"Sayang. Kapan kamu akan memperkenalkan aku dengan kedua orang tuamu?" tanya Karin yang berbaring dipangkuan suminya.
"Bersabarlah. Untuk saat ini masih belum aman kalau kamu muncul, orang tuaku pasti akan mengubah keputusannya memberikan perusahaannya padaku. Mereka paling tidak suka dengan sebuah Skandal, apalagi dengan poligami."
"Lalu apa solusi untuk hubungan kita ini?"
"Sebenarnya jalan satu-satunya adalah bercerai dengan Marinka. Tapi sepertinya wanita itu terlalu mencintaiku, sehingga dia begitu sulit melepaskanku."
"Kenapa bisa begitu? apa selama aku di luar negeri kamu selalu memperhatikannya, sehingga dia jadi salah sangka?"
"Tidak Honey. Bahkan seujung rambutnyapun aku tidak pernah menyentuhnya. Aku juga bicara seperlunya dengan dia."
"Sebenarnya aku tidak mau berbuat kejam dengan dia, tapi kamu kan memang milikku sejak awal. Aku terlalu mencintaimu, hingga sulit melepaskanmu untuk wanita lain."
"No Honey. Kamu sama sekali tidak bersalah dalam hal ini, dia yang salah sudah masuk dalam kehidupan kita. Waktu itu aku sangat bahagia saat mengetahui akan dijodohkan dengan anak dari papa Herman, tapi aku tidak menyangka kalau gadis itu bukan kamu melainkan Marinka."
"Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang? kita tidak mungkin menyiksa dia untuk menyerah bukan?"
"Sekarang terserah saja. Aku tidak ingin ikut campur urusan itu, aku serahkan semuanya padamu. Kalau memang kamu bisa membujuknya untuk mengajukan cerai, maka lakukan saja."
"Bagaimana dengan anak?"
"Kenapa?"
"Apa kita akan menundanya? sejak awal pernikahan kita, kita tidak menggunakan pengaman sama sekali. Kalau aku sampai hamil, bagaimana dengan nasibku? sementara kamu tidak ingin keluargamu tahu tentang pernikahan kita."
"Kalau janin itu memang harus tumbuh sekarang, kenapa kita harus risau? itukan buah cinta kita Honey? tentu saja aku akan menerimanya. Kalau itu sampai terjadi, aku akan membujuk orang tuaku agar mereka mengerti."
"Makasih sayang. Aku mencintaimu," Karin memeluk erat Galang.
"Sekarang lebih baik kita nyicil membuatnya," bisik Galang.
"Sayang. Nanti kamu kelelahan, bukankah besok pagi kamu mulai berangkat kekantor?" tanya Karin.
"Tubuhku malah semakin segar saat bangun tidur, setelah bercinta sepuasnya denganmu."
"Huu...gombal,"
"Mau ya?"
"Emm." Karin mengangguk sembari tersipu.
Malam ini benar-benar menjadi malam yang panjang bagi sepasang pengantin baru itu. Marinka yang ingin mengetuk pintu kamar itu, mengurungkan niatnya untuk memanggil suaminya buat makan malam. Untuk kesekian kalinya air mata Marinka terjatuh dan merasakan sesak didadanya.
"Kapan kamu memberikan hak itu padaku Mas," ucap Marinka lirih sembari mengusap air matanya.
Marinka beranjak dari depan pintu kamar itu, rasanya dia tidak sanggup mendengar suara-suara merdu itu lagi.
"Apa aku mengadu saja pada Papa dan Mama? siapa tahu mereka akan membantuku memisahkan mas Galang dan Karin. Bukannya aku menentang poligami, tapi perlakuan Mas Galang benar-benar tidak adil padaku."
"Tapi kalau aku benar-benar mengadu pada mereka, apa yang akan mas Galang lakukan padaku? apa di akan membunuhku? apa Mama dan Papa benar-benar akan membelaku? aku kan hanya menantunya,"
Memikirkan semua itu membuat Marinka semakin mengeratkan pelukkannya pada bantal guling.
"Sebaiknya orang yang pertama kali aku tanyai adalah Papa dan Mama Herman saja. Aku harus bertanya dengan jelas, apa semua yang Karin katakan itu benar adanya?"
"Aku tidak percaya mereka yang seperti penuh kasih sayang, tega melakukan itu padaku. Aku bisa terima kalau Karin yang melakukan ini padaku, karena dia masih muda. Tapi mereka?"
"Tidak. Walau bagaimanapun aku harus berfikiran positif dulu. Aku tidak boleh melupakan kebaikan mereka yang sudah membesarkanku dan memberikanku makan selama ini."
