Just Married
Sudah dua tahun aku tak pernah pacaran, karena yang aku dapatkan dari pacaran hanyalah sebuah kekecewaan dan kesakitan dalam diriku. Aku tak pernah bahagia sebenar-benarnya bahagia memiliki kekasih, yang ada bahagia diawal namun pada akhirnya aku ter-campakkan begitu saja, tanpa ada rasa iba sedikitpun untuk diriku.
Air mataku cukup untuk menangisi manusia sampah yang tak memiliki hati, aku bebas dengan keadaanku yang sekarang, tanpa kekangan, tanpa dimanfaatkan lagi. Aku pun merasa tenang, akhirnya aku bisa menabung dengan nyaman.
Ternyata aku bodoh selama ini, orang yang me-macari diriku ternyata hanya menganggap aku sebagai mesin ATM. Padahal aku bekerja dengan keras, kenapa aku bisa sebodoh itu? Apa waktu itu aku masih bucin? Atau dia yang terlalu pintar memanipulasi? Entahlah, yang kurasa aku sangat bodoh waktu itu.
Tapi, sekarang aku sudah dewasa yang sudah bisa berpikir lebih jernih dari sebelumnya, dan aku pun sudah tak takut lagi akan jatuh cinta. Semoga kali ini, Tuhan mau memihak diriku untuk mendapatkan cinta yang jauh lebih baik lagi.
Namaku Aisha Olinda, biasa dipanggil Aisha, ada juga yang memanggilku AO. Aku terlahir dari keluarga sederhana. Aku bekerja di sebuah toko bunga yang cukup besar di kotaku. Aku memiliki teman seperjuangan, ya bisa dibilang teman masa putih abu-abu ku dulu. Kita sama-sama bekerja di toko bunga, dan juga sama-sama mencari cinta sejati. Deva Astria, namanya. Orangnya baik dan pengertian, seperti....
"Dev, aku keluar sebentar ya," ucapku dan melepaskan celemek berwarna coklat itu.
Deva menghela nafas, "Dasar kamu, Sha. Kebiasaan deh, cepetan ya."
Di jam sepuluh pagi, aku selalu menjemput adikku untuk pulang dari sekolah TK. Adik kecilku itu namanya Alex, sudah pasti laki-laki. Wajahnya yang manis dan lucu juga bisa dibilang tampan. Tak ayal jika, ada kejadian seperti yang saat ini.
"Alex, boleh ikut pulang bareng nggak?" Ucap Nina teman Alex.
Alex yang sedari tadi kulihat hanya mrengut dengan acuh tak acuh hanya berkata yang cukup terdengar agak menyakitkan, "nggak boleh!".
"Kalau begitu, mau makan roti bersamaku?" Tawar Sifa, yang juga teman gadis kecil Alex.
Aku yang sedari tadi terus memantau, hanya menahan tawa. "Kalau di bayangkan, kelak Alex sudah dewasa apa akan sedingin gunung Fuji? Entahlah, sebaiknya aku menolong gadis-gadis kecil itu."
"Alex.." panggilku dan melambaikan tangan kepada Alex.
"Kakakku sudah menjemput ku pulang, aku pulang dulu. Bye." ucap Alex dengan nada cueknya dan berlari menghampiriku.
Alex tanpa segan langsung mengambil alih tempat duduknya, kemudian memerintah dengan gaya angkuhnya, "kakak, ayo cepat pulang."
Aku hanya tertawa kecil melihat tingkah Alex, jika di pikir sifatnya turunan dari siapa sih? Masak iya dari papa? Ah, bodo amat yang penting aku sudah jemput Alex pulang dan harus kembali bekerja.
Kami pulang dengan menaiki sepeda berwarna biru muda, dengan keranjang yang ada didepan, ku letakkan tas Alex di sana. Alex berpegangan tangan di pinggangku, nyaris seperti zaman waktu aku kecil saat dibonceng oleh papaku dulu.
Rumah kami memang dekat dengan tempat bekerjaku juga letak dimana sekolah Alex berada, tentu naik sepeda adalah hal yang menyenangkan untuk diriku.
"Tapi, mungkin tidak bagi anak kecil yang angkuh ini," celetukku dalam hati.
"Kakak, kenapa sih jemput Alex selalu pakai sepeda," Alex sudah mulai protes.
Aku tak mengindahkan ucapan Alex itu, dan aku hanya berkata, "naik sepeda kan seru, dan lebihnya lagi gratis pula," kataku tanpa keraguan, yang pasti kata gratis adalah kata yang paling di benci bocah kecil itu, sungguh puas aku jika sudah berkata demikian.
Terdengar jelas suara hela nafas Alex, katanya, "nanti, kalau Alex sudah besar. Alex bakal beli mobil, biar nggak kepanasan." Begitu angkuh bocah kecil itu berucap.
Ku pikir, "mama, ngidam apa sih dulu, hmmm."
Tapi ku pikir tingkah Alex juga lucu, ku iyakan saja biar hatinya senang, "Iya iya, tapi jangan lupa kakak dibeliin satu," ucapku.
Tapi, dengan tegas Alex menyahut "Nggak." Aku pun terpana dan ingin sekali mencubit pipinya, "kenapa?" ucapku agak sedikit kesal.
"Kakak kan lebih senang naik sepeda."
Jlebbb, tak bisa ku bayangkan, bagaimana bocah kecil itu mematahkan hati ku tanpa ragu, "dasar bocah sialan!" Ungkap ku yang hanya mampu di dalam hati.
Tetapi aku Aisha Olinda tak mau kalah dong, "hehe terserah, kakak beli sendiri saja deh kalau gitu,"
"Baguslah."
"Benar-benar ya," batinku dalam hati.
Tak lama kemudian kami sudah sampai di rumah, Alex pun turun dan bergegas masuk kedalam rumah tanpa keceriaan seperti anak kecil lainnya, yang akan berlari kecil sembari berteriak, mama. "Huft... Sungguh kasihan sekali mama ku."
"Sudahlah, aku harus bergegas kembali ke toko."
ku kayuh pedal sepeda itu dengan semangat, di sisi lain aku juga khawatir jika bos ku akan datang, tentu aku harus lebih cepat.
Namun saat diperjalanan ke toko, sungguh malangnya nasibku tiba-tiba ada sebuah mobil melintasi, dan kalian tahu? Kubangan air yang ada dipinggir jalan itu seketika me-nyiprati tubuhku.
"Sungguh sial," ucapku yang sembari mengibas-ngibaskan bajuku yang kotor akibat terciprat air kotor jalanan.
Aku pun mengeluh, "kayaknya memang benar deh kata Alex," Aku mrengut merasakan sebagian badanku yang kotor, kenapa ada manusia sombong seperti itu, menindas rakyat jelata seperti diriku.
Sudahlah, ku pikir dari sinilah kisahku akan dimulai...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Heny Wigiastuti
kenapa
2020-06-07
0
Nengg Yuliee
mampir yuk ke novelku judulnya "SALAH JODOH" genre romantis, komedi . bisa bikin yang baca senyum-senyum.
2020-06-06
0
Isak Bastian
bgs..thor...😊😊😊😊
2019-09-19
1