Sudah satu hari dua malam sejak kejadian itu, Aisha masih juga belum sadarkan diri di bangsal rumah sakit.
Di sampingnya, ada sosok seorang ibu yang mencemaskan putrinya yang terbaring lemah, yang masih enggan untuk membuka matanya.
Di situ pula, ada anak kecil dengan tatapan sedih yang tak lain ialah adik kecil Aisha, Alex. "Kenapa kakak bisa begini?" batinnya yang merasa terpukul, atas apa yang sudah menimpa kakak perempuannya.
Begitu juga Danial, yang baru datang kembali untuk menemani mereka. "Ao, kapan kamu sadar?" ucapnya dalam hati, ketika ia melihat Aisha masa begitu pulas-nya.
"Tante, sebaiknya tante dan Alex makan saja dulu," ucap Danial yang sudah membelikan beberapa makanan untuk sarapan.
Namun seorang ibu yang melihat akan kondisi putrinya yang seperti itu, mana bisa untuk makan. Begitu juga Alex, yang juga enggan untuk makan.
"Tidak apa-apa, ada aku di sini. Makanlah sedikit, tante, Lex," ucap Danial, "kalau tidak, bagaimana Aisha bisa semangat untuk sadr?" imbuh Danial.
Deg. Alex tersadar, saat itu pula Alex dengan tangan kecilnya menarik baju mamanya, dan menganggukkan kepala, sebagai isyar, ayo kita makan.
"Baiklah," mamanya menyetujui dan beranjak dari kursi yang ada di samping Aisha.
Ketika itu pula, Danial bergantian menjaga di sisi Aisha. Jika diingat kembali, di mana kejadian itu menimpa Aisha, cukup membuat Danial menyesal.
Andaikan Danial saat itu memaksa Aisha untuk mengantarnya pulang, tentu Aisha tidak akan mengalami kejadian yang mengerikan.
Di mana kejadian itu masih melekat dalam ingatan Danial, saat Deva mendapat pesan darurat dari Aisha, Deva langsung memberitahu Danial yang saat itu mereka baru tiba di depan rumah Deva.
Dengan cepat, Danial menelpon seseorang dan mencoba untuk melacak akan keberadaan Aisha. Danial meminta Deva agar segera masuk kedalam rumah dan jangan panik, setelah itu Danial langsung kembali menancap gas sembari mencari arah lokasi, di mana Aisha berada.
Akan tetapi, ketika Danial tiba dengan pasukannya. Sungguh pemandangan yang amat mengejutkan. Aisha hampir di gilir oleh para preman gila, bahkan tepat saat seorang biadab sudah mau melepas pakaiannya.
Danial yang melihat itu, menjadi sangat amat marah dan membabi buta. Pasukan Danial juga ikut andil membabat manusia tidak waras yang memang layak untuk di musnahkan.
Beruntung Aisha, masih terselamatkan meskipun hampir saja mau di lecehkan dalam keadaan tak sadarkan diri. Tapi, Danial tetap menyesali, "andai aku bisa lebih cepat," geram Danial dalam hatinya yang masih berkecamuk.
"Tapi pria itu siapa?" pikir Danial, mengingat di sana juga ada seorang pria bersimbah darah segar yang tak sadarkan diri, tapi yang pasti pria itu awalnya sudah menolong Aisha. Jika tidak, mana mungkin pria itu tidak akan bernasib naas seperi itu.
Tapi anehnya, saat Danial membawanya ke rumah sakit bersamaan Aisha, dan keesokan Danial saat mau menjenguk, "kenapa pria itu tidak ada di sana? Dan kemana perginya?" pikir Danial.
Padahal Danial sudah mengkonfirmasi akan keberadaan pria itu, pihak rumah sakit hanya menjawab, "pihak keluarga sudah merahasiakan, jadi maaf." Yang teringat dalam ingatan Danial, hanya ada sebuah kartu identitas seorang karyawan dengan nama, Gibran Abraham.
Danial yang terbawa dengan pikirannya, tiba-tiba dikagetkan dengan suara Aisha mengigau.
"Tidak."
Sontak membuat yang ada di ruangan itu berdiri mengelilingi Aisha yang terbaring di sana. "Aisha? Kamu kenapa, nak? sadarlah," mama Aisha panik.
Padahal di alam bawah sadar Aisha, dirinya seperti kembali dalam kejadian malam itu, di mana Aisha melihat sosok pria yang di hajar habis-habisan di depan matanya.
"Tidak... tidak."
"Tolong..." Aisha bergeliat, semakin paniklah semua yang ada di sana.
"Tolong!!!" Teriak Aisha dan seketika membuka matanya yang sudah bercucuran air mata.