"Besok aku akan menemui mereka dan bicara secara baik-baik. Aku yakin Karin sudah berbohong padaku,"
Karena terlalu lama larut dengan pemikirannya sendiri, akhirnya Marinka jatuh tertidur dan melewatkan makan malamnya.
*****
Seperti biasanya, Marinka bangun lebih pagi. Dia tidak ingin melewatkan membuat sarapan untuk suami tercintanya. Meski tahu Galang belum mencintainya, tapi Marinka tidak mau menyerah untuk mengambil hati suaminya jtu melalui makanan yang dia buat.
"Mas. Kamu mulai ngantor hari ini?" tanya Marinka saat melihat Galang turun dengan pakaian formalnya.
Jangan tanya dimana Karin, karena wanita itu senantiasa bergelayut mesra dilengan pria itu.
"Ya. Aku mulai masuk kantor hari ini."
Galang menarik kursi untuk Karin duduki, pria itu memperlakukan Karin bak seorang ratu. Setelah itu Galang menarik kursi untuk dirinya sendiri.
"Mas mau makan dengan apa?"
"Biar aku saja kak," sela Karin.
"Sayang. Tolong buatkan aku roti dengan selai kacang ya?"
"Oke. Tunggu ya?"
"Emm." Galang mengangguk sembari mengusap pipi mulus Karin.
Marinka tidak memperdulikan kemesraan mereka, meskipun hatinya selalu merasakan denyut sakit. Dia menganggap itu sebagai latihan untuk mentalnya, agar lebih kuat menghadapi cobaan hidup kedepannya.
Marinka menuangkan secangkir teh untuk Galang, dan meletakkannya didepan pria itu.
"Marinka. Untuk hal yang terjadi pada Karin kemarin aku tidak akan mempermasalahkannya, tapi tidak ada untuk lain kalinya. Ini semua karena Karin berbaik hati tidak ingin memperbesar masalah ini, karena dia tahu kamu sedang cemburu."
"Apa maksud Mas?"
"Jangan membuatku emosi pagi-pagi. Dasar bodoh! itulah gunanya sekolah tinggi, agar otak bisa mengingat dengan baik apa yang sudah dilakukan."
"Sayang. Sudahlah, kenapa merusak moodmu? ini hari pertama kamu masuk kantor, sabar ya?"
Karin mengusap-usap lengan suaminya. sementara Marinka hanya terdiam, mencoba mencerna apa yang Galang katakan.
"Sekarang kamu makan saja rotinya ya? ntra terlambat ngantor loh? pulangnya jangan lama-lama ya? takutnya aku kangen," rengek Karin.
"Sungguh pemandangan yang memuakkan," batin Marinka.
Setelah menghabiskan roti dan tehnya, Galang beranjak dari tempat duduknya. Marinka dan Karin kompak mengantar Galang hingga didepan pintu.
Cup
Galang mengecup kening Karin, tapi tidak dengan Marinka. Padahal dua wanita itu sama-sama berdiri berdampingan. Sekuat mungkin Marinka menahan laju air matanya.
"Hati-Hati Mas," ujar Marinka.
"Emm."
"Honey. Hati-Hati ya?"
"Iya sayang. Kamu baik-baik dirumah ya?" Galang mengusap puncak kepala Karin.
"Love you,"
"Love you more Honey,"
Galang melambaikan tangannya setelah membunyikan klakson. Karin segera memutar badan untuk kembali masuk kamar.
Tap
Marinka mencekal tangan Karin dengan erat, hingga Karin sedikit meringis kesakitan
"Bisa kamu jelaskan apa maksud perkataan Mas Galang tadi? perbuatan apa yang kulakukan padamu kemarin? bukankah kamu yang seenaknya menghinaku?"
"Ya mau gimana lagi kak. Galang terlalu mencintaiku, hingga dia mendengarkan apapun yang kukatakan, termasuk kebohonganku."
"Kebohongan? kebohongan apa?"
"Kamu lihat cakaran diwajahku?"
Marinka memperhatikan ada sedikit goresan diwajah Karin, namun tidak terlalu serius.
"Aku bilang itu kamu yang melakukannya. Aku juga bilang kamu menjambak rambutku dan menarik bajuku hingga robek. Dan naas bagimu, dia percaya semua apa yang sudah aku katakan."
Karin mengatakan itu tanpa sedikitpun merasa terbebani. Sementara Marinka hanya bisa membelalakkan matanya, karena tidak percaya Karin bisa dengan tega memfitnah dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 323 Episodes
Comments
Sina Roselina
kenapa marinkabegitu bodoh nya demi se org laki laki
2024-01-31
0
Lela Lela
semoga ada mmh sm bp ny gilang
2023-07-24
0
Endang Oke
najis amat si marinka..bodoh banget tidak tshu diri..udh dianggap sampah aja masih peduli.
2022-11-29
1