Sudah dua tahun aku tak pernah pacaran, karena yang aku dapatkan dari pacaran hanyalah sebuah kekecewaan dan kesakitan dalam diriku. Aku tak pernah bahagia sebenar-benarnya bahagia memiliki kekasih, yang ada bahagia diawal namun pada akhirnya aku ter-campakkan begitu saja, tanpa ada rasa iba sedikitpun untuk diriku.
Air mataku cukup untuk menangisi manusia sampah yang tak memiliki hati, aku bebas dengan keadaanku yang sekarang, tanpa kekangan, tanpa dimanfaatkan lagi. Aku pun merasa tenang, akhirnya aku bisa menabung dengan nyaman.
Ternyata aku bodoh selama ini, orang yang me-macari diriku ternyata hanya menganggap aku sebagai mesin ATM. Padahal aku bekerja dengan keras, kenapa aku bisa sebodoh itu? Apa waktu itu aku masih bucin? Atau dia yang terlalu pintar memanipulasi? Entahlah, yang kurasa aku sangat bodoh waktu itu.
Tapi, sekarang aku sudah dewasa yang sudah bisa berpikir lebih jernih dari sebelumnya, dan aku pun sudah tak takut lagi akan jatuh cinta. Semoga kali ini, Tuhan mau memihak diriku untuk mendapatkan cinta yang jauh lebih baik lagi.
Namaku Aisha Olinda, biasa dipanggil Aisha, ada juga yang memanggilku AO. Aku terlahir dari keluarga sederhana. Aku bekerja di sebuah toko bunga yang cukup besar di kotaku. Aku memiliki teman seperjuangan, ya bisa dibilang teman masa putih abu-abu ku dulu. Kita sama-sama bekerja di toko bunga, dan juga sama-sama mencari cinta sejati. Deva Astria, namanya. Orangnya baik dan pengertian, seperti....
"Dev, aku keluar sebentar ya," ucapku dan melepaskan celemek berwarna coklat itu.
Deva menghela nafas, "Dasar kamu, Sha. Kebiasaan deh, cepetan ya."
Di jam sepuluh pagi, aku selalu menjemput adikku untuk pulang dari sekolah TK. Adik kecilku itu namanya Alex, sudah pasti laki-laki. Wajahnya yang manis dan lucu juga bisa dibilang tampan. Tak ayal jika, ada kejadian seperti yang saat ini.
"Alex, boleh ikut pulang bareng nggak?" Ucap Nina teman Alex.
Alex yang sedari tadi kulihat hanya mrengut dengan acuh tak acuh hanya berkata yang cukup terdengar agak menyakitkan, "nggak boleh!".
"Kalau begitu, mau makan roti bersamaku?" Tawar Sifa, yang juga teman gadis kecil Alex.
Aku yang sedari tadi terus memantau, hanya menahan tawa. "Kalau di bayangkan, kelak Alex sudah dewasa apa akan sedingin gunung Fuji? Entahlah, sebaiknya aku menolong gadis-gadis kecil itu."
"Alex.." panggilku dan melambaikan tangan kepada Alex.
"Kakakku sudah menjemput ku pulang, aku pulang dulu. Bye." ucap Alex dengan nada cueknya dan berlari menghampiriku.
Alex tanpa segan langsung mengambil alih tempat duduknya, kemudian memerintah dengan gaya angkuhnya, "kakak, ayo cepat pulang."
Aku hanya tertawa kecil melihat tingkah Alex, jika di pikir sifatnya turunan dari siapa sih? Masak iya dari papa? Ah, bodo amat yang penting aku sudah jemput Alex pulang dan harus kembali bekerja.
Kami pulang dengan menaiki sepeda berwarna biru muda, dengan keranjang yang ada didepan, ku letakkan tas Alex di sana. Alex berpegangan tangan di pinggangku, nyaris seperti zaman waktu aku kecil saat dibonceng oleh papaku dulu.
Rumah kami memang dekat dengan tempat bekerjaku juga letak dimana sekolah Alex berada, tentu naik sepeda adalah hal yang menyenangkan untuk diriku.
