔💔💔

20 Agustus 2004

Kebaya putih dengan bordir bunga mawar nan elegan melekat sempurna pada tubuh langsingku. Goresan kuas makeup meninggalkan jejak yang teramat cantik di wajah mulusku. Tampak ada senyum yang merekah pada bibir manisku yang berbalut lipstik berwarna merah muda.

Malu-malu aku bercermin, terlihat wanita cantik yang tengah berdiri menghadap cermin berukuran sebadan orang dewasa. Itulah aku Rianti Nandita.

Tok... Tok ... Tok

"Masuk," teriakku pada seseorang di balik pintu kamarku.

"Rianti, kamu tau nggak, mas Galihmu sudah di depan rumah bersama calon mertuamu. Aduuhh mas Galihmu ituloh, tampaaan sekali," celoteh sepupuku bernama Tania.

"Huusst, jangan ngomong mas Galihku tampan, cukup aku saja yang bisa berkata begitu," jawabku pada Tania dengan raut wajah bahagia dan sedikit malu-malu.

"Ciee, ciee, ciee ada yang lagi berbunga-bunga nih." Kali ini Tania meledekku sambil menjulurkan telunjuknya mencari-cari wajahku yang sengaja ku sembunyikan.

Siapa yang tak bahagia dipinang lelaki tampan, gagah, dan berkarisma seperti mas Galih. Apalagi mas Galih lelaki yang banyak peminat perempuannya.

Mas Galih seorang mahasiswa di salah satu Universitas swasta terbesar di ibukota. Ia adalah lelaki pandai dan cerdas. Banyak dosen yang memuji kepandaian mas Galih.

Tak ayal banyak wanita cantik dari kalangan atas yang ingin menjadi pacarnya, sampai ada yang menawarkan diri untuk menjadi istrinya. Namun mas Galih menolak karena sudah berpacaran denganku.

Sementara aku adalah gadis remaja yang masih duduk di bangku SMA kelas tiga. Dengan prestasi yang biasa-biasa saja yang mempunyai hobi berimajinasi dalam khayalan dan menulis buku diary.

Tepat empat bulan setelah kelulusanku aku di lamar oleh mas Galih yang sudah kupacari selama setahun itu.

***

"Aku terima nikah dan kawinnya Rianti Nandita Binti Subroto dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas seberat lima gram dibayar tunai." Ucapan lantang mas Galih di sambut dengan kata SAH oleh saksi dan penghulu.

"Alhamdulillah." Disusul ucapan syukur dari semua orang yang menyaksikan ikrar suci yang di ucapkan mantap oleh mas Galih.

Seketika suasana yang tadinya hening berubah riuh bahagia dari para tamu undangan dan keluarga kedua mempelai. Aku yang duduk di samping ibukku menangis tersedu tanda bahagia. Kulirik ayahku menangis sambil memeluk lelaki yang kini menjadi menantunya.

Ayah memegang tangan mas Galih, menuntunnya menuju ke tempat aku berada.

"Galih, kini aku serahkan sepenuhnya tanggung jawabku padamu kehidupan anak perempuanku satu-satunya untuk kau jaga dengan baik, untuk kau bimbing menuju jalan yang Allah ridhoi, menjadi penyejuk hatimu ketika batinmu tak tenang. Jadikan dia ratu dalam rumahmu. Tolong jangan sakiti dia, karena sekalipun aku tak pernah menyakiti hatinya, tolong jangan pukul dia jika dia bersalah, karena secuil pun aku tak pernah menaruh tangan kasarku di atas tubuhnya." Ayah terisak, terasa berat melepaskan genggaman tangannya padaku.

"Tolong Galih, jika di kemudian hari kau lihat dia tak lagi menarik untukmu, jangan pernah kau buang dia di tempat yang jauh dari jangkauanku, tapi mohon kembalikan ia kepadaku, kepada tangan yang pertama kali memeluk tubuh mungilnya ketika ia berhasil menginjak dunia ini." Kembali ayah terisak dengan tangis yang tak mampu dibendung lagi dan menggenggam erat tangan anak yang kini harus ia lepaskan ke pelukan pria lain yang belum pasti membahagiakan.

"Aku janji ayah, akan kubuat putrimu menjadi wanita terbahagia didunia ini, akan kubuat bidadari iri dengannya, akan aku jadikan ia ratu dalam istana cinta yang akan kami bangun bersama nanti. Aku janji ayah." Kata-kata mas Galih menyentuh kalbu yang tengah menari-nari bahagia dengan diiringi irama cinta yang berdesir.

Malam pertama di malam pengantin kami nikmati dalam balutan cinta kepada Rabb-Nya. Memadu kasih dengan lantunan dzikir yang saling berbisik. Desahan nafas yang berirama cinta menghiasi kamar pengantin baru. Alam-pun menambah kehangatan dengan menurunkan hujan berkahnya yang membuat kedua insan semakin bergelora.

"Aku cinta kamu," bisik mas Galih di sela-sela peraduan cinta kami.

"Aku juga cinta kamu mas," balasku padanya.

💔💔💔

Sungguh kalimat demi kalimat yang mas Galih ucapkan kala itu masih tertulis rapi di ingatanku. Sebuah janji suci yang membuat semua orang terlena hingga menaruh kepercayaan kuat pada dirinya.

Namun nyatanya janji tinggalah janji. Aku ingat, sebagian orang menganggap HUKUM ITU DIBUAT UNTUK DILANGGAR begitu halnya janji DIBUAT UNTUK TIDAK DITEPATI, menurutku hanya orang-orang bermental penghianat yang berpegang teguh pada kata-kata seperti itu.

Kubenamkan wajahku pada benda empuk yang tengah kupeluk mesra. Aku habiskan sisa-sisa air mata yang masih mengendap di pelupuk mata. Takkan kubiarkan takdirku semenyedihkan ini. Bukankah janji Allah itu pasti "siapa yang bersabar dalam kepahitan hidup, maka suatu saat ia akan mengecap manisnya kebahagiaan."

Aku putuskan untuk berkelana di alam mimpi bersama anak-anakku. Me-restart lagi sistem pikiran yang mulai tak beraturan. Agar besok bangun dengan pikiran yang baru dan tertata rapi.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Andi Fitri

Andi Fitri

sabar rianti bahagia menanti mu

2020-10-07

0

Nining Zainal

Nining Zainal

sabar Rianti, semoga kamu bahagia di kemudian hari

2020-07-22

0

Risfa

Risfa

Bersabarlah atas ujian,
karena Allah sayang padamu Rianti 💙

2020-07-20

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!