Dunia Tanpa Sekat
Gadis itu berlari kencang melewati jalanan yang semakin ramai. Ia mengabaikan teriakan protes dari orang-orang yang ditabraknya tanpa sengaja. Gadis itu terus berlari dan berbelok di sebuah rumah mewah salah satu temannya.
"Rachel!" teriaknya saat melihat gadis itu menarik napas satu-satu dan bertumpu pada lututnya. Ia tersenyum melihat temannya.
"Aku... akan..."
"Sudah! Tenangkan dulu dirimu. Ayo duduk!" ajak temannya menarik lengan Rachel ke arah bangku terasnya.
"Aku... akan... Boleh kuminta minum dulu?" pinta Rachel.
"Astagaaa... sebentar!" temannya masuk dan mengambil seteko minuman dan dua gelas. Rachel menyambar minumannya dan menenggaknya dalam beberapa teguk.
"Ada yang mau kubicarakan," kata Rachel setelah mengelap bibirnya.
"Apa itu?" tanya temannya.
"Kamu mau kencan denganku?" tanya Rachel dengan mata membesar, pipi memerah, rambut awut-awutan setelah berlari dan keringat yang membasahi sebagian anak rambutnya.
"Kau bercanda!" balas temannya.
"Kenapa aku harus bercanda? Aku serius, berkencanlah denganku, sekali saja," pinta Rachel.
"Astagaaa... Kamu gila! Kamu mabuk?" tanya temannya geleng-geleng kepala.
"Tidak! Kumohon sekali ini saja. Sebelum aku..."
"Ya ya ya... sebelum kamu pindah dan kita tak bisa saling bertemu. Ayolah Rachel, kamu pindah tidak begitu jauh dari sini. Tiga puluh menit perjalanan juga sampai," kata temannya.
"Kau menolakku?" lagi-lagi mata Rachel membulat.
"Bukan begitu, aku..."
"Bagus! Artinya kamu setuju dengan ajakanku, oke aku pamit. Aku tunggu lusa, malam. Jemput aku," Rachel tersenyum senang lalu ia berlari keluar.
"Rachel! Tunggu!"
"Apalagi Bram?"
"Tidak jadi, pulanglah," kata pemuda itu yang bernama Bram. Ia melambaikan tangan mengusir Rachel.
Rachel tersenyum dan berbalik lalu berjalan keluar pagar rumah megah milik Bram. Dia sedih sekaligus bahagia. Sedih karena harus berpisah dari Bram yang merupakan temannya sejak sekolah. Tapi juga bahagia bisa mengerjai pria itu untuk berkencan dengannya. Sebenarnya bukan kencan melainkan ia harus membawa pasangan saat reuni. Jika ia mengatakan akan pergi reuni Bram tentu menolaknya.
Bram adalah teman Rachel. Mereka dekat karena mengambil ekstakurikuler yang sama saat sekolah. Kelas musik dan paduan suara. Meski Rachel tak terlalu aktif tapi Bram lah yang membuatnya semangat sekolah. Bram adalah tipe laki-laki yang tak pilih teman. Berbeda dengan teman-teman lainnya. Bahkan kini setelah mereka lulus dan bekerja Bram lah teman dekatnya meski Rachel memiliki beberapa teman lainnya.
Rachel adalah murid biasa saja dulunya. Prestasinya biasa saja tapi bakatnya terlihat pada musik dan sketsa gambar. Soal paras, ia memang cantik tapi ceroboh dan mengabaikan penampilan, itulah sebabnya dulu ia sering di bully dan dikucilkan teman-temannya. Andai ia peduli sedikit saja ia akan terlihat cantik dengan tubuh kurus dan rambut panjang yang kini terlihat kecoklatan.
Berbanding terbalik dengan Rachel, Bram adalah sosok laki-laki idaman teman-teman sekolahnya itulah sebabnya Rachel selalu dimusuhi karena dekat dengan Bram. Kini mereka sudah bekerja dan masih berteman dengan baik karena rumah mereka tidak begitu jauh.
Bram bingung kenapa hari ini tiba-tiba Rachel mengajaknya kencan. Padahal bila dilihat Bram bukanlah lelaki tipe Rachel. Membuatnya bingung tapi juga penasaran. Ia akan menanyai Rachel nanti.
Rachel berjalan sambil bersenandung pelan. Wajahnya tersenyum senang. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai dimainkan angin. Akhirnya ia bisa mendapatkan pasangan untuk diajak reuni sekaligus acara ulangtahun salah satu teman sekelasnya dulu.
Sebenarnya Rachel malas mau ikut acara reuni yang berujung acara pamer. Tapi kali ini entah kenapa ia sedikit tertarik untuk hadir maka ia sedikit memaksa Bram. Rachel tertawa mengingat ekspresi Bram tadi tapi untunglah ia mau dan tak banyak bicara.