"Tapi, mungkin tidak bagi anak kecil yang angkuh ini," celetukku dalam hati.
"Kakak, kenapa sih jemput Alex selalu pakai sepeda," Alex sudah mulai protes.
Aku tak mengindahkan ucapan Alex itu, dan aku hanya berkata, "naik sepeda kan seru, dan lebihnya lagi gratis pula," kataku tanpa keraguan, yang pasti kata gratis adalah kata yang paling di benci bocah kecil itu, sungguh puas aku jika sudah berkata demikian.
Terdengar jelas suara hela nafas Alex, katanya, "nanti, kalau Alex sudah besar. Alex bakal beli mobil, biar nggak kepanasan." Begitu angkuh bocah kecil itu berucap.
Ku pikir, "mama, ngidam apa sih dulu, hmmm."
Tapi ku pikir tingkah Alex juga lucu, ku iyakan saja biar hatinya senang, "Iya iya, tapi jangan lupa kakak dibeliin satu," ucapku.
Tapi, dengan tegas Alex menyahut "Nggak." Aku pun terpana dan ingin sekali mencubit pipinya, "kenapa?" ucapku agak sedikit kesal.
"Kakak kan lebih senang naik sepeda."
Jlebbb, tak bisa ku bayangkan, bagaimana bocah kecil itu mematahkan hati ku tanpa ragu, "dasar bocah sialan!" Ungkap ku yang hanya mampu di dalam hati.
Tetapi aku Aisha Olinda tak mau kalah dong, "hehe terserah, kakak beli sendiri saja deh kalau gitu,"
"Baguslah."
"Benar-benar ya," batinku dalam hati.
Tak lama kemudian kami sudah sampai di rumah, Alex pun turun dan bergegas masuk kedalam rumah tanpa keceriaan seperti anak kecil lainnya, yang akan berlari kecil sembari berteriak, mama. "Huft... Sungguh kasihan sekali mama ku."
"Sudahlah, aku harus bergegas kembali ke toko."
ku kayuh pedal sepeda itu dengan semangat, di sisi lain aku juga khawatir jika bos ku akan datang, tentu aku harus lebih cepat.
Namun saat diperjalanan ke toko, sungguh malangnya nasibku tiba-tiba ada sebuah mobil melintasi, dan kalian tahu? Kubangan air yang ada dipinggir jalan itu seketika me-nyiprati tubuhku.
"Sungguh sial," ucapku yang sembari mengibas-ngibaskan bajuku yang kotor akibat terciprat air kotor jalanan.
Aku pun mengeluh, "kayaknya memang benar deh kata Alex," Aku mrengut merasakan sebagian badanku yang kotor, kenapa ada manusia sombong seperti itu, menindas rakyat jelata seperti diriku.
Sudahlah, ku pikir dari sinilah kisahku akan dimulai...
"Mbak? Mbak gak apa-apa?" Ucap seorang pria yang tiba-tiba sudah ada dibelakang Aisha.
Aisha yang masih sibuk membersihkan diri cukup kaget dan sontak menoleh kebelakang dari arah datangnya suara itu, rupanya seorang pria berseragam layaknya pegawai kantoran.
Saat itu pula, pikiran Aisha mulai melayang, "Enak kali ya, kerja di kantoran," gumamnya dalam hati.
Aisha malah melamun merasa iri hati memandang setelan baju yang amat mendambakan, setelan baju formal dengan sepatu pantofel hitam mengkilat, kerja kantoran yang jelas terlihat bersih tanpa harus kesana kemari, layaknya dirinya sebagai pegawai toko bunga yang harus kadang kala mengantar pesanan customer.
"Mbak? Mbak nggak apa-apa kan?"
Pria yang sedari tadi menghampiri Aisha dan merasa kalau dirinya tak di indahkan itu, langsung melambai-lambaikan tangannya tepat didepan wajah Aisha, "mbak? halo?"
