Delina membawa telepon itu ke dalam kamar dan berbicara dengan sang ayah. Pembicara itu dibuka dengan ucapan selamat atas pernikahannya. Tak lupa Nugroho, ayahnya mengatakan permintaan maaf karena menerima lamaran Mahesa tanpa persetujuan darinya.
"Ya sudah Ayah. Doakan Delina bisa bahagia dengan dia ya," ucap Delina.
Waktu makan malam pun tiba. Ferdi mengajak Delina untuk turun ke lantai bawah. Awalnya Delina ingin menolak makan malam, tetapi perutnya tidak bisa diajak kompromi. Dia belum makan semenjak acara pernikahan itu selesai.
"Silahkan, Nona." Ferdi menarik sebuah kursi yang diperuntukkan bagi Delina.
Perempuan yang sudah direnggut keperawanan itu merasa susah untuk berjalan. Dengan tertatih Delina mendudukkan dirinya di kursi tersebut. Dia tersenyum sebagai ucapan terima kasih kepada asisten dari suaminya itu.
"Silahkan menikmati makan malam Anda, Nona. Jika membutuhkan sesuatu katakan kepada saya," ucap Ferdi mempersilahkan.
"Baiklah. Terima kasih ya," ucap Delina.
Makan malam pertama di rumah yang sangat mewah itu. Sempat melintas di benak Delina, apakah rumah sebesar dan semewah ini memang sepi seperti saat ini. Dimana penghuni lainnya, apakah sengaja tidak dikenalkan kepadanya.
Memang semenjak kedatangan banyak orang yang berpapasan dengannya. Setiap orang yang berpapasan dengannya mengenakan pakaian yang sama. Itu artinya mereka adalah pelayan atau pengawal di rumah ini.
"Tuan. Apakah rumah ini memang tidak ada penghuni selain Anda?" tanya Delina mencoba basa-basi.
Meja makan yang terbuat dari marmer itu tampak mewah dan elegan. Terdapat banyak kursi yang mengelilinginya. Namun, malam ini hanya ada dia dan Mahesa yang mendudukinya.
"Tuan. Rumah ini sangatlah besar. Di mana penghuni yang lain?" tanya Delina lagi.
"Di mana orang tua Anda, Tuan?"
"Lalu di mana istri pertama Anda?"
"Saya ingin berkenalan dengan penghuni lain di rumah ini."
Semua pertanyaan Delina itu tidak ada satupun yang dijawab oleh Mahesa. Tuan muda itu memilih sibuk menikmati makanannya. Dengan santai namun lahap memasukan makanan ke dalam mulutnya.
"Maaf Nona. Bukannya saya ikut campur. Saya hanya ingin menjawab beberapa pertanyaan Nona saja," sela Ferdi yang dari tadi berdiri tidak jauh darinya.
"Orang tua Tuan Mahesa sedang berada di Singapura untuk menjalani pengobatan. Dan besok beliau akan kembali ke rumah ini. Beliau sangat ingin bertemu dengan Anda," terang Ferdi.
Delina mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan dari Ferdi. Seraya memasukkan nasi ke dalam mulutnya, dia menyimak penjelasan Ferdi dengan seksama.
"Sedangkan istri pertama Tuan Mahesa adalah Nyonya Maharani. Saat ini beliau tidak berada di rumah, karena sedang menangani pekerjaannya yang ada di Australia."
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Baru saja membicarakan mengenai istri pertama dari Mahesa. Pria itu mendapatkan panggilan masuk dari Manatan.
"Halo Sayang. Apa kabar?" tanya Mahesa setelah menerima teleponnya.
"Aku sangat merindukanmu Sayang."
"Segeralah pulang ke rumah. Aku menantimu."
Delina mencoba mendengarkan suara samar-samar dari seberang telepon sana. Namun, usahanya gagal karena suara itu terlalu pelan. Dan Mahesa sengaja tidak mengeraskan suara dari si penelpon.
"Aku tidak ada perasan apa-apa kepadanya Sayang," ucap Mahesa lagi.
...
"Kamu tahu kan aku menikah lagi hanya karena menuruti permintaan terakhir papa?"
...
"Tenang saja Sayang. Aku tidak akan jatuh cinta selain kepadamu. Kamu ingatkan kalau dia hanya akan menjadi penampung calon buah hatiku saja?"
...
"Cepatlah pulang. Aku juga akan terus berusaha agar kamu juga bisa mengandung buah hati kita."
...
"Baiklah setelah kau pulang nanti. Aku akan memakan kamu habis-habisan. Semoga kau hamil lebih dulu dari pada dia."
...
"Aku tunggu kepulangan kamu segera. Hati-hati di sana. Bye-bye. I love you."
