04

Ray memapah Rachel ke ruang belakang, disalah satu kamar yang dipesannya. Ia membawa masuk Rachel yang sekarang tak sadarkan diri dan membaringkannya di ranjang. Ia tersenyum puas.

Tok... Tok... Tok...

Pintu kamarnya diketuk. Dengan gusar Ray membuka pintunya dan ia langsung mendapatkan pukulan di rahangnya dan tendangan di perutnya berkali-kali. Dan terakhir tangannya terpuntir ke belakang dan ditekan oleh musuhnya hingga ia terkunci dengan posisi membungkuk.

Ia menoleh ke belakang. Bram sedang memitingnya sambil tersenyum sinis.

"Jangan pikir aku lengah," ucapnya dan menekan sekali lagi tangan Ray hingga pria itu meringis kesakitan.

"Kamu bukan siapa-siapa dia," bantah Ray.

"Dia lebih dari apapun!" kata Bram ia melepas tangan Ray dan menendangnya tepat di punggung pemuda itu. Hingga ia membentur pintu. Lalu berlari keluar.

Bram menggendong Rachel keluar menuju parkiran dan membawa gadis itu pulang ke rumahnya. Untung saja ia mau menemani gadis itu. Jika tidak entah apa yang akan terjadi.

Bram membaringkan tubuh Rachel dan ia langsung keluar kamar. Ia butuh mendinginkan kepalanya. Ia begitu emosi melihat laki-laki itu membawa Rachel. Entah apa yang akan dikatakannya pada ibu Rachel bila... ia tak sanggup membayangkannya.

Terdengar erangan Rachel dari dalam kamar. Bram berlari masuk dan melihat Rachel muntah di lantai kamar. Bram mengumpat dan membaringkan Rachel kembali ke ranjang lalu membersihkan wajah gadis itu juga lantai kamar. Ia bersumpah akan meminta kompensasi pada Rachel.

Bram menghempaskan tubuh letihnya ke sofa. Malam yang berat. Ia harus segera istirahat karena besok ia harus kerja. Tak peduli bagaimana wajah dan bajunya, Bram langsung memejamkan matanya.

***

Pagi itu kepala Rachel terasa berat. Ia memaksa membuka matanya meski kepalanya langsung sakit. Ia kembali berbaring dan melihat pintu kamarnya terbuka. Di sana berdiri Bram dan Noey melihatnya cemas.

"Ada apa?" tanya Rachel dengan suara berat dan kerongkongannya serasa perih.

"Kakak kenapa?" tanya Noey.

"Nggak kenapa-kenapa, boleh minta minum?" tanya Rachel. Noey mengambilkan minum dan Rachel meminumnya. Kerongkongannya terasa lebih baik.

"Kakak beneran tadi malam reuni?" tanya Noey.

"Ya, ada apa?" tanya Rachel memijit kepalanya. Noey menoleh ke Bram dan Bram mengangkat bahunya lalu keluar kamar.

"Nggak apa-apa. Kakak mandi dulu, nanti kita sarapan," kata Noey, ia pun berjalan keluar kamar.

Rachel bingung dengan sikap mereka. Perlahan ia berjalan ke arah kamar mandi dan membersihkan dirinya. Bajunya berbau asam seperti bau sesuatu yang tak asing.

Setelah mandi Rachel keluar kamar dan mendapati kakak adik itu duduk di meja makan sambil bercerita. Namun saat Rachel datang, Bram menjadi diam dan menghindari tatapan Rachel.

"Ayo kak, sarapan dulu!" ajak Noey. Rachel menarik kursi dan duduk di meja makan. Lalu mulai menyantap makanannya sambil sesekali melirik ke arah Bram yang mengacuhkan dirinya.

Bram bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur. Ia telah selesai dan pamit pergi kerja.

"Tunggu!" Rachel berteriak saat Bram sudah berada di pintu depan. Rachel berlari dan melihat Bram memasang sepatu kerjanya.

"Bram! Aku mau nanya sesuatu," kata Rachel.

"Nanti saja," Bram berkata tanpa melihat Rachel. Lalu ia pergi begitu saja. Rachel merasa ada sesuatu yang membuat Bram marah dan mengabaikannya.

"Kakak kamu kenapa sih?" tanya Rachel. Noey mengangkat bahu tak tahu.