Lamunan Aisha benar-benar buyar, "eh, iya. Maaf pak, eh maksudku om," Aisha sedikit gagap.
Aisha baru menyadari, pria itu memang cukup tampan, maksudnya setelan bajunya. Wajahnya yang tak lagi muda ditambah lagi perut buncitnya, apalagi cara pria itu memandang, sungguh mengerikan.
"Waduh mbak, sayang sekali ya. Mbak memang cantik, tapi aku sudah punya istri dan anak. Jadi maaf ya mbak, aku memilih istri dan anakku," pria itu terkekeh dan kembali membuyarkan lamunan Aisha.
Rasanya, kaki Aisha ingin sekali segera membawanya pergi menjauh, lantaran pria seperti itu sudah jelas pria mata keranjang, karena dari tatapan serta mimik wajah yang cukup membuat bulu kuduk merinding.
Aisha tak terima itu tanpa basa-basi menjelaskan, "ha? Maaf ya om..."
Pria itu yang merasa ada penolakan langsung memotong, "Sudahlah mbak, akui saja. Mbak tengah mengagumi ku bukan? Buktinya tadi, mbak melihat saya sampai melamun begitu,"
"Eh, buset. Nih orang ke-ge-eran banget sih" batin Aisha.
"Eh, bukan om. Maksud aku bukan itu om, om salah paham," Aisha masih tidak terima.
"Sudahlah, nggak apa-apa. Akui saja, toh aku memang tampan," ucap pria itu makin kepedean.
"Hah?"
"Huwekkk... Demi Tuhan, pria ini benar-benar gila," batin Aisha yang sudah bergemuruh petir.
Aisha sudah tak peduli, "haha, maaf om. Aku buru-buru, permisi."
Dengan cepat, Aisha mengayuh sepeda agar terhindar dari makhluk astral, yang entah darimana datangnya.
Sedangkan pria tua itu masih memandang punggung Aisha yang semakin jauh, dengan tatapan nafsunya, "awas saja nanti."
"Maaf pak, perempuan yang naik sepeda tadi kemana ya?"
Deg. Pria tersebut kaget dan langsung berubah ekspresi tak senang. Saat menoleh kebelakang rupanya sosok pria muda yang tampan dan bertubuh tinggi semampai tentu jelas melebihi pria tua tersebut yang tingginya hanya setinggi pohon tauge gemuk.
"Oh, dia. Dia keponakanku, ada apa?" Ungkap pria itu dengan acuh tak acuh.
"Begini, tadi saya tidak sengaja membuatnya basah kuyup karena mobil saya. Apa dia baik-baik saja?" Tanya lelaki muda itu dengan sopan.
"Tentu saja tidak, kulit dia terlalu sensitif, kalau terkena air kotor, apalagi air kotor di jalanan seperti itu. Kamu pikir apa akan baik-baik saja?"
"Maaf, pak. Saya benar-benar tidak tahu, bagaimana kalau saya bertemu dengan keponakan bapak untuk meminta maaf?"
"Hei, anak muda. Apa dengan kata maafmu itu sudah cukup? Haha, kamu jangan gila,"
"Maksud bapak?" Selidik pria muda itu.
"Ganti rugi"
Pria muda itu melongo, "apa?".
Dengan cepat, pria tua itu berkata, "kalau tidak, aku laporin ke polisi," tegasnya.
Pria muda itu terbelalak, tpi karena tak ingin berurusan panjang, pria muda itu langsung merogoh kantong celana, "baiklah."
Baru saja membuka dompet, pria tua tersebut langsung merampas dan menggeledah tumpukan yang tipis dengan ganasnya, "segini masih belum cukup, karena obat keponakanku itu mahal, barangnya langka. Berhubung aku lagi berbaik hati, aku lepaskan kamu. Pergilah."
Setelah mendapatkan uang, pria tua itu melemparkan dompet ke arah pria muda tersebut, bahkan tanpa basa-basi pun pria tua itu pergi tanpa pamit.