Aisha terengah-engah, dadanya terasa sesak dan teriris. Deva yang baru datang untuk menjenguk, yang melihat akan suasana itu langsung berlari menghampiri Aisha.
Mamanya Aisha memeluk putrinya dengan sendu dan mengucapakan berkali-kali syukur, sedangkan Deva langsung meraih tangan Aisha yang terasa dingin itu.
"Syukurlah, kamu sudah sadar," lirih Deva dan menitikkan air mata.
Sedangkan Alex, menangis dan berlari keluar untuk mencari dokter. Padahal sebetulnya, Alex tak perlu bersusah payah berlarian seperti itu, cukup menekan tombol yang ada di kepala ranjang, tentu dokter akan segera datang.
Danial yang melihat itu juga bingung, mau tertawa apa sedih apa bagaimana? "tidak, tidak. Aku tidak bisa menahan tawa," ucap Danial dalam hati, yang saat itu pula Danial sekuat tenaga untuk tidak tertawa melihat reaksi Alex.
"Mama?" Lirih Aisha.
"Syukurlah nak, kamu sudah sadar," ucap mamanya Aisha dengan lembut dan membelai kepala Aisha.
Tak lama kemudian, dokter pun datang untuk memeriksa kondisi Aisha. Alex juga buru-buru mengusap air mata, justru seperti itu semakin tak kuasa Danial dibuatnya, karena Danial juga tahu Alex itu seperti apa dan bagaimana.
Setelah dokter selesai memeriksa, dokter itu tersenyum, "syukurlah, kondisi anak ibu sudah membaik. Tidak ada pendarahan ataupun gegar otak lainnya sama sekali, semuanya baik-baik saja," terang dokter dengan ramah.
"Kakinya juga tidak ada yang fatal, hanya luka ringan dan itu akan cepat sembuh. Yang penting, beri dia istirahat yang cukup, karena dia terlalu syok, jadi kondisinya harus benar-benar di perhatikan, agar tidak menjadi trauma," imbuhnya dengan jelas.
"baik dok terimakasih," ucap mama-Aisha.
"Aisha..." panggil Deva pelan.
"Deva?" Lirih Aisha dengan senyumnya.
"Syukurlah, kamu sudah sadar" ucap Deva dan memeluk Aisha.
"Iya... Tapi, pria itu. Pria itu bagaimana kondisinya?" Ucap Aisha yang seketika mengingat akan seorang pria yang telah menolongnya.
"Soal itu... malam itu aku membawanya kemari bersamaan denganmu, tapi anehnya dia sudah tidak ada di sini," terang Danial.
"Aku juga sudah mencari informasi apapun,, namun hasilnya sama sekali tidak menemukan jejak apapun, selain hanya namanya," tambahnya.
"Tapi, kondisinya parah yang seperti itu. Dia masih hidup, atau mati. Aku tidak tahu..." ungkap Danial.
Seketika Aisha menangis, dengan lirih Aisha berkata, "pria itu sudah menolongku berkali-kali... andaikan dia tidak menolong ku waktu itu, tidak mungkin hari ini aku masih ada..."
Deg, "apa yang sebenarnya sudah terjadi pada anakku?" batin mama-Aisha.
"Dan kamu tahu Dev, siapa pria itu?" Deva pun menjawab, "siapa?"
"Pria yang waktu siang datang bersama bos Adwan."
Deva menutup mulut dan tak percaya, bagaimana bisa? jika di ingat kembali pria itu, sebelumnya diam-diam memperhatikan Aisha dengan penuh perasaan, layaknya seseorang yang sedang jatuh cinta, dan hanya Deva lah yang mengetahui itu. "Sebaiknya aku tidak mengatakannya," batinnya.
"Bahkan aku belum sempat berterima kasih padanya, ma..." keluh Aisha.
"Sabar, nak," mama-Aisha merasa iba.
Aisha hanya menangis sesenggukan, karena dirinya tahu betul bagaimana pria itu menolong dan melindungi dirinya. Bahkan rela demi dirinya yang sama sekali tak saling mengenal, tapi kini malah meninggalkan kesan serta penyesalan yang amat dalam bagi Aisha.
"Rendra..." ucap Aisha tiba-tiba.
Deg. Mama-Aisha kaget bukan kepalang, tapi dirinya mencoba untuk tetap bersikap biasa saja.
"Danial, apa kamu tahu siapa Rendra? Seorang pemilik perusahaan di kotamu selain milikmu?" Tanya Aisha kepada Danial.
"Rendra? Kalau tidak salah, pemilik perusahaan King A. Memangnya, kenapa Sha?" selidik Danial.
"Dia, ada hubungannya dengan semua ini," pungkas Aisha.
"Maksud kamu? Rendra, itu?" Danial untuk memastikan.