Dia mengajak Bram juga sebagai acara perpisahan mereka. Rachel akan pindah rumah yang lebih dekat dengan tempat kerjanya. Ia diterima bekerja pada salah satu penerbit sebagai karyawan yang membuat sketsa juga karikatur. Disana gajinya lumayan karena pekerjaannya juga merangkap sebagai editor.
Rachel bergegas pulang dan mulai membungkus barang-barang yang akan dibawa untuk pindah. Ia memerlukan kardus tambahan untuk barang-barang koleksinya.
"Ini pesananmu," seorang wanita gemuk penjual toko menyerahkan dua buah kardus kecil pesanan Rachel.
"Terimakasih," Rachel tersenyum dan menyerahkan sejumlah uang untuk membayar.
"Tidak usah! Aku gak menjual kardus itu. Bawa saja!" perintahnya.
"Terimakasih banyak, semoga semakin laris dagangannya," Aluna tersenyum pada ibu penjual. Ibu itu mengangguk dan melayani pembeli lain. Rachel berjalan menuju rumahnya
Ia membuka pintu dan dan langsung menuju ruang tengah dengan berbagai barang yang sudah dipilihnya untuk dibawa. Ia memasukkan barang-barang ke dalam kardus yang baru saja ia bawa. Ia menyelesaikan tugasnya sampai sore hari. Besok pagi semua barang akan diangkut ke rumah barunya.
Tubuhnya terasa sakit setelah mengemas barang. Ia memijit bahunya dan duduk di sofa sambil menonton televisi. Tubuhnya lelah untuk memasak ia akan memesan makanan saja.
Tok... Tok...
Rachel beranjak membuka pintu, ada Bram di sana membawa berbagai kantong berisi makanan.
"Tau aja aku butuh perbaikan gizi," komentar Rachel. Bram angkat bahu dan masuk.
"Banyak juga barangmu," katanya melihat tumpukan kardus ditengah ruangan.
"Ya, lumayan. Kamu bawa apa?" tanya Rachel membongkar kantong bawaan Bram.
"Makanan rakyat," jawab Bram cuek. Rachel tertawa mendengar komentar Bram.
"Ayo makan!" ajak Rachel setelah membuka aneka makanan.
"Kamu yakin mau pindah rumah?" tanya Bram.
"Yakinlah, aku sudah memikirkan ini. Lumayan menghemat waktu dan uang untuk ke tempat kerja," kata Rachel.
"Oke, by the way kenapa tiba-tiba ngajak aku kencan?" tanya Bram.
"Huahahaha... apa kamu kepikiran?" tanya Rachel. Bram mengangkat bahu seolah tak peduli.
"Aneh aja, aku takut dijebak," kata Bram.
"Aku nggak sejahat itu," kata Rachel
"Tapi lebih dari itu. Ayolah, kenapa? Dan ada apa?" tanya Bram.
"Oke, sebenarnya aku mau ngajak kamu reuni,"
"Aaarrrgggh... sudah kuduga!" erang Bram.
"Pleaseeeeee..." pinta Rachel
"Aku males datang acara kayak gitu, kamu tau sendiri,"
"Ya sekali-sekali nolongin temen kenapa. Aku nggak pernah ikut acara begitu tapi penasaran juga," kata Rachel.
"Yakin mau pergi?" tanya Bram meyakinkan.
"Yakin, makanya ajak kamu biar aku aman," kata Rachel.
"Aku kok malah lebih was-was," kata Bram.
"Amaaaaan, tenang aja," kata Rachel.
"Ya sudah, habiskan makananmu. Tadi ibumu nelpon," kata Bram.
"Oh iya, aku lupa tadi sedang mengisi batrai ponsel. Apa katanya?" tanya Rachel.
"Hanya bertanya kabar, kamu nggak ada nelpon dia sedikit khawatir,"
"Oke, thanks. Nanti ku telpon ibu," kata Rachel.
Mereka melanjutkan makan dalam diam. Kehabisan pembicaraan tapi Bram masih ingin disana menemani Rachel. Setelah makan ia memutuskan menonton tayangan bola di televisi sementara itu Rachel menelpon ibunya di kamar.
Persahabatan yang manis bukan?😊
Hai hai hai... ketemu lagi dengan novel selanjutnya dengan kisah yang lainnya. Semoga suka yah😊 salam manis dariku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Ailen
aluna ini rachel ya?
2023-09-12
0
Evi__gana
Kenapa setiap novel dengan judul berbeda dan kata-katanya tersusun rapi selalu sepi? apa cuman aku doang yang ngerasa gitu...
2022-12-29
0