"Gila, benar-benar gila. Uangku untuk satu bulan diambil semua. Duh, gawat aku harus cepat kembali," batin pria muda itu saat melihat dompetnya sudah kosong melompong.
Tanpa berpikir panjang lagi, pria muda tersebut melihat jam yang melingkar di tangan kanannya, wajahnya menjadi cukup panik. Dan sesegera mungkin dirinya ikut berlalu meninggalkan tempat perkara, menuju restoran yang tak jauh dari tempat tersebut.
Di sisi lain, Aisha yang sudah sampai di tempat kerja, Deva yang melihat Aisha datang dengan keadaan basah kuyup dan kotor itu merasa kasihan tapi juga ingin tertawa, "lho, Aisha? Kenapa? Hahaha jangan bilang habis main tadi."
Aisha tak peduli dan berjalan ke arah loker, "tahu ah, gara-gara pria tadi. Naik mobil sembarangan, parahnya lagi sudah tua tapi pedenya minta ampun," Aisha menggerutu.
"Hehe, sabar Sha. Ya sudah, cepat mandi sana dan ganti bajumu. Sebentar lagi bos akan kesini," Deva memeringati.
"Apa? Bos?"
"Iya, bos. Bos kita" ucap Deva.
Buru-buru lah Aisha pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, "oke-oke, aku akan cepat selesai," imbuhnya.
Tidak ada sepuluh menit, Aisha sudah datang kembali dengan segar, buru-buru lah Aisha memakai celemek berwarna coklat yang sebelumnya ia lepaskan.
Tak harus lama-lama, Aisha sudah kembali bekerja, membantu Deva yang sedari tadi sibuk merangkai bunga.
Rupanya kedua gadis itu, sudah di percaya oleh bosnya untuk mengelola toko bunga tersebut. Tentu saja, jika di lihat mereka berdua cukup cekatan dan gesit.
Tapi pekerjaan itu, cukup membosankan bagi Aisha, lantaran dirinya masih mendambakan bekerja di kantoran.
"Sha, bos datang," Deva memperingatkan Aisha yang sedang melamun.
"Oke," Aisha berkesiap.
Nampak dari dalam, rupanya bos mereka datang dengan seorang pria muda. Dan ketika tanpa sengaja, pria muda itu melihat sepeda yang sebelumnya Aisha gunakan sudah terparkir di depan toko, "Sepertinya, kenal dengan sepeda ini," batinnya.
"Selamat siang bos," seru Aisha dan Deva menyambut bos mereka datang.
"Selamat siang juga, Ao, Deva. kami ada urusan sebentar, tolong persiapkan bunga yang terbaik. Dan pastikan, jangan buat keributan ataupun kegaduhan. Mengerti?" perintah bos mereka.
"Siap. Mengerti, bos," seru Aisha dan Deva.
Aisha dan Deva langsung mengambil alih dan mempersiapkan bahan, mereka berdua nampak kompak untuk berkerja sama, meskipun itu hanya merangkai bunga.
Lima menit kemudian, lonceng pintu berbunyi yang artinya ada pelanggan datang, Deva langsung menyudahi dan menghampiri pelanggan tersebut.
Aisha merangkai bunga yang cukup besar seorang diri, tapi tak lama lonceng toko berbunyi berkali-kali, tentu Aisha harus mempercepat pekerjaannya.
Hanya tinggal sedikit, akhirnya Aisha memilih untuk turun tangan lantaran Deva sudah nampak kewalahan, "mari kak, ada yang bisa kami bantu?" tawar Aisha dengan ramahnya.
Mereka berdua menjadi sibuk, hingga tak terasa bos mereka sudah keluar dari ruang rapat bersama pria muda sebelumnya.
"Ao?" panggil bos kepada Aisha.
Aisha menoleh, "Iya, bos?" jawabnya, Aisha pun pamit pada pelanggannya, "maaf ya, sebentar," pelanggan hanya mampu mengangguk menyetujuinya.
"Bunganya sudah siap?" Ucap bosnya, saat Aisha sudah tiba.