"Benar, sampai kapanpun aku takkan memaafkan dia," tandas Aisha dengan rasa kebencian.
"Sadar sha..." Deva mulai khawatir.
"Jangan begitu, nak. Itu tidak baik, tarik kembali ucapanmu itu," mama-Aisha menjadi was-was.
"Tidak, ma. Kalau tidak salah. Aku ingat nama lengkapnya, Rendra Andara, bukan? Pewaris sah perusahaan Andara, karena dia pewaris tunggal perusahaan itu, maka diganti menjadi King A alias King Andara," terang Aisha.
Deg. Mama-Aisha jadi kalang kabut, "bagaimana Aisha bisa tahu tentang dia? Dan, dari mana dia tahu?" batinnya.
"Nak, cukup!" tegas Mama-Aisha, "mama, gak mau dengar lagi kamu menyebutkan itu. Cukup papamu dan kakakmu yang menjadi korban, jangan ada lagi korban di keluarga kita. Cukup nak, lupakan masa lalu itu," imbuhnya.
"Apa? Maksud tante, om Amon dan kak Ares meninggal juga karena Rendra?" Selidik Danial.
"Iya, kau tahu Danial. Dia sudah tega membunuh papa dan kakakku dengan kejam, bahkan hukum tak mampu membuat kami berkutik waktu itu," geram Aisha.
Begitu kejam kah masa lalu Aisha alami dulu? Pantas saja Aisha berusaha melindungi pria yang menolongnya itu, karena Aisha tak ingin ada penghilangan nyawa dengan kejam, seperti yang pernah ia alami dulu.
Danial nampak murka, bagaimana tidak. Setelah kejadian yang menimpa Aisha lantaran ulah Rendra, bahkan Danial baru tahu jika kematian ayahnya Aisha bahkan kakaknya Aisha juga akibat ulah Rendra.
"Oh Tuhan..." Danial geram bukan main, ingin sekali rasanya dirinya datang menemui Rendra dan membunuhnya. Tapi itu tidak mungkin, King A bukanlah lawan yang mudah untuk Danial tangani.
Sedangkan Deva, hanya tertegun mendengar pengakuan itu. Sedangkan Alex, meskipun dia anak kecil, ia begitu cerdas.
Dalam diri Alex itu juga telah bersumpah, suatu saat nanti jika Alex tumbuh dewasa, ia akan mendirikan perusahaan yang besar dan melebihi perusahaan King A dan menghancurkan perusahaan yang kejam itu tanpa ampun.
"Danial. bisakah aku minta tolong?" ucap Aisha kemudian.
"Katakan," ucap Danial mantap.
"Kirim aku ke Amerika," ucap Aisha dengan tegas.
"Apa?"
Sontak, pernyataan Aisha mampu membuat yang ada di ruangan itu kaget, begitu juga mama-Aisha menjadi tak tenang, "untuk apa?" selidiknya.
"Aku ingin melanjutkan study yang lebih tinggi untuk bisa menghancurkan king A," ucap Aisha dengan mantap.
Bukannya Danial tidak mau, karena alasannya ialah, menghancurkan Rendra bukan semudah membalikkan telapak tangan, tentu Danial juga cemas, "tapi, Aisha..."
"Tolong... nanti aku di sana akan mencari pekerjaan, dan aku akan mengembalikan uangnya padamu," pungkas Aisha.
"Tidak perlu kamu kembalikan, aku akan membantumu. Tapi kamu harus belajar dengan baik dan jaga dirimu dengan baik," Danial menyetujui, lantaran dirinya ada rencananya sendiri.
"Tentu," Aisha menyetujui, "terima kasih Danial, aku pasti tidak akan mengecewakan mu," imbuhnya.
"Tapi, nak..." mama-Aisha terlihat sangat khawatir.
"Biarkan, tante. Sudah sepantasnya Aisha untuk berkembang," ucap Danial, sembari memberi isyarat kepada mama-Aisha, lantaran Danial sudah memiliki rencana tersendiri untuk Aisha.
Alex ikut membara, setelah mendengar ucapan Danial dan juga kakaknya itu. Namun lain lagi dengan Deva dan juga mama-Aisha menjadi agak cemas.
"Ma, jangan takut akan kematian. Biarkanlah Tuhan yang menentukan kematian Aisha, yang terpenting bagi Aisha, mama restui aku untuk merebut kembali yang seharusnya menjadi milik kita," ucap Aisha optimis dan memegang tangan mamanya itu.
"Baiklah nak, tapi pesan mama. Jangan terlalu menyimpan dendam kepada siapapun. Biar Tuhan yang mengadilinya seadil-adilnya nanti," ucap mama-Aisha dengan pasrah.
"Aisha mengerti, terimakasih ma."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Miss R⃟ ed qizz 💋
good next
2020-04-06
1