Begitulah kira-kira percakapan mesra antara Mahesa dengan istri pertamanya. Dari sanalah Delina mulai menyimpulkan bahwa sikap dingin Mahesa hanya berlaku kepadanya. Buktinya barusan dia teleponan dengan istri pertamanya dengan sangat mesra.
"Ferdi. Siapkan kepulangan Maharani segara," perintah Mahesa yang diangguki Ferdi.
Rasanya Delina cemburu terhadap perlakukan Mahesa kepada istri pertamanya. Tetapi dia juga sadar apa status dan posisinya saat ini. Delina hanya bisa terdiam mendengar kemesraan Mahesa dan istri pertamanya.
"Tuan apakah Anda ingin tambah makanannya?" tanya Delina hendak melayani sang suami. Tetapi tawaran itu sia-sia. Sekali dingin tetapi dingin sikap tuan muda itu.
Setiap apa pun yang dikatakan Delina. Mahesa tidak pernah menjawabnya. Pria itu memilih untuk melanjutkan makannya dan menghabiskan sisa makanan yang ada di piringnya.
"Tuan biar saya yang menuangkan air minum untuk Anda." Delina bersusah-payah berdiri untuk menuangkan air putih ke dalam gelas Mahesa.
Tidak ada ucapan terima kasih sebelum pria itu meminum air putih itu. Dalam hatinya Delina bertanya-tanya kenapa Mahesa bersikap sangat dingin kepadanya. Sedangkan sikapnya sangat berbanding terbalik saat berbicara dengan istri pertamanya.
"Nona biar pelayan saja yang membereskan sisa makanannya," cegah Ferdi saat melihat Delina sibuk menumpuk piring kotor.
"Tidak apa-apa kok. Bukankah ini merupakan pekerja istri?" balas Delina sembari tersenyum manis.
"Tetapi di rumah ini tidak kurang pelayan untuk membereskan itu semua, Nona," lanjut Ferdi.
Segera Ferdi meraih piring-piring sisa makan yang sudah di tumpuk oleh Delina. Asisten itu tidak akan membiarkan seorang Delina melakukan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan pelayan.
"Lebih baik Anda istirahat saja, Nona," ucap Ferdi.
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih atas makan malamnya ya," balas Delina.
Delina menolah kearah sang suami. Kemudian berkata, "Selamat malam dan selamat istirahat, Tuan."
Dia mulai bangkit dari duduknya. Dengan tertatih Delina beranjak dari tempat duduknya. Rasa sakit bercampur perih akibat ulah Mahesa siang tadi masih tersisa sampai saat ini.
"Jalannya biasa saja," celetuk Mahesa yang masih duduk ditempatnya semula.
"Tidak bisa Tuan. Anda memang tidak bisa merasakan, Tuan," balas Delina.
"Halah biasa saja! Terlalu berlebihan!"
Delina memilih diam daripadanya harus berdebat dengan suaminya. Merasakan bagian bawah sana yang sakit saja sudah susah. Apalagi ditambah debat dengan Mahesa, sudah pasti dia akan kalah.
"Memang laki-laki bisanya menyakiti," gerutu Delina dalam hati.
Baru mendengar kemesraan Mahesa dengan istri pertamanya melalui telepon saja dia sudah merasa iri. Apalagi nanti saat mereka harus tinggal bersama di rumah ini. Sudah pasti akan melihat pemandangan mesra-mesraan yang akan dilakukan Mahesa.
"Sudah punya istri ngapain nikah lagi coba?" Delina terus saja menggerutu sampai di dalam kamarnya.
"Cuma bikin orang sakit hati saja," imbuhnya.
Delina menjadi kepikiran bagaimana sifat istri pertama dari Mahesa. Apakah dia akan memperlakukannya dengan baik atau sebaliknya. Saat ini dia tak sanggup membayangkan jika istri pertamanya kejam seperti di novel atau film-film kebanyakan.
"Oh Tuhan. Bantulah hamba untuk menjalani kehidupan ini," ucap Delina bergidik ngeri membayangkan kekejaman istri pertama.
###
Tebak-tebakan dulu yuk. Bagaimana sifat istri pertama Mahesa? Tulis di kolom komentar.
🌱Jangan lupa klik favorit, like, dan komentar ya. Sehat selalu semuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Sukliang
tololll drl8na mau ngmg bsik2 dg mahesa
2022-07-07
0
Amel Munthe
pasti istri pertama tuan muda jahat,, lanjut thor
2022-05-27
0
🌺𝕭𝖊𝖗𝖊-𝖆𝖟𝖛𝖆🌺
Maharani biasa aja..emang sengaja gk mau hamil..Krn punya selingkuhan..tebak kan ku gt sich Thor...
2022-04-23
0