"Hehe, belum bos. Sedikit lagi..." Aisha cengengesan dan menyipitkan jarinya membentuk huruf c.
"Selesaikan dulu, biar pelanggan, aku yang tangani dulu" ucap bos, "anda, bisa tunggu di sini sebentar," imbuh bos itu mempersilahkan pria muda untuk duduk di dekat Aisha.
Aisha langsung menyibukkan diri menyelesaikan pekerjaannya, meskipun pria muda tersebut sangatlah tampan baginya, tapi tetaplah pekerjaan nomor satu, dan Aisha tidak berani untuk mengajak bicara atau basa-basi.
Tapi di sisi lain, rupanya pria muda itu nampak mencuri pandang pada pada Aisha, dirinya merasa kagum akan kegesitan Aisha atau karena kecantikan Aisha?
Entahlah, Deva yang menyadari itu tak mungkin untuk melabraknya, karena pria itu tak berbuat apa-apa, selain memandangi Aisha dengan senyum tipisnya.
"Bos? Bunganya sudah siap," Ucap Aisha tiba-tiba dengan cerianya, seketika itu pula pria muda tersebut tersadar dan bos datang menghampiri.
"Oke."
"Wah, saya salut dengan anda, meskipun anda seorang direktur masih mau turun tangan untuk melayani para pelanggan," puji pria muda itu.
"Hehe, jangan begitu. Karena aku bisa seperti sekarang ya karena berawal dari sini, memulainya dari hal kecil. Kita pun nggak boleh mengabaikan pelanggan sekecil apapun itu, karena kita juga butuh mereka, bukan?" Ucap bos terkekeh.
"Betul, pak," seru pria muda itu dengan ramah.
"Makanya, kamu harus belajar menghargai hal yang terkecil sekalipun," seru bos.
"Oh, iya. Tolong kasih ini kepada direktur Rendra, sampaikan salamku kepadanya, senang bekerja sama dengannya," ucap bos dengan ramah dan menyerahkan bunga buket kepada pria muda tersebut.
"Baik, terima kasih. Kalau begitu, saya pamit dulu. Selamat siang pak," pamit pria muda tersebut dan berlalu pergi.
"Kasihan sekali pemuda itu, habis dipalak orang gara-gara tidak sengaja mencipratkan air dengan mobilnya dan mengenai seseorang," gumam bos.
"Apa? Eh, maaf. Maksudku, apa dia itu yang yang telah membasahi seorang gadis dengan air kotor saat melintas di jalan veteran blok A?" Selidik Aisha saat mendengar ucapan bosnya.
"Hemm?" bos pemilik toko bunga itu hanya mengernyitkan dahi.
Aisha menyadari, jika bosnya memberi isyarat, bahwa dirinya tak perlu banyak pertanyaan, "eh, hehehe... maksud Aisha. Kejadiannya hampir sama denganku tadi, tapi bedanya Aisha yang jadi korbannya. Hehe...." Aisha cengengesan.
"Terus, apa kamu sudah tahu siapa pelakunya?" Tanya si bos.
Aisha menjawab dengan mantap, "tentu. Pria tua yang tak tahu malu, sudah jelek, abstrak dan menjijikkan pula. Ih... Amit-amit deh,"
"Separah itukah?" timpal si bos.
Aisha semakin semangat untuk menceritakan, "Iya, lah. Karena..."
"Mbak?"
Tanpa di duga, obrolan mereka harus terpotong oleh customer yang memanggil Aisha untuk dilayani, tentu Aisha cepat menanggapinya, "iya?"
Aisha tersenyum pada bosnya, saat hendak menghampiri costumer, "hehe, maaf bos..." dan si bos hanya mengangguk mengerti, "oke."
Aisha begitu ramah saat menghadapi costumer, tak heran jika bos sangat menyukai kinerja Aisha.
Begitu pula dengan Deva, yang paling sabar dan ramah melebihi Aisha. Walaupun dihujat habis-habisan, Deva lah paling sabar dan pasrah dengan hujatan costumer.