Rachel memutuskan libur kerja karena kepalanya masih pusing dan perutnya terasa tidak enak. Apa yang terjadi tadi malam, ia tak mengingatnya sedikitpun. Yang ia ingat Bram sedang menari bersama Irene. Selebihnya ia tak ingat apapun lagi.

Rachel berjalan ke ruang kerjanya melihat pekerjaan yang dilakukannya kemarin. Ia harus mengirim beberapa karikatur. Ia membuka pintu ruang kerjanya dan tercium wangi parfum. Rachel mengendus-endus udara di ruangan itu. Sebentar kemudian wangi parfum itu hilang. Ia berpikir mungkin tadi Bram datang ke ruangan itu. Dan mungkin ia sudah mengganti parfum baru.

Rachel membuka jendela menatap ke taman di seberang rumahnya. Ada dua anak sedang bermain ayunan di sana. Rachel tersenyum saat mereka duduk berbagi makanan. Ia kembali ke meja kerjanya dan mulai menghidupkan komputernya.

Ia membalas beberapa pesan yang masuk dan membuat karikatur lainnya hingga menjelang siang. Matanya terasa lelah, ia memutuskan mengambil buku sketsanya dan mulai melukis sesuatu. Ia begitu asyik melukis sampai lupa bahwa Noey ada di rumahnya dan mungkin gadis itu sedang bosan.

Pintu ruang kerjanya terbuka, Noey masuk dan menyapa Rachel. Rachel hanya menggumam dan Noey berjalan ke arah jendela dan berdiri di sana lama.

"Bosan ya?" tanya Rachel.

"Ehehehe nggak kok kak, pengen kesini aja. Aku ganggu ya?" tanya Noey.

"Nggak kok, sebentar ya dikit lagi selesai," kata Rachel. Noey mengangguk dan menikmati udara di luar yang berangin.

Lima belas menit kemudian Rachel selesai menggambar dan merapikan kembali mejanya. Noey hampir tertidur di balkon. Rachel mengagetkannya hingga wajah gadis itu memerah.

"Kakak iiiiih..." Noey gemas.

"Kalau mau tidur di kamar sana!" kata Rachel.

"Nggak ah, di sini enak. Kakak udah selesai?" tanya Noey.

"Udah, yuk turun!" ajak Rachel.

Mereka turun dan menuju ke dapur. Perut Rachel meronta minta diisi. Ia membuat sirup dengan es yang banyak karena cuaca yang sangat panas membuatnya sangat haus.

"Maaf ya kakak nggak bantu masak," kata Rachel melihat sajian makanan di atas meja makan.

"Nggak apa kak, btw kakak ingat nggak kejadian tadi malam?" tanya Noey sambil mengambil nasi.

"Kejadian apa?" tanya Rachel.

"Kakak pulang ke rumah?" tanya Noey. Rachel diam sejenak dan menggeleng.

"Nggak ingat, emang kakak kenapa? Kok nggak ingat gini ya?" Rachel menggaruk kepalanya.

"Hmmmh... kakak mabuk tau!" kata Noey. Mulut Rachel menganga lebar tak percaya.

"Masa sih? kakak nggak pernah mabuk loh," kata Rachel.

"Tadi malam kakak mabuk parah, sampe nggak sadar," kata Noey.

"Haaaa? Masa iya sih?" tanya Rachel. Ia mencoba mengingat-ingat kembali tapi yang diingatnya masih Bram dan Irene tapi...

"Ray!" kata Rachel.

"Siapa kak?"

"Ada temen sekolah dulu, seingat kakak sih dia ngajak ngobrol doang, nggak minum kayaknya," bantah Rachel.

"Kakak kan nggak sadar, kata kak Bram kakak dibawa sama Ray itu. Terus aku nggak tau gimana-gimananya. Taunya malam itu aku disuruh pulang nemenin kakak. Kakak muntah banyak banget," kata Noey.

"Masa sih," Rachel masih tak percaya.

"Tanya aja sama kak Bram," kata Noey. Rachel mengangguk. Ia akan menelpon Bram setelah makan siang. Semoga Bram tidak sibuk.

Dering telpon berbunyi terus-menerus saat Bram kembali dari makan siang. Ia malas meladeni Irene yang terus-terusan menelponnya. Ia meraih ponselnya dan akan mematikan tetapi urung karena Rachel menelponnya. Ia berpikir sebaiknya menjawab telpon Rachel atau mendiamkannya sebagai hukuman membuatnya repot dan bergadang semalaman? Bram tertawa jahil saat tiba-tiba sebuah ide melintas di kepalanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!