Tetapi bagi Aisha, hujatan adalah sebuah penindasan, memang betul costumer adalah raja, akan tetapi jika costumer berbuat semena-mena, itu bukan raja, melainkan orang yang tidak waras. Tentu, Aisha lah yang paling berani untuk melawan.
Aisha memang terlihat sedikit arogan, tapi jika perhatikan lagi, Aisha sangatlah cantik. Dengan body yang cukup tinggi dan berkulit putih bersih, itu sudah mampu menunjang penampilannya. Apalagi dengan rambutnya yang panjang, sungguh manis jika dipandang.
Kecantikan Aisha sebetulnya sangat menarik bagi siapapun yang melihatnya, akan tetapi Aisha menutupi fisiknya itu dengan berpakaian longgar dan tanpa polesan make-up tebal.
Sedangkan Deva, yang tingginya melebihi Aisha. Berkulit sawo matang dan wajah yang manis dengan rambut sebahu, cukup mengesankan wanita yang cerdas dan berkarisma.
Tetapi jika tentang percintaan, Deva sudah kalah dibanding Aisha, lantaran Deva lebih memilih untuk memendam perasaan daripada menyatakan, tentu sejarah telah mencatat jika Deva hanya memiliki satu mantan.
Sedangkan sejarah mantan Aisha, sudah tercatat tiga. Tetapi, Aisha menganggap ketiga-tiganya adalah sampah yang membuat Aisha menjadi bodoh, entah kenapa Aisha bisa jatuh cinta pada pria seperti itu.
Sudahlah, itu sudah berlalu lama, saat Aisha dulu tak secantik sekarang. Kalau sekarang, sudah pasti tak perlu di ragukan lagi kecantikannya.
Tak ayal, jika ada satu mantan yang masih mengganggunya sampai detik ini. Yaaa, seperti apa yang terjadi di sore ini, dimana toko hendak mau tutup, seorang mantan datang dengan muka tebalnya berlagak mau menjemput Aisha.
Namun, lagi-lagi Aisha bersembunyi, bahkan Aisha tak segan untuk meminta bantuan kepada bosnya untuk ikut membantu dirinya.
Ting... Suara lonceng pintu berbunyi, tanda ada costumer masuk, kali ini bos pemilik toko bunga yang menghandle, "anda datang kemari..."
Dengan sigap, Tomy mantan Aisha menjawab, "aku datang kemari untuk menjemput Aisha,"
Si bos tak mau kalah, "wah, sayang sekali. Aisha sudah pulang dari tadi," ucap si bos meyakinkan.
"Tapi sepedanya masih ada didepan,"
"Itu sepeda perusahaan," si bos mulai jengah dengan Tomy. "Sebetulnya, Aisha sudah pulang dari tadi, karena ada urusan katanya. Masa kamu tidak bertemu dengannya dijalan?" imbuh si bos masih ramah.
"Dimana?" Tanya Tomy.
"Entahlah, mungkin Deva tahu," ucap si bos saat melihat Deva datang dari belakang dan hendak ke depan untuk membereskan sesuatu yang ada di sana.
Deva yang sudah dicegat merasa tak adil, "kenapa si bos malah melemparkan padaku?" gumamnya dalam hati.
Sedangkan Tomy, sudah terlihat tidak sabar lagi. Dan Deva mau tak mau juga akhirnya membuka suara, "nggak tahu kemana, tapi yang jelas ku lihat tadi Aisha pergi ke arah sana. Katanya sih lagi ada janji sama orang, tapi nggak tahu juga siapa,."
Tomy terbelalak tak terima mendengar perkataan Deva, tentu ia merasa terbakar api cemburu, "entah siapa yang mau di temuinya," batinnya.
Tapi yang pasti, Deva sudah memberi petunjuk yang berlawanan arah dari rumahnya Aisha. Tetapi Tomy, sepertinya terlihat sedikit ragu.
Si bos yang sudah membaca situasi langsung membumbui keyakinan, "sebaiknya kamu coba cari saja, siapa tahu dia belum jauh. Soalnya dia tadi jalan kaki..." si bos lalu melihat jam tangannya "ku pikir, dia sudah mau sampai di mall," imbuh si bos.
Tomy cukup terkejut, lantaran jarak ke mall hanya berjarak ratusan meter saja. Tentu Tomy khawatir jika Aisha sudah masuk kedalam sana, sudah pasti akan susah mencarinya.
Tanpa berpikir panjang lagi, Tomy bergegas pergi ke luar, dan langsung menaiki sepeda motornya yang keren itu.
Si bos yang melihat sikap Tomy itu langsung tertawa, "hahaha, dasar bodoh."
"Sha, keluar. Dua, sudah pergi," Deva memberitahu.
Sedangkan Aisha yang masih berada di dalam ruang istirahat dan mendengar ucapan Deva, ia langsung menghela nafas, "huffft... syukurlah," gumam Aisha lega.
Aisha bergegas keluar untuk melanjutkan pekerjaannya, sesekali juga Aisha terlihat celingukan kearah kiri dan kanan untuk memastikan, bahwa Tomy benar-benar sudah pergi dari tempat tersebut.
Deva yang sudah menyadari akan gelagat Aisha, mencoba untuk meyakinkan "sudah pergi Sha, kamu tenang saja."
"Hehe, cuma mau memastikan saja kok," Aisha cengengesan.
Si bos datang menghampiri dan menepuk bahu Aisha yang masih dengan tawa kecilnya, "mantan kamu itu bodoh, jadi kamu tenang saja."
"Tapi ku rasa, sebaiknya kamu cepatlah bergegas, karena aku yakin dia akan segera kembali. Di luar biar Deva dan aku yang urus, kamu cepatlah urus yang ada di sini," imbuh si bos.
Aisha merasa tersentuh, "oke, terimakasih bos. Dan terimakasih untukmu Deva."
Si bos hanya mengangguk dan Deva memberi isyarat 'oke' kepada Aisha, dan Aisha pun buru-buru menyelesaikan pekerjaannya.
Aisha dan Deva sungguh beruntung memiliki bos yang baik, yang mau memperhatikan karyawannya, tentu sikap seperti inilah membuat dua gadis itu betah bekerja di sana.
Akan tetapi di saat Aisha sudah asyik sibuk membereskan suatu tempat, dan Deva hendak menutup pintu besi, tiba-tiba muncullah seseorang lelaki datang dan menyeru nama Aisha.
"Aisha?"
Aisha terkejut bukan main dan langsung saja jongkok bersembunyi di bawah kolong meja, "kenapa dia datang lagi? Kenapa Deva juga tak memberitahuku," batin Aisha sudah merasa kalut.
Di sisi lain, Deva malah datang menghampiri dan memanggil dirinya, "Aisha..." seketika Aisha menarik Deva ikut berjongkok di bawah kolong meja.
"Dev, kenapa kamu malah kesini?" bisik Aisha.
"Bukan. Tpi dia..." belum sempat Deva meneruskan ucapannya, suara lelaki itu sudah menggelegar, "Aisha."
Aisha terkejut bukan main, lantaran lelaki itu sudah berdiri tepat di depannya, "tidak! Aku tidak mau. Pergi kamu, pergi!!!" berontak Aisha, bahkan sampai tubuhnya gemetar dan dirinya tidak berani untuk membuka mata.
Lelaki itu langsung ikut berjongkok dan menepuk pundak Aisha, bukan kepalang Aisha kaget dan menjerit "aaaaa..."
Tidak heran jika Aisha sampai ketakutan seperti itu, lantaran sudah hampir tiga bulan ini Tomy sudah sering menganggu dirinya.
"Sha, tenang. Jangan merem dong, dia bukan Tomy," Deva menyadarkan.
Dengan perlahan, Aisha membuka matanya dan mencoba untuk melihat siapa sosok lelaki yang sudah ada didepannya itu.
Mata Aisha terbelalak, ketika dirinya sudah melihat sosok lelaki tersebut. "Kamu???"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!